Saya tidak berpolitik namun sebagai rakyat saya tidak ingin dibodohi oleh politik. Dukungan saya kepada Jokowi atas dasar rasionalitas. Bukan emosional. Mengapa? pertama, dia bekerja atas dasar rasional. Ruang fiskal APBN itu kecil sekali. Engga mungkin bisa optimal dipakai untuk membangun. Kalau dipaksakan, maka fundamental APBN akan rapuh. Ini akan berdampak kepada hutang yang tak bermanfaat. Makanya dia gunakan skema B2B lewat BUMN. Dengan skema B2B, APBN tetap kokoh. Di masa kini pembangunan tetap berjalan. Di masa depan ada harapan mendatangkan pajak dan nilai. Total asset BUMN itu mencapai Rp. 8400 Triliun. Itu sama dengan 2/3 dari PDB. Besar sekali sumber daya BUMN itu. Bila BUMN sukses dikelola dengan baik. Tentu besar sekali dampak perubahan terhadap perekonomian nasional.
Proyek BRI.
Apa sih BRI ( Belt Road Initiative) itu ? jalur perdagangan dan ekonomi baru yang menghubungkan Asia hingga Eropa dan terdiri dari sekitar 60 negara yang melalui jalur sutra. BRI pertama kali diinisiasi oleh presiden Tiongkok, Xi Jinping pada September 2013 dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian dunia serta menciptakan sebuah jalur perdagangan baru yang memiliki peluang bisnis yang lebih besar bagi Tiongkok.
BRI mengacu pada Silk Economic Road atau rute perdagangan yang melalui jalur sutra berbasis daratan dari Tiongkok, Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah hingga Eropa. Koneksi tersebut juga akan didukung dengan jalur rel, jalan raya, dan jaringan pipa baru. Sedangkan, BRI mengacu pada 21st Century Maritime Silk Road atau sebuah jalur sutra berbasis laut yang menghubungkan Tiongkok dengan Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, Timur Tengah dan Eropa.
Saya mengikuti perkembangan BRI itu yang awalnya disebut OBOR. Indonesia menghadiri pertemuan KTT BRI pada bulan Mei tahun 2017. Pada saat itu Jokowi sendiri memimpin delegasi Indonesia. KTT juga dimanfaatkan Jokowi untuk mendapatkan sebanyak mungkin investor yang mau terlibat dalam proyek BRI. Syarat yang ditetapkan Jokowi tidak banyak. Hanya lima saja. Dintaranya adalah Pertama, investor China harus menggunakan tenaga kerja asal Indonesia. Kedua, perusahaan yang berinvestasi harus memproduksi barang yang bernilai tambah (added value). Ketiga, perusahaan asal China wajib melakukan transfer teknologi kepada para pekerja lokal. Keempat, Pemerintah Indonesia memprioritaskan konsep investasi melalui business to business (B2B) bukan government to government (G to G). Kelima, jenis usaha yang dibangun harus ramah lingkungan. Kemudian 29 April 2019 kembali KTT BRI diadakan untuk kedua kalinya di Beijing. Tapi kali ini Jokowi tidak datang. Delegasi Indonesia diwakili oleh Wapres JK.
Proyek BRI itu sudah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional. Adapun proyek tersebut meliputi hal sebagai berikut : Pertma. Proyek di Sumatera Utara. Terdiri dari Pelabuhan hub dan kawasan industri internasional Kuala Tanjung. Kawasan industri Sei Mangkei. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Sei Mangkei berkapasitas 250 megawatt (Mw). Kemitraan strategis (strategic partnership) Bandara Internasional Kualanamu.
Kedua. Proyek di Kalimantan Utara, yang terdiri dari, Kawasan industri dan pelabuhan internasional Tanah Kuning. Zona ekonomi terpadu Indonesia Strategis Industri (ISI) Tanah Kuning. Taman indsutri ASK Gezhouba Tanah Kuning, Mangkupadi. Infrastruktur kawasan industri dan fasilitas publik Tanah Kuning Kawasan Industri. Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning. SEB-KPP-state grid integrated solution: Mentarang Induk & Kabama Induk HEP’s. Kayan hydro energy, Kabupaten Bulungan. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sembakung, Distrik Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan. PLTU batubara berkapasitas 1.000 Mw Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI), Tanah Kuning, Mangkup. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Idehei & Gezhouba, Sungai Kayan dan Sungai Bahau. PT Prime Steel Indonesia, Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan. Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Dimetyl Ether (DME), Tanah Kuning, Mangkupadi, Kabupaten Bulungan. Proyek kluster alumunium PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), Tanah Kuning. Ketiga. Proyek di Sulawesi Utara. Kawasan pariwisata Likupang, Tanjung Pulisan, Minahasa Utara 2. Kawasan industri Bitung. Keempat. Proyek di Bali: Taman teknologi Pulau Kura-Kura.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan delapan proyek di luar empat koridor prioritas tersebut, meliputi: Coal Fired Power Plant (CFPP) berkapasitas 2x350 Mw di Celukan Bawang, Bali. Pembangkit listrik skala menengah di berbagai lokasi di Pulau Jawa. Mine mouth Coal Fired Power Plant (CFPP) Kalselteng 3 berkapasitas 2x100 Mw dan Kalselteng 4 berkapasitas 2x100 Mw, Kalimantan Tengah. Pembangunan gedung Signature Tower. Kawasan ekonomi khusus Indonesia-China di Jonggol, Jawa Barat. Kawasan industri terpadu Ketapang. Pengentasan kemiskinan dan penanaman kembali kelapa sawit. Kolaborasi internasional Meikarta Indonesia-China.
Kegagalan BUMN
“ Sepertinya, Indonesia kehilangan harapan atas proyek strategis BRI.” Kata teman saya. Itu mengacu kepada beberapa proyek yang belum ada keterlibatan China. Mometum keberadaan proyek BRI di awal kekuasaan Jokowi tidak dimanfaatkan secara optimal oleh BUMN. Padahal harapan Jokowi keberadaan BRI itu bisa sebagai pintu masuk investasi China dalam skema B2B untuk proyek infrastruktur yang sangat diperlukan oleh Indonesia.
Menurut saya, kesalahan terbesar gagalnya proyek BRI itu lebih kepada kegagalan kementrian untuk memanfaatkan skema pembiayaan yang ditetapkan Jokowi. Engga percaya? proyek dengan skema soft loan diluar ketentuan Jokowi malah semua selesai dibangun. Data terakhir yang dirilis Bank Indonesia melalui Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) April 2019, menunjukkan status terakhir posisi utang luar negeri pada Februari 2019 dari Pemerintah China sebesar 17,7 Miliar USD atau setara dengan 248,4 Triliun dengan kurs 14.000. Lebih spesifik di kelola Pemerintah sebesar 22,8 Triliun dan BUMN sebesar 225,6 Triliun. Itu setara dengan 42% total anggaran BRI untuk Indonesia.
Indonesia juga diketahui telah menerima pinjaman senilai US$ 4,42 miliar atau setara Rp 63 triliun pada periode yang sama melalui skema Official Development Assistance (ODA), serta pinjaman melalui skema Other Official Flows (OOF) sebesar US$ 29,96 miliar atau setara Rp 427 triliun. Indonesia termasuk 10 negara penerima pinjaman terbesar dari Tiongkok melalui dua skema tersebut. Kan konyol.
Jadi yang dapat saya simpulkan bahwa proyek BRI dalam skema B2B engga jalan. Sementara G2G atau soft loan, lancar. Memang hutang itu lebih mudah daripada B2B. Karena tidak dikontrol oleh mitra dari China. Mudah dibancaki. Tetapi yang menanggung resiko Mark up adalah negara dan itu berdampak kepada tekanan neraca pembayaran berupa cicilan dan bunga. Justru skema soft loan dari China paling banyak dilakukan oleh BUMN. Yang menyedihkan lagi adalah soft loan itu pada proyek (PLTU) yang tidak ramah lingkungan. Sebagian besar melindungi penambang batubara dari kebangkrutan. Melindungi bisnis rente. Dan tidak ada dampak peningkatan neraca perdagangan seperti pembangunan KEK dan pelabuhan untuk relokasi Indusri dari China.
Apa artinya? Mental korup. Rakyat dengan tulus mendukung Jokowi. Kadang kasihan dengan Jokowi yang kerja keras siang malam. Tetapi jajarannya tidak semua amanah. Semoga belum terlambat. Masih ada 3 tahun lagi. Semoga 58% anggaran BRI kita bisa semua B2B. Kalau pejabat tidak mampu negosiasi dan tidak bisa profesional memenuhi stadar kepatuhan proyek B2B, sebaiknya mundur sajalah.
***
Tahun April 2020, PLN mengajukan reprofiling utang ( Penjadwalan tahun depan) kepada perbankan. Total hutang itu per akhir kuartal I 2019 mencapai Rp394,18 triliun. Hutang itu ke bank lokal maupun asing. Bank Asing diantaranya adalah DBS Group, Korea Development Bank, MUFG Financial Group, Oversea-Chinese banking Corp, Sumitomo Mitsui Financial, United Overseas Bank, Bank of China dan Cathay United Bank.
Tapi tahun yang sama bulan desember 2020, PLN malah tarik lagi pinjaman sebesar Rp, 7 triliun darii Citibank, DBS Bank, JPMorgan, KfW IPEX Bank, Landesbank Baden-Württemberg (LBBW), OCBC, Standard Chartered Bank, dan SMBC. Pinjaman tersebut dijamin oleh Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) yang merupakan Grup Bank Dunia. Dan ini tentu masuk sovereign Guarantee. Artinya kalau engga bisa bayar ya negara harus bailout. Saya tidak tahu, apakah tahun ini akan lakukan reprofiling lagi atau pemerintah Bailout.
Padahal tahun 2015, Jokowi terbang ke Beijing bersama team ekonomi. Disepakati Dana infrastruktur dari China sebesar USD 50 miliar. Anggaran itu diberikan melalui dua bank besar, yakni China Development Bank (CDB) dan Industrial and Commercial Bank of China (ICBC). Masing-masing, CDB memberikan USD 30 miliar dan USD 20 miliar dari ICBC. Tetapi dalam pelaksananya, dana sebesar itu lebih banyak diusulkan oleh BUMN dalam bentuk pinjaman. Yang rakus terima pinjam itu adalah PLN dan Antam. Masih ada sisa anggaran belum dicairkan dan China lebih cenderung B2B.
Sebagai rakyat jelantah, saya sedih. Karena begitu lelah presiden menarik investor tetapi dalam implementasinya para pejabat lebih focus dapatkan skema hutang, dan itu pada akhirnya minta negara jamin. Kalau semua pada akhirnya pemegang saham yang menyelesaikan soal permodalan dan keuangan, lantas untuk apa tuan tuan direksi dan komisaris dibayar mahal? Dan bergaya seperti orang hebat dan peduli?
Dari awal saya mendukung Jokowi karena kebijakannya pada proyek infrastruktur adalah lebih kepada B2B. Ini menuntut kualifikasi direksi dan komisaris BUMN berkelas dunia. Maklum B2B itu kemitraan international. Mereka harus paham hukum international dengan segala proses negosiasi yang rumit. Tapi nyatanya dari laporan yang ada, dari lima tahun berjalan, malah skema hutang diperbesar. Dan periode kedua ini, cara cara hutang tetap dijadikan prioritas mereka.
Yang saya kawatir adalah dampak sistemik atas perbankan dalam negeri. Karena semua bank dalam negeri terutama Bank BUMN berdarah darah menghadapi cash flow BUMN yang tersendat. Kalau tidak ada restruktur cepat dari segi permodalan, itu akan menimbulkan NPL berskala gigantik. Dampak sistemik tak bisa dihindari. Sementara penundaan hutang luar negeri akan berdampak pada tekanan neraca pembayaran kalau pemerintah terpaksa bailout. Ini berdampak kepada ketahanan APBN yang akan semakin besar defisit.
Saran saya:
Pertama, pemerintah perlu membentuk team hutang BUMN segera. Adakan evaluasi penyeluruh. Yang masuk katagori PSO , ya silahkan cepat bailout. Selesai masalahnya. Yang tidak masuk PSO, segera restruktur lewat spin out asset dalam kuridor B2B dengan kreditur. Kalau kreditur tidak mau, cari investor yang berminat untuk refinacing. Saya yakin akan banyak investor yang berminat bila tender terbuka. Dengan demikian neraca BUMN sehat lagi. Kembali seperti arahan Jokowi.
Kedua, lakukan rasionalisasi secara luas. Contoh TELKOM, sebaiknya lebih baik kurangi karyawan sampai 90%. Sisanya arahkan ke outsourcing. Bisnis infrastruktur tidak perlu karyawan banyak. Bisa pakai robot atau Artificial intelligence (AI). PLN juga sama. Lakukan pengurangan karyawan. Rasio karyawan PLN terhadap modal tinggi sekali. Kalah sama malaysia. Pekerjaan pelayanan lebih baik oursourcing kan. Jadi biaya variable, bukan biaya tetap. Ini akan membuat BUMN jadi lentur terhadap goncangan.
n
Ketiga, harus biasakan peyelesaian masalah secara terstruktur dan komprehensif. Jangan lagi dengan cara menunda masalah seperti divest dan merger. itu sama saja bohongi rakyat sebagai pemegang saham. itu hanya menunda masalah, bukan menyelesaikan masalah.
Keempat, anda semua dijajaran pejabat sekarang adalah orang berjasa menjadikan Jokowi sebagai Presiden. Cintailah beliau dengan tulus sebagaimana beliau mencintai rakyat. Jujurlah dan berilah kinerja dengan solusi terbaik atas setiap perintah beliau. Jangan ABS. Udah capek rakyat puluhan tahun begitu aja terus
Saya mendukung Jokowi bukan karena kultus Individu. Saya dukung karena saya tahu, Jokowi berniat baik untuk Indonesia lebih baik. Kalau dalam perjalanannya saya kadang mengkritik Pemerintah, itu karena tanggung jawab saya kepada Tuhan yang telah memilih Jokowi sebagai Presiden. Saya tidak ingin terjebak dalam politik suka tidak suka. Atau Kadrun vs Cebong. Engga. Saya focus kepada akal sehat. Mengapa? Sumber masalah terbesar Jokowi bukanlah di luar ring dia. Tetapi di dalam ring kekuasaan dia sendiri. Mereka inilah yang bertanggung jawab paling besar terhadap kegagalan program Jokowi dan tentu berjasa paling besar kalau sukses.
Suka tidak suka. Jokowi itu bekerja atas dasar sistem negara yang tidak mungkin dia ubah kecuali laksanakan dengan patuh. Dalam sistem kekuasaan itu, tidak semua pihak punya niat baik seperti Jokowi. Karenanya mencintai Jokowi adalah juga mengkritik dia. Mengingatkan dia apa yang salah dan harus dibenahi dan apa yang harus ditingkatkan.
Kalau tidak ada kritik, terus memuji maka kita sama saja membiarkan Jokowi dimangsa predator yang ada di lingkaran kekuasaannya, yang pada waktu bersamaan mereka hembuskan kesalahan kepada pihak di luar kekuasaan. Adanya ancaman pihiak luar. Padahal ancaman itu dari mereka sendiri yang memegang sumber daya negara secara luas. Saya tidak mau begitu. Kalau karena kritik saya itu,orang tidak suka, ya bukan urusan saya. Saya menulis karena Tuhan, bukan karena berharap like atau dapat donasi dari iklan atau apalah.
No comments:
Post a Comment