Sunday, April 2, 2023

Sepak bola dan bisnis.



Sebelum abad ke 19, sepak bola hanya olah raga biasa yang dikelola secara tradisional. Ala kampungan. Tapi sejak abad 19 atau tepatnya tahun 1885, di inggris sepak bola sudah dikelola secara profesional. Sudah berorientasi kepada business. Yang sumber income nya dari tiket penonton. Ini terus berkembang dari masa ke masa. Kini sepak bola sudah bukan lagi sekedar business tetapi sudah dikelola layaknya sebuah industri. Sumber income nya luas sekali. Bukan sekedar ticket doang.


Yang namanya industri maka ia sudah dikelola dengan pendekatan sumber daya akan orang, modal dan sarana. Pemain tidak hanya didapat dari proses rekrutmen pemula untuk masuk dalam pusat pelatihan tetapi juga merekrut yang available. Rekrutmen pemain tidak sekedar rekrut bebas tetapi harus melewati proses bidding lewat mekanisme transfer pemain. Ada harga pada setiap deal transfer pemain dari satu club ke club lain.  Pemain sudah jadi komoditi tersendiri bagi club bola. Menjadi sumber aset dan sumber income.


Setiap rekrut pemain, itu menyangkut investasi yang tidak kecil. Misal tahun 2017 harga transfer pemain Neymar sebesar Euro 222 juta atau Rp. 3,6 triliun. Atau Cristiano Ronaldo yang nilai transfernya pada tahun 2018 sebesar Euro 100  juta atau Rp. 1,6 triliun. Itu jumlah uang yang dibayar oleh Club yang merekrutnya. Setiap club punya stadion sendiri yang dibangun secara modern. Disekitar Stadion mereka menguasai business property untuk komersial. Tentu audience nya adalah penggemar sepak bola.  Disamping dari income transfer pemain, apa sumber lain pendapatan club bola ? Mari saya uraikan secara sederhana. 


Pertama. Club bola sarana efektif membangun image produk. Saat saya minum beer Carlsberg, saya pasti teringat klub Liverpool.   Di pusat kota modern dunia, minuman Carlsberg menjadi pilihan premium. Makanya karena hype yang luar biasa di sekitar Liga Premier, banyak perusahaan siap untuk berpartisipasi memperebutkan slot iklan apa saja yang ditawarkan panitia. Dari hak  siaran langsung, kaos / Tshirt, cenderamata, papan iklan di pingir lapangan. Ini uang tidak kecil. Karena semakin terbatas slot iklan semakin mahal iklan itu.


Kedua. Disamping iklan, Club juga dapat income dari sponsor. Target audience sponsor adalah pencipta club bola itu sendiri. Hubungan spikologis penggemar dengan  club bola itu akan mudah menarik mereka menjadi pembeli loyal.  Jika Anda mempelajari dengan cermat sponsor utama klub sepak bola, Anda akan menemukan merek mobil, perusahaan perjudian, dan pemimpin TI.  Chevrolet telah menjadi sponsor resmi Manchester United, sehingga kaos tim dapat segera berganti. Di saat yang sama, FIAT terus menjadi sponsor resmi Juventus sejak tahun 2002. Nilai sponsor miliaran dollar AS. 


Ketiga. Fee dan sponsorship. Club bola menjadi target bagi pengelola casino. Taruhan sepak bola tidak kalah populernya dengan taruhan kuda, sehingga tidak mengherankan jika merek kasino terbesar berjuang untuk menjadi sponsor klub sepak bola. Ini seperti tiket lotere yang sukses yang memberikan peluang tak terbatas. Perusahaan Betway telah berhasil menjadi sponsor resmi West Ham sejak 2015. Dengan adanya judionline. Club bola juga dapat fee dari putaran uang judi online. Maklum izin judi online international di legitimasi oleh club bola.


***


Cost and benefit 

Nah mari kita lihat kinerja masing masing club dalam konteks investasi yang mereka keluarkan. Operasi pasar pemain dan klub dapat diilustrasikan dengan dua perbandingan sederhana. Yang pertama (lihat grafik di bawah) menghubungkan rata-rata posisi liga dari tim-tim yang muncul di dua divisi teratas Inggris selama satu dekade dengan pengeluaran gaji rata-rata mereka, dinyatakan dalam proporsi pengeluaran gaji rata-rata semua klub.





Angka tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran upah sangat berkorelasi dengan posisi liga dari waktu ke waktu. 'R2' adalah statistik yang mengukur persentase variasi posisi liga yang ditangkap oleh pengeluaran gaji, jadi nilai 90% merupakan sinyal yang sangat kuat dari hubungan yang signifikan antara upah dan status liga. Demikian pula, hubungan antara posisi liga rata-rata dan pendapatan, sekali lagi dinyatakan relatif terhadap rata-rata semua klub lain, memang sangat dekat. Lebih dari satu dekade, R2 sekali lagi lebih dari 90%. Korelasi ini membutuhkan penjelasan – sebuah teori tentang bagaimana pasar bekerja – agar dapat dipahami. 


Pasar bisnis sepakbola: Pemain dan klub

Kita dapat mengamati bahwa klub bersaing secara agresif untuk merekrut pemain - ada pasar transfer aktif dengan ribuan transaksi setahun di seluruh dunia (globalisasi berdampak besar pada bisnis sepak bola). Karakteristik pemain mudah diamati sebelum dan sesudah mereka dipekerjakan, sehingga upah dapat diharapkan untuk secara akurat mencerminkan 'produktivitas' pemain (klub tidak akan memilih untuk membayar lebih dari yang mereka mampu, dan pemain akan meminta transfer jika dibayar kurang dari yang mereka mampu). layak).


Jadi dalam sepak bola, klub biasanya mendapatkan apa yang mereka bayar. Bukan berarti hubungan ini sempurna - faktor acak (nasib baik dan buruk) membuat hubungan ini kurang dapat diandalkan dalam jangka pendek - pemain cedera, dan secara tak terduga mengalami kondisi baik dan buruk. Namun seiring berjalannya waktu, nasib baik dan buruk cenderung membatalkan satu sama lain, sehingga Anda mendapatkan apa yang Anda bayar. Ada pasar untuk klub juga. 


Meskipun ada mitos kesetiaan abadi di pihak penggemar, ini hanya berlaku untuk sebagian kecil minoritas. Sebagian besar penggemar cenderung mengikuti tim lebih intensif, semakin sukses itu. (Pada tahun 2003 Borland dan MacDonald melakukan survei tentang permintaan olahraga).Tim yang terdegradasi kehilangan banyak penggemar. Itulah mengapa pendapatan sangat terkait erat dengan posisi liga — performa buruk di lapangan berarti lebih sedikit tiket yang terjual, lebih sedikit merchandising, lebih sedikit sponsor, dan pendapatan siaran. 


Karena bisnis sepak bola sangat kompetitif — begitu banyak tim yang bersaing untuk mendapatkan penggemar, dan dengan ancaman degradasi yang selalu ada, sebagian besar klub hanya mampu menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran.  Dengan latar belakang ini, mungkin tidak mengherankan jika hebat atau tidaknya Club itu tergantung kepada kesejahteraan pemain dan sistem management yang well organize. Dari kehebatan mereka inlah yang akan memberikan kontribusinya kepada club nasional untuk mengibarkan bendera negaranya dalam ajang kompetisi dunia.

***


Makanya saya sedih ketika Jokowi bertanya kepada pemain U20 yang gagal ikut kompetisi FIFA U20. “Tadi saya menanyakan kepada para pemain, apakah ada hal yang bisa saya dengar mengenai keinginan-keinginan. Beberapa dari mereka ingin kuliah, ingin bisa masuk ke Polri, TNI, maupun PNS. Itu aja,” kata Jokowi di Stadion GBK, Sabtu, 1 April 2023. Di Indonesia club bola belum dikelola secara industri. Masih dikelola mental pedagang dan broker fee  dari bandar judi. Ketua PSSI hanya batu loncatan karir politik lebih tinggi dan akses ke politik untuk dapatkan rente. 


Dalam hal sepak bola kita ayam kampung yang berusaha jadi ayam merak. Engga tahu diri mau jadi host piala dunia kelas FIFA. Memang menyedihkan. Samahalnya kita dipencundangi EU di WTO. Hanya karena kita berusaha menjadi negara industri mineral. Bukan salah orang lain tapi kita sendiri tidak focus memperbaiki diri agar dihormati dan disegani dunia. Mental pemenang kita sudah lama tergerus oleh sifat rakus dan malas..

No comments: