Thursday, July 21, 2011

Berterimakasih.


2008. Beijing , musim gugur datang. Dalam perjalanan dari bandara menuju Paninsula Beijing Hotel, nampak bendera china dengan lima bintang berkibar dimana mana. Juga tak ketinggalan spanduk besar berisi propaganda ala komunis. Maklum ini bertepatan hari kemerdekaan China. Di dalam kendaraan , direkturku berkali kali mengingatkan jadwal yang harus kuperhatikan selama kunjungan ke Beijing ini. Aku hanya mengangguk namun mungkin baginya aku terkesan tidak peduli. Bagiku teman ini terlalu perpeksionis. Satu kali diingatkan lebih dari cukup bagi pria.

Sesampai di Hotel, setelah ganti pakaian, aku turun ke Loby hotel untuk bertemu dengan relasi yang sudah dijadwalkan. Pertemuan itu cukup singkat. Sehingga aku bisa bersegera kembali ke kamar untuk sholat maghrib. Ketika tepat di pintu lift, nampak serombongan pria dan wanita berpakaian rapi keluar dari lift. Aku menyurut ke belakang memberi ruang leluasa bagi mereka. Terdengar suara wanita memanggilku. “ Brother, are you… ? setengah berlari menghampiriku. Seorang wanita yang tak kukenal. Namun dia memanggil namaku dengan jelas.

“ Ada apa ke Beijing ? tanyanya dalam bahasa inggeris yang sempurna
“ Ya biasalah. Ada urusan” jawabku singkat dalam kebingungan karena sama sekali tidak mengenal wanita ini, apalagi dia tak henti memandangku. Dengan lancar dia mencoba mengingatkanku peristiwa kali pertama bertemu dengannya. Itu enam tahun lalu. Dia menyebut tempat hotel di mana kami bertemu. Dia juga menyebutkan bahwa dia membantuku sebagai guide pergi Great Wall. Segera aku ingat. Karena kunjungan ke great wall hanya sekali seumur hidupku walau tak terbilang aku berkunjung ke Beijing. Tentu aku sekarang ingat siapa wanita ini.

" Ya. Kamu Ling , kan " kataku
" Benar. " Wajahnya nampak ceria.
" Gimana apakah cita citamu terkabulkan untuk bekerja di Bank" Aku tahu soal ini karena dia pernah bercerita impiannya untuk merubah nasip keluarganya di kampung melalui pendidikan nya. Walau budaya china merendahkan wanita namun dia berkeyakinan bahwa wanita bisa berbuat lebih baik atau setara dengan pria. Semangatnya untuk struggling dan survival di tengah keterbatasan. Itulah yang selalu kuingat.
“ Ya. Aku sekarang bekerja di bank. " Katanya dengan raut wajah berhias senyum.
“ Oh bagus. Saya senang mendengarnya..”
Teman temannya terdengar berkali kali memanggilnya.
“ Aku harus segera pergi ke ruang sebelah sana ” Katanya sambil menunjuk kesuatu ruangan.. Kutahu itu adalah ruang seminar. “ Jam 8 seminar usai. Ini sesi terakhir. Boleh aku traktir kamu makan malam. “Sambungnya.
Berat untuk menerima ajakannnya karena teringat jadwal yang ketat malam iini. Namun pancaran wajahnya yang penuh harap juga sulit bagiku untuk menolak.
“ Baiklah” Jawabku singkat.
“ Thanks , brother”
“ Tapi ..”
‘ Apa ?
“ Kamu ikut dalam acara jadwal makan malam bersama relasi saya, Gimana ?
“ Baik. Saya setuju. “ wajahnya nampak ceria.

Dia segera berlalu. Aku kembali kekamar untu sholat maghrib karena sebentar lagi aku harus menghadiri rapat bisnis bersama team dari New York untuk persiapan pertemuan besok pagi. 

Seusai sholat , aku mencoba mengingat peristiwa enam tahun lalu. Ketika itu musim dingin. Setelah empat hari bersibuk diri, hari sabtu tak ada kegiatan apapun. Kesempatan ini kugunakan untuk mengunjungi objek wisata Great Wall. Tapi tak ada teman yang bisa mengantar. Business Center yang terdapat di Hotel mengetahui rencanaku ke Great wall. Mereka menawarkan guide. Segera kusanggupi. Honornya USD 100 per hari. Tak lebih satu jam menunggu, petugas business center sudah mengabarkan bahwa guide sudah tersedia.

Seorang waninta belia berwajah opal dengan tinggi tak lebih 165 Cm. Menurut ukuran Asia dia tergolong tinggi. Dengan ramah dia memperkenalkan dirinya. “Sebut aku, Ling” katanya. Gadis itu bercerita dia kuliah tingkat terakhir jurusan Financial and banking. Kerjaan sebagai guide adalah sampingannya untuk memenuhi kebutuhan biaya hidup sebagai mahasiswi di kota besa seperti Beijing. Dia berasal dari kampung di provinsi Hobey. Berulang ulang dia mengaku bahasa inggerisnya tidak sempurna. Dia minta saya berbicara tidak terlalu cepat agar mudah dimengerti. Tak lupa agar saya bersabar mendengar dia berbicara. Bila ada yang yang tidak dimengerti mohon diberitahu, katanya. Kesungguhannya melayani tamu dengan profesi guide free lance membuatku respect. Kenyataanya memang bahasa inggerisnya sempurna.

Sehari dalam kunjungan itu, dia berusaha sebaik mungkin menjadi guide professional. Dengan lancar dia menceritakan sejarah dinasti china yang terlibat membangun tembok china. Sedikit banyak dia paham soal budaya china namun berulang ulang kali ku ajak bicara soal politik , dia dengan halus menghindar percakapan itu. Baginya pemerintah lebih tahu banyak dibanding rakyat. Pemerintah tahu mau di bawa kemana china ini di masa depan. “Kami percaya dengan pemerintah dan memang tak ada pilihan”. Katanya bergaya diplomasi. 

Ketika kusinggung soal keluarganya. Dia becerita tentang kemiskinan dan hasratnya untuk sukses di kota demi membantu keluarganya. Sore kami kembali ke Hotel. Ketika berpisah, aku memberi uang jasanya sebagai guide. Dengan berat dia menerima USD 100. Menurutnya itu terlalu banyak. Sebetulnya tarifnya hanya USD 30. SIsanya diambil oleh agent. Kalau saya bisa menghubungi dia langsung, dia berjanji akan memberikan tariff setengahnya. Saya hanya tersenyum.

Keesokannya aku kembali sibuk dengan aktifitasku. Ketika sore menjelang malam , kembali ke hotel, kulihat dia sudah berada di loby hotel. Bersegera dia menghampiriku.
“ Pak, apakah anda membutuhkan saya hari ini atau mungkin besok. “ Katanya dengan wajah nampak ramah. Nampak wanita ini wajahnya agak pucat.
“ Hari ini tidak, dan juga besok tidak. “ jawabku singkat. Dia menundukan wajah. Ada raut sedih namun berusaha tegar di hadapanku.
“ Ok, Kalau saya butuh guide, tentu saya akan telp kamu. Tapi belum bisa pasti kapan?
“ Ya. Saya paham. Tapi saya tidak punya hp untuk anda menghubungi saya. Kecuali anda menghubungi agent saya. Itupun belum tentu dia akan menugaskannya kepada saya. Mungkin kepada orang lain” dia menunduk.
" Maaf saya harus segera kekamar saya. Bye " kataku sambil melangkah membiarkan wanita itu berdiri memandangku berlalu. 
Ketika berjalan menuju lift, Duty Manager hotel menyapaku dengan ramah. Sambil menanti pintu lift terbuka, Duty manager itu mengatakan bahwa wanita yang tadi kutemui berada di loby hotel sejak jam 11 pagi. Duty Manager itu mengira wanita itu adalah sahabatku. Aku tersentak. Artinya delapan jam wanita itu menunggu untuk sesuatu yang belum pasti. Sementara itu dia tak beranjak dari tempat duduknya. Tanpa minum, tanpa makan. Suatu pertarungan hebat untuk meraih peluang. Tak kenal lelah dan tak berputus asa. Aku terharu. Kulihat wanita itu sedang melangkah menuju pintu keluar. Bersegera aku kembali menghampiri wanita itu.
“ Tunggu sebentar " seruku. Dia berbalik menghadapku 
" Ok. Sekarang kamu ikut saya” kataku dengan lembut
“ kemana ?
“ Temanin saya ke Mall dan sekalian makan malam”
“ Benarkah ?
“ Benar, gimana ? “ 
Dia mengangguk dengan ceria. 

Usai makan malam , karena terniat untuk membawa oleh oleh untuk sibungsu di rumah yang berpesan HP. dia mengtarku ke pusat perbelanjaan Elektronik. Dia membawa kekawasan Wangfujing. Sebelum beli hp, aku telp ke rumah untuk memastikan pilihanku agar tidak salah. Tapi sibungsu dengan tegas menolak Hp buatan China. Ya sudahlah. Tapi wanita itu matanya tak pernah putus melihat hp di etalage. Seketika aku ingat andaikan wanita ini punya hp tentu tidak perlu dia harus menunggu berlama lama di hotel, hanya untuk memastikan aku menggunakan jasanya atau tidak. Kuputuskan untuk membeli satu HP Nokia. Harganya RMB 1200. Aku beli satu hp tanpa memberi tahu untuk siapa hp itu. 

Setelah itu , kami kembali ke Hotel. Sebelum berpisah di loby hotel aku memberi bungkusan Hp itu kepadanya. Dia nampak terkejut. Dengan mulut menganga dan mata melotot dia memandangku dan kemudian bungkusan itu.
“ Mengapa ?
“ Saya pikir kamu butuh hp ini. Besok besok kalau aku butuh jasamu aku tinggal telp. Kamu tidak perlu lagi menunggu lama di loby hotel,” kataku dengan tersenyum. Sekilas kuperhatikan Wanita itu berlinang airmata. Aku  segera masuk kedalam hotel sambil tak lupa menyisipkan tiga lembar sepuluh dollar ketangannya ketika salaman. 

Aku tidak tahu bagaimana lagi reaksinya atas pemberian itu. Aku hanya berpikir sederhana , Aku yakin bila wanita itu punya sedikit access seperti HP, tentu dia akan mudah mendapatkan pelanggan. Akan lebih banyak uang dia terima. Tentu cita citanya lebih mudah tergapai. 

Keesokannya , pagi pagi aku harus kembali ke Hong Kong. Enam tahun setelah peristiwa itu, baru hari ini bertemu kembali dengan wanita itu. Walau setelah itu aku acap berkunjung ke Beijing namun tak berkesempatan untuk menghubungi wanita itu dan lagi aku tidak tahu nomor Hpnya. Pada pertemuan tadi sore, walau aku sudah melupakannya namun dia tidak pernah lupa akan aku.

***
Jam 8.15 malam, dia sudah menanti di loby untuk bersamaku makan malam. Temanku sudah menanti juga di loby untuk membawa kami ke restoran di west beijing.
“ Enam tahun lamanya aku ingin bertemu lagi dengan kamu, bang. Ingin sekali. Selama 6 tahun, setiap minggu aku pasti datang ke hotel tempat dulu kamu menginap. Hanya sekedar ingin bertemu lagi. Tetapi resepsionis selalu menggeleng ” Katanya ketika di dalam restoran sambil menunggu makanan terhidang.
“ Mengapa kamu ingin sekali bertemu denganku?
“ Dulu ketika kamu memberiku HP , sangking senangnya aku lupa berterima kasih. Itu baru kusadari ketika dalam perjalanan pulang ke apartement. Aku menyesali diriku. Sulit untuk memaaftkan diriku sendiri. Aku membayangkan kebaikanmu dan kehinaanku yang tak pandai berterimakasih. Itu sebabnya keesokan paginya aku kembali ke hotel tapi menurut petugas hotel kamu sudah check out untuk penerbangan pertama ke Hong Kong."
“ Engga usah bilang terimakasih. Dan lagi ketika itu saya hanya berpikir normative bahwa kamu memang butuh hp untuk melancarkan pekerjaanmu. Itu aja. “
Dia segera mengeluarkan hp dari dalam tas kecilnya “ Sampai hari ini hp pemberian kamu masih saya pakai. Tak pernah rusak. Selalu saya jaga dengan baik.” Saya terkejut. Dia memberikan Hp itu untuk kulihat. Oh, Enam tahun hp itu masih bagus dan terawat dengan baik.
“ Loh ini kan sudah ketinggalan model. Kenapa kamu engga beli yang baru” Kataku diliput haru dengan sikapnya yang begitu menghargai sebuah pemberian.
“ Memang saya bisa membeli yang baru. Namun tak akan bisa mengganti nilai hp ini. Setiap saya melihat hp ini saya melihat kamu, bang “
“ Sampai kapan kamu akan menjaga HP itu ? kataku sambil tersenyum.
“ Sampai aku bertemu dengan kamu. Bang “
“ Nah, sekarang kamu sudah bertemu denganku. Ya kan “
“ Ya. Dan besok aku akan beli yang baru. Tapi yang lama tetap akan abadi di hatiku. “
“ Kenapa sih kamu terlalu terbawa perasasaan soal pemberianku. ?
“ Masalahnya gara gara hp pemberian kamu itu, aku lebih mudah mendapatkan pelanggan. Setelah itu kehidupanku agak berubah. Dalam sebulan aku bisa mendapatkan 15 hari kerja. Itu lebih dari cukup untuk menyelesaikan biaya akhir kuliahku."
“ Oh I see”
‘ Dan lihatlah kini aku “ katanya setengah berseru dengan mata melebar. “Setamat kuliah aku bisa bekerja di Bank dan kini jabatanku manager. Terimakasih Bang…”

Aku mengangguk berwajah cerah sebagai ujud aku bahagia melihat perjalanan hidupnya semakin baik. Usai makan malam, dia minta saya bertemu dengan keluarganya. Ternyata dia sengaja meminta suaminya membawa anaknya yang berusia 3 tahun untuk berkenalan denganku di loby hotel. Setelah saling bersalaman, suaminya minta saya berphoto bersama dengan mereka. “ Boleh photo ini kami perbesar dan pajang di ruang tamu kami” kata suaminya dengan bahasa inggeris yang terpatah patah. Saya hanya tersenyum dan bingung karena sikap keluarga kecil ini yang begitu berlebihan.

‘Mengapa” tanyaku.

“ Namamu selalu disebut oleh istri saya. Kami ingin kamu menjadi saudara tua kami. “ Kata suaminya dengan tersenyum ramah.

Setelah sedikit beramah tamah, aku segera kembali ke kamar. Relasiku yang sedari tadi menyaksikan pertemuan itu nampak tersenyum.

Dalam kesendirian saya membatin diatas rasa hormat kepada wanita itu. Hikmah terbentang di depanku. Tak mudah mengungkapkan rasa terimakasih dengan tulus. Tak mudah. Apalagi harus menanti sekian tahun untuk sepenggal hutang berkata "terimakasih".Lewat peristiwa ini Allah berdialogh dengaku tentang rasa Syukur. Semakin tinggi rasa terimakasihnya semakin tinggi nilainya sebagai manusia yang bermatabat. 

Di banyak kehidupan, betapa kebaikan orang begitu mudah terlupakan hanya karena sepenggal kesalahan yang tak menyamankan. Menanamkan terimakasih tak lain mengingat kebaikan orang lain dan memaafkan kesalahannya. Itulah nilai akhlak disisi Allah. Tak terbilang nikmat Allah kita terima namun sedikit saja derita datang, kita mulai mempertanyakan kasih sayang Allah. Kita lupa bersyukur, lupa berterimakasih kepada Allah.

Memberi bukanlah suatu yang luar biasa. Ketika ada kesempatan dan memang moment nya tepat kita harus berbuat maka berbuatlah. Jangan pernah berpikir soal untung rugi. Mungkin uang sebesar itu tak begitu besar manfaatnya bagi anda yang berlebih. Tapi bagi sebagian orang ,khususnya bagi simiskin yang harus berjuang di tengah keterbatasan , itu sangat bernilai. Mungkin bagi orang berduit , sekali makan di restoran jepang bisa menghabiskan Rp. 6 juta tapi ada sebagian keluarga yang bisa bertahan hidup dengan uang sebanyak itu sebagai modal usaha atau untuk membeli motor ojek bekas. 

Masalahnya, bisakah kita berbagi secara pantas untuk manfaat yang jelas. Itulah yang lebih penting. Soal nilai pahala, itu hak Allah. Kewajiban kita adalah menghidupkan empati di dalam hati kita untuk berbuat demi cinta kepada semua. Dalam bentuk apapun selagi perbuatan diiringi oleh cinta maka itulah nilainya disisi Allah.


No comments: