Wednesday, March 1, 2023

Bisnis dibalik perang Ukraina

 



Setelah setahun serangan Rusia terhadap Ukraina, bagaimana keadaan kedua belah pihak? Yang pasti Ukraina kalah telak. Jangankan mengalahkan Rusia, merebut kembali 18% wilayah yang dikuasai Rusia itu hampir tidak mungkin. Lantas apa penyebabnya ?  Keyakinan Volodymyr Zelenskyy bahwa menantang perang Rusia akan memicu keterlibatan Eropa dan AS (Nato). Perang akan meluas dan cepat selesai. Ternyata strategy Zelensky yang menjadi keyakinannya meleset alias Gatot atau gagal total. NATO tidak mau terlibat. Justru NATO hanya berusaha membatasi agar perang tidak meluas ke Eropa. Caranya? memberikan bantuan senjata dan logistik kepada Ukraina. Hanya sekedar membantu Ukraina agar tidak kalah total dan perang bisa berlanjut kepada gencatan senjata menuju kesepakatan damai.


FAktanya NATO tidak bisa memberikan bantuan penuh kepada Ukraina. Karena setiap bantuan militer diterima oleh Ukraina seakan mengundang Rusia untuk memukul lebih keras. Serangan udara Rusia telah merusak 70% infrastruktur ekonomi Ukraina. Sistem pertahanan udara yang disuplai NATO seperti IRIS-T, NASAMS, dan Patriot, tidak efektif menangkal serangan udara Rusia. Sementara sebagian besar peralatan militer Ukraina buatan Rusia. Kini stok sparepart sudah menipis. Hampir sulit untuk melakukan serangan balik. Kecuali bertahan saja. Apalagi pasokan listrik sangat kurang.


Di sisi lain semua tahu. Peralatan militer Rusia sangat lengkap dan canggih. Sangat efektif dan punya presisi tinggi.  Menurut thinktank London Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS), Rusia memiliki lebih dari 4.000 tank operasional – jumlah yang sangat besar, yang tidak hanya menimbulkan ancaman signifikan terhadap tank Leopard Barat, tetapi juga memungkinkan Rusia untuk melancarkan serangan kapan saja.


Kini perang selama setahun ini, telah menewaskan 100.000 lebih tentara Ukraina. Spirit tentara sudah menurun. Mobilisasi pasukan tentara saat ini menggunakan pasukan cadangan, bahkan usia 60 tahun dikirim ke garis depan. Sebaliknya, Rusia akan segera memanggil 200.000 wajib militer baru, dan bahkan mungkin ada hingga 500.000 lagi yang akan datang di musim panas. Moskow memiliki sekitar 30 juta orang yang berpotensi dipanggil.


Rusia mendapatkan keuntungan dari perang ini, terutama keuntungan politik. Apa itu? mematikan rencana strategis Ukranian akan menjadi anggota NATO. Mengapa ? Menurut Institut Studi Ekonomi Internasional Wina (WIIW), pemulihan ekonomi Ukraina terbukti jauh lebih sulit daripada yang diprediksi oleh Dewan Nasional untuk Pemulihan Ukraina. Walau sudah ada gencatan senjata sekalipun, tidak mungkin Ukraina bisa bergabung dengan NATO. Kalaupun mungkin. Itu akan membutuhkan waktu lama untuk memperbaiki insfrastruktur ekonomi yang rusak.


Dengan  tersebut diatas maka sebenarnya pihak NATO berusaha mencari segala cara agar terjadi gencatan senjata. Tapi upaya diplomasi damai terkendala oleh sikap Zelenskyy yang kepala batu. Padahal sarat Rusia hanya satu, yaitu Zelenskyy turun sebagai Presiden.




“ Masalahnya Zelenskyy itu bukan negarawan tetapi dia artis. Dia tidak punya strategi hebat untuk kepentingan nasional Ukraina. Dia hanya menjalankan agenda konglomerat financial agar saham mereka di perusahaan MIGAS dan Industri Militer terus naik. Karena perang itu, harga MIGAS naik di pasar dunia, yang sebelum perang harga Crude pernah jatuh dibawah USD 50/barel, kini sekitar USD 70- 100/barel. LNG tadinya USD 4-8 MMBTU tapi sekarang USD 48 MMBTU. Belum lagi karena perang itu investasi sektor energi fosil kembal bergairah  lagi. Di samping itu  perang Ukrania ini meningkatkan penjualan Industri Alat perang AS dan Eropa. Harga melambung karena baja dan nikel, timah juga naik. Walau semua itu program batuan tetapi tetap saja utang, yang kelak harus dibayar Ukraina setelah perang usai. " kata teman fund manager di London.


Ekonomi Rusia ?


Tidak butuh waktu lama setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, Rusia kena sanksi Embargo ekonomi dari AS dan Barat. Sanksi kepada Rusia adalah yang paling keras dan paling komprehensif dalam hampir satu abad. Secara khusus, memutuskan hubungan Rusia dengan sistem keuangan internasional, dalam ekonomi global, dianggap sebagai langkah mematikan ekonomi Rusia. Tetapi apakah Rusia tumbang? Tidak. Tetap bisa bertahan dan bahkan tumbuh. Mengapa ?


Pertama. Sejak tahun 2014 Rusia sudah mengurangi utang luar negerinya. Sehingga mereka tidak sepenuhnya tergantung dengan pembiayaan eksternal. Utang eksternal bruto Rusia menyusut dari 41% PDB pada 2016 menjadi 27% pada 2021.


Kedua. Secara paralel, Rusia mengakumulasi cadangan devisa—lebih dari $600 miliar dalam bentuk emas, dolar AS, dan mata uang lainnya, sebagian besar diperoleh melalui ekspor minyak dan gas. Pada tahun 2014 juga, Rusia mulai mengembangkan alternatif untuk SWIFT, jaringan perpesanan yang menopang transaksi keuangan global. Jadi sanksi mengeluarkan Rusia dari members SWIFT, tidak efektif. Sanksi kepada Rusia mengakses financia resource juga engga efektif.


Ketiga, Rusia melakukan reorientasi perdagangan internationalnya. Sebelumnya mereka sudah menjalin kerjasama bllateral SWAP dengan Tiongkok, India, Kazakstan, Turki, Iran. Mereka mengimpor barang-barang konsumi dari negara tersebut dengan cara counter trade  dan atau bilateral swap mata uang. Kini 60% barang tekhnologi dan microchip mereka impor dari Tiongkok. Tadinya mereka impor dari jerman. Jadi perang dan sanksi ekonomi tidak efektif menekan Rusia dalam perdagangan international.


Keempat. Karena Barat, dan Eropa pada khususnya, mencoba untuk memberi sanksi pada business MIGAS Rusia dan melepaskan diri dari minyak dan gas Rusia, Moskow menemukan pembeli besar lainnya: Cina dan India . Penjualan ini didiskon, tetapi harga komoditas melonjak hampir sepanjang tahun 2022, yang membawa rejeki nomplok bagi Rusia. Eropa juga tidak bisa keluar dari kalkun dingin gas Rusia; pada kuartal ketiga tahun lalu, Gas Rusia masih memasok sekitar 15% dari seluruh impor energi UE. Pendapatan minyak dan gas meningkat sebesar 28% dari total APBN. Sepanjang tahun, surplus neraca perdagangan Rusia mencapai rekor tertinggi sebesar $227 miliar. Terlepas dari sanksi dan pengeluaran militer, Rusia tumbuh subur dengan uang tunai.


Kelima. Untuk menghindari resesi, bank sentral Rusia memangkas suku bunga berulang kali tahun lalu, memonpa dana ke kedalam sistem keuangan. Ini membantu mencegah keruntuhan perbankan. Sebagian besar kerugian yang diderita bank-bank Rusia tahun lalu adalah karena pembatalan kontrak setelah diputuskan dari SWIFT. Tapi itu tidak significant. Karena mereka sama sekali tidak merugi atas pinjaman bermasalah (NPL).


Tidak seperti di AS, gubernur bank sentral Rusia tidak terlalu khawatir tentang inflasi. Kan perang. Siapa mau belanja. Mending nabung aja. Tetapi untuk menjaga agar ekonomi tetap berjalan, Rusia mengeluarkan kebijakan stimulus ekonomi. Dalam sebuah laporan , ekonom Rusia Oleg Vyugin memperkirakan bahwa pengeluaran tambahan oleh negara pada tahun 2022 mencapai sekitar 4% dari PDB, atau hampir $73 miliar. Jadi aman saja ekonominya. Hanya masalah waktu sanksi ekonomi Rusia itu akan dicabut. Karena jauh lebih merugikan Eropa daripada Rusia.

No comments: