Tuesday, February 21, 2023

Agenda presiden berikutnya.

 


Apa agenda presiden berikutnya? tanya teman. “ Karena sudah banyak yang dikerjakan Jokowi, dan itu harus dilanjutkan” Saya tersenyum. Teman ini tentu berharap program Jokowi dilanjutkan. “ Ya benar. Begitu banyak yang sudah dikerjakan Jokowi. Tentu begitu banyak PR yang harus diperbaiki. Maklum paradigma pembangunan Jokowi itu beda dengan paradigma pembangunan sebelumnya di era reformasi yang berorientasi kepada negara kesejahteraan. Di era Jokowi orientasi itu seperti era Soeharto. Yaitu pembangunan dipicu lewat skema berhutang  berskala gigantik, agar terjadi Trickel down effect 


Apa itu trickle down effect ? Itu teori dari udolf von Jhering pada abad ke 19. Tentang difusi  budaya. Hal esensi dari karya von Jhering adalah bahwa nilai mode tidak ada artinya ketika telah diadopsi oleh semua orang. Dengan demikian, kelas atas dipaksa untuk menemukan dan mengadopsi tren mode baru, yang pada akhirnya akan diadopsi oleh kelas bawah juga. Teori dikembangkan oleh Thorstein Veblen dalam The Theory of the Leisure Class, yang mengatakan bahwa individu membeli barang dan jasa mewah untuk menunjukkan kekayaan mereka kepada orang lain. Dalam konteks yang lebih modern, trickle-down effect diterapkan bukan pada kelas tetapi pada usia, etnis, atau gender oleh Grand McCracken dalam "Culture and Consumption”.


Masih kurang paham, Bisa jelaskan contohnya? Dalam dunia marketing istilah trickle down effect teknik mempengaruhi antar segme pasar dengan focus kepada segmen pasar utama. Iklan sabun mandi. Wanita cantik dan berkelas. Itu akan mendorong orang berkelas membeli dan tentu kelas bawah juga akan membeli. Hanya bedanya kelas atas ingin eksis, dan kelas bawah membeli karena faktor ilusi jadi kelas atas. 


OK paham. Terus apa kaitannya dengan pembangunan era Jokowi? Pembangunan era Jokowi yang bertumpu hutang secara kredible telah memicu pertumbuhan ekonomi di sektor keuangan, mining dan lain lainnya. Tersedianya dana untuk pembangunan infrastruktur yang massive. Bisnis yang marak dan multiplier efect atas proyek-proyek tersebut tentu saja sangat menguntungkan bagi ‘borjuis’ oligarki, dan membuat jumlah middle class bertambah, membuat orang kaya semakin kaya. Nah gaya hidup mereka ini menimbulkan efek trickledown. Secara tidak langsung Jokowi berkata,


"Jangan jadi orang blangsat, kerja keraslah, belajar keras lah, dan kejar apapun kemauan kalian. Lawan dan hadapi semua rintangan. Peluang terbuka bagi siapa saja. Tuh lihat aja Low Tuck Kwong menjadi orang nomor 2 terkaya Indonesia, padahal tahun 2021 masih peringkat  18. Kalau dia bisa, kalian juga bisa. Jangan berharap pada agama akan mengubah kalian tapi ubah mindset kalian. Jadilah petarung. Negara hebat bukan karena pemimpinnya tetapi karena rakyatnya memang hebat. " 


PR setelah Jokowi itu adalah bagaimana memastikan efek trickle down ini terjadi dalam bentuk motivasi orang banyak untuk naik kelas. Caranya? Ya memberikan kanal seluas mungkin orang untuk memanfaatkan peluang kerja dan Investasi. Yaitu melalui UU Cipta kerja. Kemudian, membuka sumbatan tata niaga yang menghambat perluasan usaha. Seperti mencabut sistem kartel impor komoditas, membangun pusat logistik dan stokis sektor pertanian, perikanan, pertambangan. Agar downstream industri bisa dikerjakan dalam skala yang dapat dijangkau UKM dan infrastruktur yang sudah terbangun dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan Ease of doing business rank. Tingkatkan gross domestic expenditure on R&D agar terjadi transformasi pembangunan ekonomi berbasis industri dan riset.

.

Merestruktur Lembaga keuangan dan perbankan sesuai dengan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang baru saja disahkan DPR. Agar setiap orang punya akses ke sektor perbankan dan lembaga keuangan, sehingga peluang terjadi bagi siapa saja. Mengubah sistem pendidikan standarisasi, menjadi berorientasi kepada value atas dasar kreatifitas dan inovasi. Restruktur keberadaan BUMN agar berfocus sebagai agent of development.


Terakhir, Ya perkuat lembaga demokrasi seperti KPK, MA, MK, BPK, OJK, BI, PPATK, Komnas HAM, KPPU, KY, Kompolnas dll. Lembaga tersebut harus lepas dari intervensi politik. Karena di era Jokowi lembaga demokrasi itu praktis lumpuh akibat budaya korup. Tanpa penguatan lembaga demokrasi, walau presiden baru terpilih, dipastikan tidak akan ada perbaikan dan perubahan, dan kerja keras jokowi selama 2 periode akan sia sia. Bahkan lebih buruk. Jadi focus sajalah memilih capres yang paham melakukan perbaikan dan meningkatkannya. Rakyat hebat tentu bisa memilih presiden hebat!

No comments: