Monday, August 28, 2023

Menjaga fundamental ekonomi

 



BI mengatakan bahwa dari aturan kewajiban penempatan Devisa Hasil Ekspor ke dalam negeri diharapkan minimal sebulan masuk USD 3 miliar. Tapi itu harapan. Belum pasti. Karena tidak ada sanksi hukuman bagi pelanggar. Kecuali membatasi administrasi izin ekspor. Artinya masih ada masalah resiko kelangkaan likuiditas.  Makanya BI masuk dengan kiat berikutnya. Yaitu menerbitkan SRBI ( sekuritas Repuiah Bank Indonesia ). Diharapkan dengan SRBI masalah likuditas bisa teratasi. 


September 2023 nanti BI akan keluarkan surat berharga bernama SRBI atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia. SRBI ini termasuk instrument struktur atau bagian dari produk financial engineering  dengan underlying berupa SBN. Mengapa? karena ini cara BI meningkatkan value aset untuk menarik sumber daya keuangan tanpa harus menjual aset (SBN) yang dia miliki. 


Analoginya begini. Anda punya deposito di bank. Anda perlu uang tunai untuk beli rumah. Nah ada tidak perlu cairkan deposito tersebut, Anda bisa jadikan Deposito anda sebagai collateral menarik pinjaman dari bank untuk beli rumah. Walau anda bayar bunga pinjaman bank,  namun pada waktu bersamaan anda mendapatkan bunga dari deposito. Dalam financial engineering  skema ini disebut dengan leverage. Anda bisa menambah aset baru tanpa melepas aset yang ada.  Tentu anda harus punya basic income lain untuk bayar cicilan seperti penyewaan rumah. Paham ya.


Nah mengapa sampai BI menerbitkan SRBI ini? kalau tujuannya untuk menarik dana dari luar. Kan sudah ada SBI ( sertifikas BI) untuk operasi moneter.  Kalau tujuannya menjaga ketersedian Valas, kan sudah ada RepoLine, atau Swap Line dengan the Fed. Yang memungkinkan BI mendapatkan valas dari the fed tanpa harus menjual putus aset nya ( SBN dll). Dan membeli  ( Repo) kembali pada waktu yang ditentukan.  Jadi, apa alasanya ?


Bisa jadi karena SBI dan Repoline tidak sepenuh efektif untuk menjaga stabilitas moneter. Maklum kan sekarang krisis financial global. Likuiditas sangat ketat. Makanya BI akali lewat SRBI, yang memungkinkan (tanpa terikat bunga acuan) pejualan secara diskonto ( zero coupon) dan penawaran secara variable rate tender. Tentu imbal hasil dan bunga lebih menarik  dibandingkan investasi pada surat berharga mata uang asing. Dan yang lebih penting bahwa SRBI berjangka pendek ( maks 1 tahun.).


Sehingga investor asing bisa membeli Sekuritas Rupiah BI sebagai alat investasi selain T-bill dan sekaligus  tempat landing investor dari pasar SBN tanpa harus pindah ke surat berharga lain. Jadi pasar SBN lebih stabil. Karena ada bunker dari volatile market obligasi. Nah ini akan menjadi sumber daya keuangan valas bagi BI dalam mengelola moneter sesuai amanah UU.


***

Saya tidak pernah menolak hilirisasi mineral tambang. Orang bego aja yang menolak. Karena dari segi akademis maupun praktis jelas menguntungkan bila melakukan hilirisasi daripada jual mentah. Hanya saja yang dipertanyakan dan dikritisi adalah programnya. Itu  yang harus diperbaiki. Karena tidak sesuai dengan amanah UU Minerba. Dari amanah UU itu jelas ada tiga hal. (1)meng optimalkan nilai tambah dari produk, (2). Tersedianya bahan baku industri, (3) penyerapan tenaga kerja, dan (4) peningkatan penerimaan negara. Nah program hilirisasi dengan larangan ekspor mentah jelas tidak tepat. Mengapa ? 


Untuk melaksanakan Amanah UU tersebut yang tepat dan sesuai dengan WTO ( yang kita sendiri sudah ratifikasi), yaitu melalui tarif atau pajak. Kita bisa terapkan pajak setinggi tingginya untuk ekspor biji nikel. Nah kalau terpaksa juga diekspor, negara dapatkan pajak besar. Namun sebenarnya dengan tarif tinggi pajak ekspor itu udah sama dengan larangan ekspor mentah. Ini akan mendorong tumbuhnya industri dalam negeri dan terjadinya relokasi industri downstream dari luar negeri ke Indonesia.  Engga perlu seperti sekarang diberi insentif pajak lain lain, yang justru tidak memberikan pemasukan besar bagi negara dan DHE  malah nangkring di luar negeri. 



***

Kita memang sedang tidak baik baik saja. Engga apa apa. Anggap ongkos bego aja. Cukup sudah kesalahan masa lalu. Dengan adanya rencana pemerintah untuk memperbaiki program hilirisasi Nikel dan lainnya ke arah full industrialisasi, itu sudah tepat. Kalau benar dilaksanakan, itu satu langkah koreksi yang rasional. Karena itu jelas  pemasukan devisa dan sumber income pajak sangat besar. Dan tidak melanggar WTO. Yang penting rencana pemerintah itu merupakan langkah positif untuk masa depan yang lebih baik. Jelas lebih efektif bagi fundamental rupiah daripada SRBI

No comments: