Dalam kasus BLBI terhadap obligor pada awalnya melewati skema Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) sebagai bentuk personal guarantee (PG). Itu dilakukan dengan instrumen Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dan Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA). Jadi MSAA dan MRNIA dibuat untuk mempercepat penyelesaian utang BLBI. Artinya bagi bagi bank penerima utang BLBI yang mempunyai iktikad baik untuk menandatangani PKPS baik berupa MSAA atau MRNIA, akan diberikan jaminan dengan klausula Release & Discharge (pembebasan dan pengosongan) yang merupakan bentuk pembebasan penuntutan aspek pidananya.
Ketentuan Release & Discharge menyatakan bahwa tidak akan menuntut secara pidana terhadap PSP bank dan pengurus serta karyawan bank apabila telah diterima pembayaran atau pelunasan dari PSP bank baik yang berupa kredit melanggar BMPK bagi bank berstatus Bank Take Over (BTO) dan melanggar BMPK dan BLBI yang berstatus Bank Beku Operasi (BBO) atau Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU).
Namun perkembangannya MSAA dan MRNIA itu tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh para obligor BLBI. Ada sebesar lebih Rp. 100 triliun asset dari kredit yang melanggar BMPK tidak clean. Itu menjadi tanggung jawab obligor untuk setor atas kekurangannya. Dan menjadi hak tagih bagi pemerintah. Tapi sejak era SBY tidak pernah ditagih secara serius dan selalu ditempuh cara perdata. Namun tahun 2021 Jokowi mengeluarkan Kepres no 6 tahun 2021, membentuk Satgas BLBI. Tahun 2023 tugas ini harus selesai. Secara hukum ini jelas ranah pidana, bukan lagi murni perdata. Karena data asset yang diserahkan sesuai MSAA dan MRNIA, sebagai prasyarat keluarnya SKL sebagian bodong. Sehingga menyulitkan pemerintah untuk menguasai dan menjualnya.
Apakah efektif Satgas BLBI itu” Tanya saya kepada teman waktu kami bertemu di lounge executive hotel. “ Kalaulah benar tagihan BLBI kepada obligor itu punya plitical will kuat, kenapa engga langsung mereka ditangkap, jebloskan ke penjara? Kan udah jelas mereka itu fraud. Teken MSAA tapi aset yang diserahkan untuk pembayaran utang ternyata bodong. Kalau mereka langsung ditangkap , tentu tagihan bisa efektif dan proses hukum lebih ada kepastian. Tetapi mengapa hanya sekedar panggil dan ajak mereka patuh membayar utangnya ? Kalau mereka memang punya niat baik dan patuh dengan komitmennya, utang itu sudah mereka bayar sejak 10 tahu lalu. Atau sejak era SBY sudah mereka lunasi.
Ini bisa jadi bagian dari poltik menjelang 2024. Para obligor itu berpikir sederhana. Daripada bayar utang yang mencapai Rp 100 triliun lebih, akan lebih baik mereka sokongan dukung capres pada pemilu 2024. Tentu dengan Deal tersendiri. Sebelumnya juga begitu. Lebih hemat dan sekaligus bisa membeli kekuasaan untuk mendapat bisnis rente dan menambah pundi uang mereka di luar negeri. “‘Kata teman saya.
Terus mengapa sulit sekali bersikap tegas kepada mereka? Padahal Pasal 78 ayat (1) angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, memiliki masa daluwarsa selama 18 tahun. Jadi kalau dihitung dari tahun 2004 maka tahun depan kasus BLBI sudah kadaluwarsa . Atau tinggal 4 bulan lagi amsiong kalau engga bisa tagi. “Tanya saya lagi.
“ Itu karena mungkin saja mereka kantongi bukti kesalahan yang bisa menjerat partai atau elite poltik masuk penjara atau jadi skandal. Sama seperti di DKI, KPK dan jaksa Agung engga berani jadikan Anis tersangka karena team Anies punya bukti yang bisa menjerat elit sebagai pesakitan. Yang saling sandera lah mereka. Maklum tidak ada uang negera bisa mengalir besar tanpa ada skema berbagi. Dan semua itu karena untuk menang pemilu perlu uang.
Kalau obligor terus ditekan, bukan tidak mungkin Anies bisa maju jadi capres 2024. Tentu itu berkat konsorsium obligor BLBI, kartel partai yang mengusung dan mendukungnya. Mengapa? Karena dia bukan kader partai dan tidak ada resiko politik bagi partai. Golongan Islam akan ada dibelakangnya. Ya seperti pemilu tahun 2004, ketika SBY maju dengan partai baru berdiri dengan jargon “ asal bukan Mega”. SBY menang mudah. Nanti juga akan ada jargon yang sama. Jadi kembali Mega kecolongan untuk sekian kalinya.
Yang jelas yang paling mudah bicara dan deal dengan obligor sekarang adalah partai koalisi PDIP dan ring kekuasaan Jokowi. Mereka sedang berusaha cari gerbong baru setelah Jokowi usai periode kedua. Its all about business” lanjut teman. Saya tersenyum pahit. Semoga ada ketegaran Jokowi memerintahkan jaksa Agung untuk paksa obligor BLBI bayar lewat kurungan badan.
No comments:
Post a Comment