Andaikan setelah perang dunia kedua tidak ada ambisisi geopolitik AS untuk hegemoni terhadap kawasan dunia, tidak akan ada perang dingin dengan Uni Soviet. Tidak akan ada invasi ke Irak, Libia, Suriah, Kwait, Afganistan, dan di Amerika latin. Tidak akan ada keterpurukan ekonomi AS seperti sekarang ini. Tentu tidak akan mungkin AS berhutang ke China dan Jepang untuk tutupi APBN nya yang defisit. Tentu AS sekarang akan jadi negara terkuat dibidang Ekonomi dan Sains. Mengapa ? Ongkos untuk melaksanakan kebijakan geopolitik itu mahal dan pasti korup. Korupsinya sangat sistematis dan cepat sekali menggerus fundamental ekonomi negara.
Yang jelas, sulit dijadikan skandal korupsi. Mengapa ? karena berhubungan dengan militer dan intelijent. Pastilah tidak transfarans. Alasan mengapa akhirnya Habibie melepas Timor leste? Karena Habibie kaget. Ternyata biaya militer di Timor Timur lebih gede dari APBD Papua. Mengapa akhirnya DOM (Daerah Operasi Militer ) di Aceh di hentikan dan terpaksa menerima konsep perdamaian dengan GAM. Karena DOM itu jadi sumber korupsi yang tak bisa diaudit. Yang minta lebih galak daripada yang ngasih. Kalau ditanya pengeluaran, pestol keluar. Kan repot. DOM Papua digantikan dengan KKB oleh Jokowi dengan alasan sama. Agar transfaran.
Di era sebelum tahun 2008, geopolitik itu masih menjadi standar negara untuk mempertahankan kekuasaan wilayahnya. Belanja militer bukan hanya untuk perang tetapi untuk tujuan geopolitik. Agar tidak diganggu oleh Negara lain atau bisa juga ancam negara lain. Dari anggaran itu industri mesin perang mendulang laba. Para pedagang, broker, politisi, Jemderal, kaya raya. Setelah krisis Lehman tahun 2008, orientasi negara tidak lagi sepenuhnya pada geopolitik tetapi geostrategis. Apa itu geostrategis? Kebijakan politik international atas dasar ekonomi dengan tujuan untuk kepentingan domestik. Mengapa ? Kegagalan Geopolitik vs geostrategis dapat dilihat dari laboratorium komplik di Suriah, Yaman, Libia. Terbukti ongkos mahal yang dikeluarkan Arab saudi dan AS beserta sekutu di wilayah tersebut tidak berhasil mencapai tujuan geopolitik. Justru setelah ongkos keluar banyak, mereka bingung mau gimana selanjutnya? Ditengah kebingungan itu, China dan Rusia masuk menawarkan solusi yang bersifat NATO ( no alternatif to objection). Artinya menerima konsep geostrategis China dan Rusia.
“ Ya udah. Kan lue orang sudah keluar uang banyak amankan wilayah. Engga juga selesai. Sampai kapan mau terus begini. Biar lue engga hilang muka, biar kita masuk dan kita damaikan semua pihak, setelah itu kita dagang bareng. Kan everybody happy. Kita bisa pesta tiap hari tanpa pusing lagi dengan proposal militer minta ongkos perang. “ Kira kira begitu alasan geostrategis. Yang membuat negara besar seperti AS dan Eropa dalam keadaan tidak bekutik, karena geostrategis China yang sukses di Afrika , Asia Tengah, Timur Tengah, Asia Tenggara dalam program OBOR/ BRI ( China's Belt and Road Initiative), memberi inspirasi negara lain untuk menolak hegemoni dalam bentuk geopolitik. Apalagi krisis financial membuat negara sudah sulit mendapatkan sumber dana murah. OECD menolak segala pembiayaan perang dengan alasan kemanusiaan.
Kini era Geostrategis. Tidak ada lagi mainan perang karena alasan politik. Sementara politik perlu ongkos, ya ganti dengan skema pendemi dan bencana ( climate change). Lagi lagi ini underlying yang tak bisa penguasa disalahkan walau anggaran jumbo keluar. Ya esensinya sama saja geopolitik dan geostrategis. Bedanya, geopolitik menggunakan mesin perang, sementara geostrategis gunakan kampanye media massa dan sosial media. Geostrategis menghasilkan keseimbangan ekonomi dan memacu ekslusifitas penguasaan sumber daya kepada elite korporate. Dalam hal korban kemanusiaan sama saja.
No comments:
Post a Comment