PPATK mencatat ada transaksi mencurigakan di Bank dalam negeri yang berjumlah triliunan rupiah. Pemasukan uang ke bank dalam negeri dilakukan secara digital maupun secara tunai. Sebenarnya kejadian ini sudah berlangsung sejak tahun 2016, sejak berlakunya Automatic of transference antar negara. Sebelum membahas dampak negatif terhadap temuan PPATK ini, saya akan menguraikan secara sederhana mekanisme pengiriman uang.
Pengiriman uang antar rekening melintasi batas ada dua. Pertama melalui antar bank dan Kedua, jangan cara ditenteng ( Cross Border Cash Carrying ). Saya akan jelaskan kedua hal tersebut secara sederhana.
Pertama. Melalui antar bank. Cara ini lazimnya dilakukan dengan dua mekanisme. Pertama, secara digital atau pengiriman uang secara elektronik ( Electronic fund tranfer-EFT ) atau wire transfer/SWIFT dan pengiriman lewat clearing house (ACH). Walau keduanya melalui bank tapi modelnya berbeda sesuai kebutuhan. Mari saya jelaskan dua hal tersebut.
EFT umumnya pengiriman uang antar bank, bisa secara billateral settlement ( aplikasi transfer antar bank berdasarkan perjanjian). Misal DPI ( digital payment innovation) DTC/digital cash transfer, IP2IP/S2S. Atau bisa juga melalui agent provider seperti , Global payment cash management atau Application payment interface/API maupun secara multilateral seperti SWIFT atau GPI. Untuk bisa melakukan pengiriman uang via EFT ini anda harus qualified sebagai nasabah. Punya document pendukung yang satisfied dan properly. Tanpa itu, tidak bisa melakukan pengiriman uang. Udah pasti tidak ada bank atau provider yang mau memberikan jasa pengiriman uang kepada anda.
ACH. Pengiriman uang yang bersifat umum dan dilakukan berulang ulang seperti bayar tagihan, pengiriman antar perusahaan afialiasi, bayar utang. Itu biasanya dilakukan dengan datang ke counter bank atau bisa juga dilakukan melalui internet bank ( ebanking). Tidak perlu underlying atau dokument pendukung untuk pengiriman uang via ACH ini. Namun jumlahnya dibatasi. Tidak bisa seenaknya. Untuk personal lewat agent , transaksi Cross border atau antar negara maksimum USD 2000-4000. Dalam negeri maksimum via ebanking Rp. 10 miliar perhari.
Kedua, Cross Border Cash Carrying ( CBCC). Nah cara ini anda ambil uang tunai di satu bank kemudian bawa pergi ke bank lain untuk disetor. Pada sistem ini tidak ada aturan soal limit. Namun pejabat bank yang menerima setoran uang diberi hak diskrisi untuk menolak atau menerima. Itu dasarnya pada kecurigaan. Kalau anda orang diragukan, jelas ditolak oleh pejabat bank. Tapi kalau anda sudah dikenal baik pejabat bank, tentu tidak ada masalah. Biasanya untuk setoran dalam jumlah besar, pejabat bank yang ada di front office membuat laporan ke PPATK lewat aplikasi.
Sebenarnya, kalau transaksi dilakukan dengan niat baik dan apa adanya dan uang nya bersih dari kejahatan kriminal, tidak ada masalah. Semua fasilitas pengiriman uang itu ditujukan untuk memudahkan dan mempercepat transaksi. Yang jadi masalah adalah apabila transaksi dilakukan untuk menyembunyikan asal usul uang dan menghindari transaksi yang mencurigakan. Mau tidak mau, aturan mekanisme pengiriman uang itu diakali.
Sampai disini paham ya. Nah bagaimana potensi pencucian uang dilakukan dalam dua cara itu ?
Cara EFT, dengan mengakali underlying transaction, yaitu melalui dokumen transaksi fiktif. Biasanya lewat notaris. Jual beli aset/ perusahaan. Atau lewat Perusahaan sekuritas melakukan kontrak pengelolaan dana (KPD). Walau notaris dan Sekuritas punya standar Due diligent tapi longgar. Maklum mereka kerja berdasarkan fee. Cara ACH, dengan cara interface dengan Global Payment cash management untuk transaksi yang berulang ulang. MIsal pengiriman melalui perusahaan international trading, antar afiliiasi. Tentu cari transaksi yang tidak kena pajak.
Cara CBCC yang tradisional antar negara adalah menarik uang tunai di luar negeri misal singapore. Uang itu ditenteng melintasi perbatasan masuk ke dalam negeri. Kemudian disetor kepada perusahaan atau personal yang punya ebanking atau nasabah prioritas yang punya virtual account. Walau ada limit tapi kalau dilakukan itu berkali kali ya besar juga jumlahnya. Kemudian itu dipindahkan ke rekening tujuan akhir via ACH.
Bahaya pencucian uang.
Sumber kejahatan karena alasan uang. Bisa apa saja. Bisa karena korupsi, uang komisi haram, transaksi ilegal tindak kriminal seperti human trafficking, drugs, ilegal mining. Apa jadinya kalau uang dalam jumlah besar itu tidak tercatat dalam sistem moneter? uang itu jelas tidak ada manfaatnya untuk pembangunan. Tidak akan memberikan kontribusi pajak. Dan lebih bahaya lagi kalau pemilik uang haram itu mencuci uangnya untuk tujuan politik. Bisa bayangkan apa yang terjadi. Rusak sistem demokrasi dan pembangunan peradaban tidak akan tercapai secara ideal.
***
Bulan lalu ada mahasiswa yang bertanya kepada saya soal pencucian uang lewat judi online. “ Saya mau lengkapi bahan skripsi saya, bantulah pak” katanya. Dia minta saya dijadikan nara sumber karena membaca blog saya tentang tekhnis pencucian uang. Akhirnya saya temui juga di cafe.
“ Saya tidak terpelajar. Jadi kalau kamu butuh penjelasan dengan referensi akademis jelas saya tidak ngerti. Kata saya.
“ Saya justru ingin tahu prakteknya pak. Nanti referensinya saya cari sendiri. “ Katanya. Saya senyum saja. “ Coba ceritakan prakteknya pencucian uang lewat judi online. “ Lanjutnya.
“ Ada tiga caranya. Cara pertama, kita buka akun situs judi online. Tentu harus ajukan aplikasi. Dalam aplikasi itu kita harus mencantumkan nomor rekening bank. Setelah disetujui maka selanjutnya pembayaran bisa menggunakan kredit dan debit, virtual account/ Bank digital, dan mata uang kripto. Apa artinya ? aplikasi buka akun itu hanya formalitas saja. Intinya ada pada alat pembayaran. Sehingga nama bisa saja fiktif. Bandar mengarahkan pembayaran ke rekening bank di luar negeri. Umumnya di negara bebas pajak.
Akumulasi uang dari pejudi yang mengalir ke rekening di luar negeri ini legal. Karena alat pembayarannya juga legal. Tapi karena ditempatkan di negara bebas pajak, maka bandar tidak bisa bebas keluarkan uang itu. Nah biasanya ditempuh cara tradisional mengeluarkan uang itu. Yaitu dengan menarik tunai dari bank luar negeri, kemudian dibawa melewati perbatasan ke dalam negeri Uang itu disetor ke bank pada rekening proxy. Kemudian dipindahkan ke rekening bandar melalui bank digital. Walau ada limit batas transfer tapi bisa dilakukan berkali kali lewat aplikasi flash. Nah uang udah clean itu.” Kata saya.
“ Rekening Proxy itu apa pak?
“ Ya sama dengan orang pinjam KTP kamu untuk buka rekening di bank digital. Nama rekening atas nama kamu, tetapi Password atas nama orang lain. Jadi tanpa kamu terlibat, orang bebas pindahkan uang di rekening kamu kemana saja. Di Indonesia ini banyak orang mau pinjamkan KTP. Bayar uang kecil ya sejuta mereka udah senang” Kata saya.
“ Baik pak. Terus, gimana bawa uang ke dalam negeri ? Apa engga mencurigakan kalau jumlah besar ?
“ Bisa dengan cara bawa dalam jumlah yang dibenarkan aturan. Atau kalau jumlah besar ya cari bandara international yang petugasnya bisa disuap. Biasanya bandar judi udah kerjasama dengan petugas. Jadi bukan masalah.”
“ OK pak lanjut yang kedua?
“ Gunakan rekening proxy yang ada di bank digital untuk buka akun di situs judi online. Ini situs abal abal. Dibuat memang penampung uang haram. Bukan untuk judi online. Caranya, akun proxy dibuat kalah sehingga uang mengalir ke situs judi online. Walau ada batas limit transaksi lewat akun bank digital, tapi itu bisa melalui ribuan akun proxy. Contoh batas transaksi USD 4000. Nah kalau 1000 akun proxy, kan bisa USD 4 juta sekali pindahkan”
“ Giman pindahkan uang lewat ribuan akun itu. Kan lama pak”
“ Ada aplikasi yang bisa menggerakan ribuan akun proxy itu. Hanya hitungan menit selesai. “
“ Wah keren ya. Uang haram apa saja itu pak?
“ Ya bisa ilegal mining, korupsi dan komisi haram, narkoba termasuk pelacuran’
“ Paham pak. Terus yang ketiga ?
“ Akun judi online bisa juga dipakai untuk membeli barang atau jasa. Antar pemilik akun bisa saling bertransaksi. Ini uang legal karena beli barang kan bayar pajak. Biasanyai barang itu tidak dikirim ke pembeli tapi dijual lagi ke pembeli sebenarnya. Hasil penjualan ditampung d rekening sebagai keuntungan dari menang judi. “
“ Buat situs judi online itu gimana ? Kan perlu Domain Name Server. Perlu konten”
“ Ah mudah itu. Ini kan era digital. DNS kan bisa beli secara online. Bisa terdaftar di negara manapun. Kalau di block oleh pemerintah, ya bikin lagi. Lebih mudah bikin baru daripada block nya. Buat situs judi online juga mudah. Tinggal copy paste situs judi online yang ada tersebar di jagad maya. Itu udah termasuk konten.”
“ Menurut PPATK tercatat ada Rp 155 triliun uang dari judi online. Pertanyaan terakhir, mengapa Judi online jadi modus pencucian uang?
“ Kamu harus tahu sejarah pencucian uang. Dulu mafia pakai istilah pencucian ( laundering ) karena hanya bisnis laundering yang engga jelas pembukuannya. Ngitung omzet kan dari berapa jumlah sabun terbuang. Lah sabunnya udah cair dan dibuang ke saluran air. Gimana pasti ngitungnya. Jadi walau pembukuan menyebutkan omzet besar, ya petugas pajak harus akui itulah adanya. Toh mereka bayar pajak. Yang penting asal usul uang tersamarkan.
Nah era sekarang, bisnis yang engga jelas pembukuannya kan judi. Dengan adanya tekhnologi IT, dan bank digital, judi online cara mudah dan murah cuci uang. Orang bisa create berapa aja nilai uang dan cukup perlihatkan uang hasil menang judi. Kalau akhirnya ketahuan petugas, ya tinggal bayar pajak aja. Yang penting asal usul uang tersamarkan. Dan 90% uang judi online itu bukan judi tetapi uang korupsi, komisi haram, dan ilegal mining, uang dari transfer pricing, termasuk perdagangan manusia dan narkoba. Paham ya”
“ PPATK kan udah serahkan laporan ke Bareskrim. Mengapa sulit sekali menemukan pelakunya?
“ Saya tidak akan jawab, Karena saya bukan pejabat atau petugas. Tapi saya tanya balik ke kamu. Orang berkuasa untuk apa ? tanya saya. Dia terdiam dan tersenyum. Wanita mungil tapi cerdas, dan punya nyali. “ ya karena uang. “ katanya.
“ Ya udah. Saya mau ketemu sama relasi saya di table sebelah sana. Kamu makan saja. Setelah itu langsung pulang aja. BIll saya bayar.
***
Officer in charge
Ada perusahaan yang punya aplikasi Game Online. Mereka dapat fee dari setiap pemakai apikasi itu. Seluruh fee itu masuk ke rekening offshore. Mereka bayar pajak. Server mereka juga terbuka. Jadi mudah ditelusuri. Satu saat perusahaan itu digugat pailit oleh perusahaan di luar negeri. Rekeningnya terancam di blok. Karena gagal bayar utang. Surat gugatan itu tidak bisa langsung ke pengadilan. Penggugat harus harus lolos verifikasi dari akuntan publik dan notaris.
Akuntan publik dan notaris menolak gugatan itu diteruskan ke pengadilan. Apa pasal? Dari standar kepatuhan KYC, pihak penggugat tidak qualified. Antara penggugat dan tergugat ada hubungan afiliasi. Justru akuntan dan notaris melaporkan permintaan gugatan itu ke Financial service intelligent unit (PPATK). PPATK menghubungi The Financial Action Task Force (FATF) agar rekening tergugat dan penggugat di luar negeri diblok. Selanjutnya berlaku pembuktian terbalik.
Dari cerita kasus tersebut diatas, tidak ada kerugian negara. Tidak ada hukum positif yang dilanggar. Tetapi negara kan bukan hanya mengurus salah atau benar secara hitam putih, tapi juga (grey area), etika moral. Itu harus ditegakkan. Kalau ada gugatan pailit oleh perusahaan terafiliasi itu sama saja modus pencucian uang. Walau pajak dibayar, tidak ada kerugian negara, tetapi pencucian uang itu telah mengakibatkan hilangnya sumber daya negara. Ini lebih jahat dari korupsi. Karena sifatnya udah pengkhianatan kepada negara. Hukumannya diatas 20 tahun, maksimal hukuman mati.
Pencucian uang itu dilakukan oleh mereka yang smart hukum, dan mereka bermain di grey area. Di indonesia itu pencucian uang dianggap bukan kasus. Padahal pencucian uang dampaknya sangat buruk. Apapun upaya negara memerangi korupsi, reformasi birokrasi, ilegal mining, narkoba, corporate crime, perdagangan manusia, tidak akan efektif selagi standar kapatuhan pencucian uang itu lemah, apalagi officer in charge yang ada digarda terdepan tidak jelas moralnya, dan tidak jelas eksistensinya. Sementara UU TPPU hanya dipakai untuk memaksa koruptor untuk bayar kerugian negara.
Di luar negeri, ada pegawai yang merupakan agent dari negara. Mengapa mereka disebut officer in charge? karena profesi mereka berkaitan dengan pengawasan standar kapatuhan yang ditetapkan oleh UU. Walau secara management mereka tunduk kepada perusahaan tempatnya kerja, tetapi secara personal mereka bertanggung jawab langsung kepada negara. Kalau mereka melanggar standar kapatuhan, yang masuk penjara bukan boss nya tetapi mereka secara personal. Mereka ada di garda terdepan dalam operasi AML. Itu sebabnya oleh UU mereka diberi hak diskresi. Artinya feeling mereka dihormati.
Siapa mereka itu ? Mereka itu adalah Pegawai bank yang ada di front office. Manager investasi dan fund manager pada perusahaan sekuritas, notaris, surveyor, akuntan. Profesi officer in charge itu harus dapat sertifikat dari negara. Mereka harus ikut test etika dan moral oleh lembaga kompetensi negara. Ini lembaga independent. Yang test bukan hanya pengetahuan standar kepatuhan, tetapi juga etika dan moral. Secara personal mereka di investigasi oleh negara. Kalau ada cacat sedikit saja, mereka tidak akan bisa ikut tes.
Makanya di luar negeri, sedikit saja ada kasus yang berkaitan dengan standar kepatuhan administrasi, itu disebut skandal. Mengapa skandal ? ya itu udah politik. Kesalahan bukan pada officer in charge tetapi sistem yang korup. Itu sebabnya pula setelah skandal Lehman, AS merevisi UU keuanga dan perbankan. Lahirlah FINRA ( Financial Industry Regulatory Authority). Ini lembaga negara yang mandiri. Yang tidak bisa diintervensi penguasa.
No comments:
Post a Comment