Tuesday, September 23, 2008

Quantitative analyst.


Saya pernah tahun 1996 ikut kursus Financial engineering di Bangkok. Yang mengadakan adalah world bank cabang Asia. Hanya saya saja yang tidak S1. Itu karena saya aktifis salah satu ormas sayab Golkar, sehingga bisa ikut. Memang waktu test di Menlu, saya lulus. Kursus dilakukan 3 bulan. Sejak awal kursus sampai sebulan, saya seperti katak dalam tempurung. Bengong engga jelas. Mengapa? Walau saya paham teori dasar ekonomi tapi saya engga paham ekonomi makro, ekonometri. Engga paham matematika lanjutan. Tetapi saya hanya menyinyak saja. Saya berniat ingin mengakhiri kursus. Pulang ke jakarta. Lagi ngapain buang waktu untuk sesuatu yang engga saya pahami. Apalagi sesuai kata pengantar dari pengajar, itu ilmu baru. Benar benar baru. Waktu itu namanya Quantitative analyst.

Tetapi entah mengapa saya perhatikan semua yang hadir dalam ruang kursus. Mereka semua manusia. Sama dengan saya. Yang saya pelajari bukan llmu ghaib. Tetapi ilmu nyata. Ah kenapa saya kalah sama orang lain. Saya harus bisa. Masuk bulan kedua, saya mulai serius belajar. Caranya?. Saya jejerkan di tempat tidur semua modul kursus. Dari modul A sampai Z. Modul A sampai L itu berkaitan dengan definisi beragam produk finance, philosofi, dan pemanfaatan ilmu statistik dan matematika untuk menghitung probability masa depan seperti teori portofolio dan analisis investasi, keuangan korporasi, market microstructure theory, financing & risk, valuasi aset & derivatif, manajemen aset, fixed income & term structure, algorithmic trading, structured & hybrid product, financial technology.

Kemudian saya pandang deretan modul itu dari jauh seraya duduk di korsi. Lama saya pandang modul itu sambil merokok. Akhirnya saya paham kerangka berpikir hewan bernama Financial engineering. Modul A sampai L itu dalam dua hari selama weekend tuntas saya baca dan saya paham. Selanjutnya saya pergi ke perpustakaan membaca buku matematika lanjutan dan ilmu statitik. Saya harus kuasai tekhnik dasar cara berhitung matematika lanjutan seperti algoritma, integral. Itu untuk memperkuat pemahaman saya tetang modul A-L.

Setelah itu saya mulai melakukan simulasi tentang definisi masing masing produk investasi secara matematika. Ah saya paham semua. Bulan kedua saya sudah lancar ikut kursus. Bulan ketiga, saya udah ogah ogahan kursus. Karena saya sudah kuasai semua materi. Saya justru lebih banyak di perpustakaan membaca berbagai studi kasus financial engineering berkaitan dengan investasi dan korporasi. Mengapa? bagi saya studi kasus itu lebih penting untuk hidup saya. Itu pengalaman nyata dan cara menyelesaikan masalah berdasarkan keilmuan.

Akhir kursus, diadakan ujian. Ujian berupa study kasus. Peserta diminta untuk menjawab secara bebas dengan dasar pengetahuan finacial engineering. Ujian diadakan dua sesi. Jam 9 sampai 12 dan dilanjutkan dari jam 1 sampai jam 5 sore. Besok kemudian di umumkan kelulusan. Tetapi malamnya selesai ujian saya  udah pulang ke jakarta. Ogah nunggu pengumuman lulus atau engga. Belakanga saya tahu.  Dari 48 perserta kursus. Yang lulus hanya 8 orang termasuk saya. Salah satu perserta kursus itu jadi sahabat saya sampai sekarang. Karena dia jadi Direksi BUMN China.


Hikmah cerita : tidak ada ilmu nyata yang sulit. Asalkan ada motivasi untuk belajar. Motivasi itu kekuatan kita untuk membangkitkan otak kita memahami ilmu itu dengan mudah. Jadi, motivasilah murid dengan benar agar mereka bisa sukses belajar. Ingat motivasi bukan karena gelar atau ijazah tetapi ilmu. Mencari ilmu adalah ibadah. Tuhan tidak suruh kita cari gelar. Tanpa ilmu tidak ada peradaban bisa dibangun. Paham kan sayang.

No comments: