Sunday, July 4, 2021

Fenomena bisnis dan bank digital

 



Fenomena bank digital

Saat sekarang rame rame boss bikin bank digital. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan mencatat, sebanyak 7 bank nasional sudah dalam proses menuju go-digital diantaranya Bank BCA Digital, PT BRI Agroniaga Tbk, PT Bank Neo Commerce Tbk, PT Bank Capital Tbk, PT Bank Harda Internasional, PT Bank QNB Indonesia Tbk, dan PT Bank KEB Hana. Padahal kita tahu semua bank sekarang sedang proses restruktur kredit sampai tahun 2022. Program restruktur itu pakai dana APBN lewat PE-Covid 19. Apakah mereka focus dengan Corenya? Entahlah 


Di china saja yang penduduk 5 kali dari Indonesia hanya punya dua bank digital. Tetapi Indonesia ada 7, kemungkinan akan terus bertambah. Kalau saya perhatikan, peluang pelonggaran sengaja dibuka pemerintah agar distribusi mudah bisa meningkat 15%. Berharap dari peningkatan 15% itu bisa berdampak kepada pertumbuhan ekonomi diatas 5%. Apa iya semudah itu? Saya meliat tak lebih cara berpikir oportunis. Sama seperti tahun 1988 ketika iZin bank dipermudah. Mendadak semua orang jadi banker. Pedagang Glodok jadi banker. Endingnya, 10 tahun kemudian, ekonomi kita collaps.


Sebetulnya fungsi bank bukan hanya alat distribusi modal tetapi yang lebih penting mendidik wirausaha dan publik untuk belajar mematuhi standar yang Bangkble. Artinya ada tanggung jawab membina daripada sedekar mencari rente. Dengan itu diharapkan penyaluran kredit adalah juga proses selektif untuk siapa saja yang pentas tampil sebagai wirausaha. Tidak mungkin 100 orang yang  butuh modal bisa  melaksanakan mindset wirausaha. Paling banyak 3%. Mengapa ? Mengakses perbankan butuh memahami literasi keuangan agar bisa memenuhi standar kepatuhan. 


Nah apa jadinya 100 orang itu dapat kredit lewat bank digital dengan standar kepatuhan yang longgar. Tidak perlu tatap muka. Tidak perlu proposal. Sehingga tidak perlu banyak staf analis kredit. Kantor cabang bank engga perlu lagi ada dimana mana. Karena semua sudah diatur dalam platform Aplikasi berbasis IT system. Memang mudah kerjanya. Mudah dapatkan rente seperti Pinjol. Tetapi menyimpan bom waktu dengan resiko kredit macet berkala gigantik dan dampak sosial yang luas. 


Kalau terjadi gagal bayar diatas 5%,  itu akan berdampak sistemik. Sistem perbankan akan runtuh. Ekonomi nasional juga runtuh. Lebih berat daripada krisis 1998.  Jadi saran saya, bank digital itu engga perlu banyak atau engga perlu ada. Yang perlu diperluas itu adalah platform IT dengan skema B2B dalam satu cluster. Misal cluster pertanian. Didalamnya terhubung dengan semua stakeholder. Mereka yang lolos masuk sebagai member cluster pertanian itulah yang dapat mengakses sistem pembiayaan perbankan.


Peran menteri perdagangan, perindustrian, pertanian, Kesehatan, perhubungan, keuangan, dll harus ada sebagai penyedia clearing House agar cluster per sektoral itu menjadi super curridor Indonesia incorporate untuk mengakses pembiayaan. Jadi yang diperlukan itu adalah bank yang menyediakan platform interface secara IT dengan sistem cluster itu. Bukankah tugas bank sebagai agent of Development, bukan pencari rente dengan ngumpulin uang receh dan murah lewat digital system dan menyalurkannya dengan skema rente juga. Ubah dech kelakuan itu. Kenapa rakus banget!!!


Fenomena bisnis.

Di china banyak super market tutup karena dikalahkan oleh jaringan retail online. Itulah korban akibat tekhnologi. Tetapi ada peluang lain dari ratusan super market yang rontok itu. Ada ribuan pemasok dan pabrik kehilangan bisnis memasok super market. Ada banyak karyawan yang kena PHK. Kemudian muncul masalah sulitnya dapatkan driver  untuk delivery. Karena semakin ketatnya aturan China terhadap driver ojol. Disamping dapat fee atas jasa, Pihak provider ecommerce harus memberikan UMR kepada driver ojol dan jaminan asuransi. Sementara perkembangan bisnis online semakin meluas. 


Akhirnya tumbuh peluang baru. Apa itu? Outlet grosir berukuran mini atau mini grosir.  Mini grosir itu juga bertindak sebagai agent langsung dari pabrik. Umunya mereka menjual 3 jenis produk saja. Barangnya berupa kebutuhan umum dan sembako. Sistem stok  menggunakan IT system. Setiap perubahan  stok, diketahui secara real time oleh pabrik. Kalau stok berkurang dari based stock, tidak lebih 3 jam, barang sudah sampai di outlet. Dengan demikian, outlet grosir tidak perlu stok dalam jumlah besar. Tentu tidak diperlukan modal besar. Ukuran UKM bisa jalankan. Ada banyak outlet grosir semacam itu di China.


Hebatnya, ada lagi aplikasi yang memungkinkan setiap orang bisa jadi reseler barang. Umumnya mereka yang tinggal di apartement atau tidak jauh dari outlet grosir. Jumlah reseler ini ratusan juta di China. Mereka ambil barang dari outlet grosir itu. Di Shenzhen, saya pesan odol dan sabun melalui aplikasi. Dalam hitungan detik, ada yang accept. Dalam 5 menit sudah ada yang ketok pintu apartement saya. Penjualnya tinggal disebelah gedung apartement saya. Ya dia hanya jalan kaki saja. Wilayah marketnya tidak jauh dari tempat tinggal dia. 


Bahkan bukan itu saja. Di China sudah dilarang tempat karaoke menyediakan PL. Jadi kalau anda perlu teman kencan untuk karaoke. Bisa pesan lewat online. Dalam tiga detik akan muncul profile beberapa wanita yang posisinya tidak jauh dari anda.  Kalau anda sudah pilih, maksimum 5 menit sudah sampai di tempat anda. Jadi anda pergi ke karaoke sudah dengan pasangan.

Semua transaksi itu menggunakan digital cash. Hampir semua orang CHina punya akun cash digital. Berkat IT, semua orang punya pendapatan sampingan. Semua mendapatkan peluang. Tidak saling mematikan tetapi saling mendukung. Kalau tadinya pasar dikuasai segelintir orang, kini peluang pasar terbuka lebar bagi siapa saja yang mau kerja.


Bagi anak muda Indonesia , ini peluang. Karena banyak supermarket kini yang tutup. Banyak warung sembako rumahan yang tutup karena retail Modern seperti Indomaret dll. Nah mereka warung sembako itu bisa diubah jadi outlet grosir. Ada banyak karyawan supermarket yang kena PHK. Mereka bisa jadi reseler.  Tugas anda, adalah  membuat software stockis online untuk mini outlet grosir dengan pabrikan dan aplikasi reseler antar sendiri. Silahkan 


***


Desember 2020 Gojek akusisi saham Bank Artos (Bank Jago). Ini langkah kuda bagi Gojek untuk memperkuat ekosistem bisnis digitalnya. Harga akuisisi perlembar saham Rp. 1.150. Sebelumnya  tahun 2016 ketika IPO harga Rp. 132 perlembar. Hitung aja berapa naiknya. Tetapi setelah diakusisi oleh Gojek harga terus naik, dan pernah mencapai Rp. 11.375 perlembar. Dahsyat kan. Apakah harga itu gorengan? engga juga. Fluktuasi harga tetap wajar dikisaran diatas Rp.  9000. Mengapa? Alasannya ? pertama, Gojek punya user aktif 40 juta. Belum lagi dengan mergernya Gojek dengan Tokopedia, jumlah user semakin besar. Semua user itu berpotesi menjadi nasabah bank Artos.


Peluang business digital ini dibaca dengan smart oleh Antony Salim. Tetapi Antony tahu lawannya di bisnis digital adalah Gojek dengan deretan investor kelas kakap dibelakangnya. Karenanya strategi Antony adalah mengandalkan  bisnis tradisional yang sudah dikuasai sebelumnya ( Jaringan ritel indomaret lebih dari 17000 gerai). Semua gerainya terhubung dengan cash management secara online dan menjadi marchant bagi semua fintect pembayaran online. Artinya keberadaan bisnis offline berupa gerai telah menjadi penentu dari ekosistem bisis digital. Mengapa ? bagaimanun bisnis offline berupa geray punya market yang established. Beda dengan online yang pasarnya rapuh.


Anthoni Salim juga membeli saham  PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) sebesar 9 persen yang nilai pasarnya mencapai Rp 12,72 triliun. Seperti diketahui, Emtek adalah induk dari e-commerce, Bukalapak atau cucu usahanya. Kepemilikan Emtek di Bukalapak melalui anak perusahaannya, PT Kreatif Media Karya (KMK). KMK merupakan pemegang saham utama Bukalapak dengan porsi kepemilikan mencapai 38%. Sedangkan, KMK dimiliki sepenuhnya oleh EMTK dengan porsi kepemilikan saham sebesar 99,99%. Pendiri EMTK  adalah Edi Sariaatmadja adalah ex eksekutif dari NAPAN Group yang juga keluarga dari Salim Group. Bukalapak IPO, sahamnya tentu punya prospek bagus karena didukung oleh ekosistem bisnis digital yang terhubung dengan Antony Salim.


Saat dia mulai serius ekspansi ke bisnis digital, dia lebih dulu kuasai infrastruktur data center. Dia kuasai saham DCII. Dengan demikian dia kuasai dua hal yang sangat penting dalam pengembangan bisnis digital. Apa itu? Infrastruktur IT dan Jaringan gerai ( offline) dan Bukalapak (online). Dua hal ini membuat dia penentu dalam aliansi strategis dengan semua mereka yang terlibat dalam ekosistem binis digital. Ini dibaca oleh investor bursa. Itu sebabnya ketika Antony beli saham DCII, harga saham terus melambung ribuan persen. 


Antony bersama CT sudah punya Bank Mega, yang telah akusisi Bank Harda. Harga saham Bank Harda terus naik setelah diakuisi CT. Antony sendiri juga punya bank lain seperti Bank INA. Bahkan ketika persetujuan aksi korporasi rights issue oleh PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA), itu artinya Salim akan meningkatkan kepemilikan sahamnya. Harga terus melesat kencang. Dalam 3 bulan saham BINA terbang 292% dan sudah naik 642% sejak awal tahun sehingga BEI terpaksa memberikan cap UMA ( Unusual Market Activity) terhadap saham bank mini ini.


Bagaimanapun ini baru tahap aksi korporat. Masih transaksi future. Belum realitas. Masih butuh waktu untuk process membuktikan ramalan investor itu sesuai dengan ekspektasi. Yang harus diperhatikan OJK adalah perkuat aturan ekosistem bisnis digital agar investor dan konsumen tidak dirugikan dikemudian hari. Hal yang sangat berbahaya dan harus dijadikan catatan oleh OJK atar fenomena bisnis digital ini adalah sebagai berikut :


Pertama. Penguasaan bisnis digital oleh segelintir orang yang menguasai ekosistem bisnis dan terhubung dengan perbankan jangan sampai mematikan bank kecil. Mengapa? bank lain tidak akan mungkin bisa membangun infrastruktur IT sehebat Gojek dan Antony yang menguasai jaringan bisnis tradisional ( offline). Kalaupun mereka merger untuk memperkuat daya saing, namun itu tidak akan efektif. Mengapa ? pasarnya sudah dikuasai oleh dua group besar itu. Jadi OJK harus antisipasi ini. Negara harus hadir menegakan keadilan bagi dunia usaha.


Kedua. Karena bank digital mengandalkan Fintech jangan sampai standar kepatuhan kredit atau penyaluran dana ke nasabah melanggar aturan. Jangan sampai standar kepatuhan yang berkaitan dengan KYC dilanggar. Karena bisa jadi wahana cuci uang. Jangan sampai dinding api ( firewall ) antara bank sebagai agent of development dan Fintech sebagai toolss dijebol. Sehingga menimbulkan fraud moneter seperti kasus Ali Pay dari An Financial di China. Sistem IT OJK harus canggih yang sehingga bisa mendeteksi kalau terjadi pelanggaran.


Ketiga, awasi dengan ketat porfolio dari Lembaga Dana Pensiun dan Asuransi. Jangan sampai mereka ikutan goreng  saham bisnis digital. Ini berbahaya. Karena kenaikan saham bisnis digital pada tahap awal biasanya  digerakan oleh pemain hedge fund. Ini high risk. Jangan sampai terulang lagi kasus Jiwasraya, ASABRI dan lainnya.


Karena perubahan zaman, bagaimanapun bisnis digital tidak bisa dihalangi. Yang penting pastikan kehadiran bisnis digital itu memberikan manfaat besar  bagi rakyat dan merupakan cara terbaik untuk memberikan akses  keuangan dan bank kepada publik secara luas.

No comments: