Wednesday, November 23, 2022

Indonesia kalah di WTO

 





AS setelah usai perang dingin. Tidak lagi menggunakan pendekatan senjata dan militer untuk menciptakan stabilitas international. AS menggunakan pendekatan kelembagaan yaitu WTO. Dalam buku The Protection Against Unfair Competition in the WTO TRIPS Agreement , Christian Riffe, disitu bisa kita tahu adanya standar ganda. Bahwa WTO itu hanya untuk kepentingan negara maju yaitu AS dan Eropa. WTO melindungi industri di AS dan Eropa agar proses produksinya tidak terganggu.


Lewat WTO memaksa negara berkembang yang punya SDA membuka sumber dayanya. Sementara negara maju tidak bersedia membuka sumber daya tekhnologinya. Misal, Harga pokok CPO dan Tambang kita harus transfarance dalam segala hal. Tapi negara maju boleh engga transfarance harga pokok obat dengan alasan property right. Kesimpulannya SDA sebagai milik Tuhan, bukan intelektual property right. Jadi harus menjadi milik semua. Lantas untuk apa kita merdeka ? kan engga ada bedanya dengan sistem kolonial pada abad 18.


Dalam buku,  China and The WTO, oleh Supachai Panitchpakdi,  Mark L. Clifford. Kita paham mengapa sejak awal berdirinya WTO China tidak mau masuk sebagai anggota. “ Kalau anda lemah dan  bergaul sama orang kuat, apakah anda yakin akan diperlakukan adil?  Jangan naif kalau engga mau dibilang bodoh. Mana ada keadilan bagi silemah. “ kata teman saya di China. Dan setelah China kuat secara ekonomi, maka China bersedia masuk WTO. Dan China bersikap. Perang dagang AS dan China, itu paradox dari  tujuan WTO didirikan, dan cara China mempermalukan WTO di hadapan dunia.


Ketika Indonesia melarang Ekspor mentah Nikel, negara angota WTO menggugat ke Indonesia. Misal dalam kasus nikel, Uni Eropa  minta dibentuk Dispute Settlement Body. Anggotanya terdiri dari Brasil, Kanada, China, India, Jepang, Korea, Federasi Rusia, Arab Saudi, Singapura, China Taipei, Turki, Ukraina, Uni Emirat Arab, Inggris, juga Amerika Serikat. Sejak tahun 2017, peran Appellate Body (AB ) sebagai hak mengajukan banding terancam karena Amerika Serikat. Sejak tahun 2019, Amerika Serikat telah memblokir proses penunjukkan dan penunjukkan kembali anggota AB. Konyolkan.


Sementara China lebih memilih pindahkan smelter mereka ke Indonesia untuk mengolah nikel sesuai amanah UU Minerba.  “ Penghormatan kedaulatan negara tidak bisa dikalahkan oleh aturan international dari lembaga multilaterai. “ begitu prinsip China. Tapi AS dan Eropa apa mau pindahkan smelter nya ke Indonesia? engga mau. Dalam sistem modern, pendekatan keamanan tidak lagi melalui pendekatan senjata. Tapi pendekatan kekuasaan secara kelembagaan, yaitu WTO dan lebih luas lagi ya PBB.

Panel World Trade Organization (WTO) di Despute Settlement Body (DSB)  telah memutuskan Indonesia kalah. Dalam hasil putusan final tersebut disebutkan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994. Putusan final tersebut akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada 30 November 2022. Kemudian akan dimasukkan dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.  


Saya sudah nulis di blog tahun 2020 soal ini. Kesalahan Indonesia dalam panel WTO terkait keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (aspek lingkungan) sebagai dasar pembelaan. Ini fatal mistake. karena audit tidak terbukti kita peduli lingkungan. Harusnya team Indonesai berkata  " OK kami hanya melaksanakan  UU yang diamanahkan rakyat. Kalau memang harus sesuai WTO maka UU harus diubah. Apakah rakyat ( DPR) setuju atau tidak , itu kita liat entar." Kan KO tuh  Panel. 


Karena ketentuan UU international menyebutkan bahwa aturan international tidak bisa membatalkan UU nasional.  Ya seperti kasus China melarang ekspor LTJ  atau menentukan quota Logam tanah Jarang. Alasanya sama. " Kami hanya melaksanakan UU yang diamanahkan rakyat. "  Begitu juga soal UNCLOS dimana china menolak UNCLOS karena alasan UU mengamahkan begitu.


Saran saya walau kita kalah di panel WTO, Dispute Settlement Body. Ya biarin aja. Engga usah panik. Presiden kan hanya melaksanakan amanah UU Minerba. Walau kita kalah ditingkat banding, ya biarin aja. Toh pemerintah tidak bisa mengubah UU minerba tanpa persetujuan DPR. Tolong juga, kalau Presidennya jagoan, jangan sampai DPR nya ayam sayur. UU Minerba diubah sesuai maunya WTO


No comments: