Tuesday, June 28, 2011

Aksi Sandi dan Edwin caplok tambang emas.



Tahukah anda bahwa di Kabupatenn Banyuwangi, Jawa Timur ada tambang emas. Keberadaan tambang ini menjadi pembicaraan dikalangan pembisnis. Karena penuh dengan konplik dan intrik sejak kali pertama berdirinya. Pada awalnya konsesis tambang Emas ini diajukan oleh PT. Hakman Metalindo, di Meru Betiri 1995-1996. Pemilik perusahaan ini memang pengalaman di tambang Emas. Siapa yang engga kenal Jansen FP Adoe dan Yusuf Merukh. Yusuf Merukh merupakan konglomerat pemilik 20% saham Newmont Minahasa Raya (NMR) dan Newmont Nusa Tenggara. 

Luas konsesi 62.586 hektar, yang terdiri dari tiga blok yaitu Pertama, PT. Hakman Emas Metalindo (HEM) luas KP 5.386 hektar. Kedua, Hakman Platina Metalindo (HPLM) dengan 25.930 hektar dan Hakman Perak Metalindo (HPLM), 25.120 hektar. Memang sebagian lokasi masuk ke Taman Nasional Meru Betiri. Sementara Eksplorasi dilakukan oleh mitranya dari Australia, yaitu Golden Valley Mines N.L. Namun dalam proses eksplorasi tahun 1995, ketiga perusahaan tersebut merusak lingkungan. Mengakibatkan kawasan hutan jati menjadi kering serta pembuangan limbah tambangnya (tailing) merusak ekosistem laut. 

Keadaan ini menimbulkan polemik di masyarakat khususnya jawa timur. Setidaknya masyarakat jawa timur baru tahu bahwa wilayahnya merupakan penghasil tambang emas terbesar di Indonesia. Namun tahun 1998 polemik ini redam begitu saja karena ada kasus pembunuhan dukun santen di wilayah Tapal Kuda. Bersamaan ketika itu Soeharto juga lengser.  Setelah proses ekplorasi selesai, sekitar pertengahan tahun 2000, Hakman Group mengajukan kontrak karya pertambangan kepada Pemerintah Jember dan Banyuwangi. Namun berdampak pada lingkungan hidup dan tumpang tindih dengan Taman Nasional Meru Betiri, maka izin itu tidak bisa diproses. Tahun 2006 Bupati Banyuwangi, Ratna Ani Lestari mengakhiri izin explorasi.

***
Sehari sebelum izin eksplorasi tembaga Hakman berakhir, 17 Januari 2006, PT Indo Multi Cipta (IMC)– nama lain PT. Indo Multi Niaga (IMN) membuat surat permohonan izin explorasi bahan galian kepada Bupati Banyuwangi. Izin dikeluarkan tahun 2006 juga. KP eksplorasi keluar pada 16 Februari 2007 seluas 11.621,45 hektar. Ia mencakup Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jatim, hingga 2015. Selain Tumpang Pitu,  seluas 1.700 hektar, konsesi IMN juga mencakup Katak, Candrian, Gunung Manis, Salakan, Gumuk Genderuwo, dan Rajeg Besi. Walau ada hutang lindung, Pada 27 Juli 2007, Departemen Kehutanan mengeluarkan surat berisi persetujuan izin kegiatan eksplorasi tambang emas dan mineral pengikutnya di kawasan hutan produksi tetap dan hutan lindung seluas 1.987,80 hektar untuk IMN. Pada tahun yang sama juga keluar izin exploitasi.

PT Indo Multi Niaga (IMN) bermitra dengan investor dari  Australia, Intrepid Mines Limited. Namun dalam IMN Interpid menempatkan anak perusahaannya Emperor Mines Limited sebagai pemegang saham. 80% saham dimiliki oleh suami-istri Andreas Reza Nazaruddin dan Maya Miranda Ambarsari. Dari kerjasama itu, Intrepid keluar uang sebesar USD 100 juta untuk explorasi. 

Hasil explorasi yang disusun H&SC, dalam laporan yang dibuat sesuai standar JORC  ( Joint Ore Reserve Committee) Code (sistem klasifikasi sumber daya mineral yang diterima dunia internasional) “Resource Estimation of the Tujuh Bukit Project, Eastern Java, Indonesia” disebutkan bahwa di bawah lapisan oksida tambang Tumpang Pitu terkandung sumber daya tembaga sebesar 19,28 miliar pound. Jumlah itu jauh lebih besar ketimbang kandungan tembaga di tambang Batu Hijau dan Elang Dodo milik Newmont yang hanya 6,3 miliar pound. Kandungan emas di tambang Merdeka juga diyakini lebih besar, yakni sebanyak 28 juta Oz. Sementara di Newmont cuma ada 9,3 juta Oz.

Sebelum exploitasi, Andreas Reza Nazaruddin dan Maya Miranda Ambarsari sebagai pemegang saham mayoritas IMN melepas sahamnya kepada PT Cinta Kasih Abadi ( Andreas Tjahjadi), PT Selaras Karya Indonesia ( Rahmad Deswandy). Siapa mereka itu ? Andreas Tjahjadi tercatat sebagai presiden komisaris di IMN sekaligus direktur non-eksekutif di Seroja Investment, perusahaan yang berbasis di Singapura, yang punya bisnis  pengangkutan batu bara produksi PT Adaro Energy Tbk. Selain Andreas, direktur di Seroja Investment adalah Edwin Soeryadjaya, presiden komisaris di Adaro Energy. Artinya ini patut diduga  di balik pengambil alihan ini adalah Edwin.

Tentu saja Intrepid kecewa besar dengan mitra lokalnya. Mereka merasa dikhianati. Bahkan Intrepid mengancam akan melakukan legal action. Namun akhirnya mereka sadar bahwa pelepasan saham itu legal. Hak mitra lokalnya untuk jual kemana mereka suka. Yang dikawatirkan Intrepid adalah keterlibatan Edwin itu mengancam hegemoninya di IMN. Maklum mereka tidak mau ambil resiko kalau tidak bisa jadi pengendali sebenarnya di IMN. Itu sebabnya tahun 2012 Intrepid menggandeng Surya Paloh untuk menghadapi Edwin Cs dalam menguasai kembali IMN. Namun pertarungan itu tidak mudah. Sangat alot. 

Apalagi ada UU No. 4/2009 yang melarang kepemilikan saham mayoritas oleh investor asing di sektor tambang. IMN berjanji akan menyelesaikan persoalan ini. 80% saham di IMN dijual kepada PT Merdeka Copper Gold. Yang kemudian mengajukan izin usaha pertambangan (IUP) sesuai UU Minerba yang baru. IUP diajukan oleh dua anak usaha perusahaan, yakni PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI). Setelah itu Edwin dan Sandi mulai merapat ke ring satu Megawati. Jokowi menang dalam Pemilu dan hubungan Sandi dengan Hendropriyono semakin dekat. Sandi juga mendekati Yeni Wahid. Surya Paloh sepertinya ikut gelombang saja sambil berharap umbrella dari keberadaan Merdeka Copper Gold. Maklum sama sama team sukses Jokowi. 

***
Siapa Merdeka Copper Gold itu? Pemegang mayoritas saham Merdeka adalah PT. Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) dan PT. Provident Capital Indonesia. Dua perusahaan investasi ini didirikan Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya. Artinya secara tidak langsung Edwin hanya mindahkan kepemilikan 80% saham di IMN kepada Merdeka Cooper Gold. Pertanyaannya adalah mengapa sampai ada penjualan saham IMN kepada Merdeka? disinilah cerdasnya Sandi. Dia memberikan solusi kepada semua pihak agar happy. Pihak Intrepid yang sudah keluarkan uang sebesar lebih USD 100 juta dollar dianggap sebagai utang Merdeka. Dan karena itu Merdeka keluarkan obligasi. Nah kalau Intrepid mau menaikan  kepemilkan saham diatas 20%, obligasi itu bisa dikonversi jadi saham. Tetapi harus melalui IPO. 

Nah agar IPO lancar dan tidak ada issue negatif atas lingkungan hidup, tahun 2015 Merdeka, menempatkan Preskom, AM Hendropriyono dan Boy Thohir sebagai komisaris. Semua tahu bahwa kedua orang ini punya hubungan dekat dengan Megawati, dan team sukses Jokowi.  Bulan Mei 2015, Merdeka IPO. Jumlah saham ditawarkan 874.363.644 saham baru atau 21,7% dengan rentang harga Rp1.800–Rp2.100 per saham. Tahun 2016 AM Hendropriyono mengundurkan diri sebagai preskom. Digantikan oleh Edwin. Sementara Boy Thohir tetap sebagai komisaris.

***
Apa kesimpulan dari cerita ini. Pertama. Edwin melalui Saratoga menguasai tambang emas ini tidak mengambil resiko awal. Resiko awal ada pada Intrepid, yang menanggung biaya explorasi mencapai SD 100 juta. Sementara mitra lokal yang menguasai 80% tidak keluar uang.  Tetapi Intrepid lupa, bahwa mitra lokalnya itu punya hubungan bisnis dengan Edwin. Setelah terbukti ada emas, maka saham mayoritas dijual ke Edwin. Andai terbukti engga ada emas, ya itu derita Intrepid. Kasus ditutup. Cerita tidak akan pernah ada.

Kedua, uang Intrepid yang sudah keluar tidak hilang karena ditukar dengan saham lewat harga bursa. Artinya value yang dibangun oleh Intrepid tetapi yang menikmati adalah Saratoga. Selanjutnya pembiayaan melalui pasar modal. Capital gain yang menikmati adalah Saratoga. Capital gain 20 kali lipat dari harga nominal. Dahsyat.  Apakah publik menikmati Capital gain? Sampai sekarang saham Merdeka tidak berubah secara significant sejak penawaran pertama. Artinya kinerja Merdeka sejak berdiri memang tidak seperti cerita dalam propektusnya. Padahal  mereka menarik uang dari Bursa mencapai hampir Rp. 10 triliun. Tetapi everybody happy. Yang manyun ya investor.

Itulah contoh proses perizinan yang menimbulkan rente dan membuat real investor jadi pecudang. Ini menjadi catatan hitam bagi semua investor institusi di seluruh dunia. Bahwa proses perizinan di Indonesia tidak memihak kepada investor tetapi memihak  kepada pengusaha rente. ( edited 2019)

No comments: