Tuesday, May 9, 2023

Ada apa dengan menteri keuangan.?

 



Belum usai kita tersentak karena bocornya informasi PPATK soal transaksi mencurigakan sebesar Rp. 349 triliun, yang berujung dibentukan Satgasus oleh MenkoPolkam. Kini kita dikejutkan lagi oleh berita dari LBP.  “  Ternyata izin kelapa sawit ada 20,4 juta hektare, yang tertanam 16,8 juta hektare, yang belum bayar pajak itu 9 juta hektare,” Katanya. Itu bukan sekedar omongan. Tapi hasil audit BPKP dua kali. Tentu LBP lakukan ini atas perintah presiden yang menunjuknya sebagai Ketua Pengarah Satgas Tata Kelola Industri Sawit.


Bagaimana sampai terjadi hilangnya penerimaan pajak ini?  itu disebabkan adanya pengembangan kebun ilegal dalam kawasan hutan oleh perusahaan dan pembiaran oleh negara. Itu  baru satu kasus. Ada lagi kasus, pabrik minyak sawit (PKS) bekerja sama dengan koperasi atau kebun masyarakat yang tidak terdaftar. Akibatnya, ada produksi tandan buah sawit (TBS) yang tidak masuk radar pajak, yang menghitung PPN berdasarkan kapasitas produksi pabrik. Modus lainnya, perusahaan mengembangkan kebun di luar izin melalui skema plasma dan kemitraan dengan Koperasi Kredit Primer Anggota (KPPA). 


Ditingkat korporat penggelapan pajak itu terjadi secara sistematis. Ada beberapa modus yang dilakukan oleh WP. Pertama, WP badan yang mengekspor CPO dan produk turunannya menggunakan perusahaan special purpose vehicle (SPV) untuk melakukan praktik transfer pricing. Caranya, catatan transaksi ekspor yang ada di dalam dokumen ekspor (laporan surveyor dan nota pemberitahuan ekspor) dibuat dengan perusahaan SPV di Singapura. Padahal, negara tujuan ekspornya adalah India. WP badan membuat transaksi bayangan (shadow trading). Dan, tentu harga ekspor di dalam nota transaksi diturunkan (downgrade) dari harga riil.


Kedua, uang dari devisa hasil ekspor tidak langsung dimasukkan ke dalam negeri tapi disimpan di negara suaka pajak dengan menggunakan rekening SPV. Sehingga, otoritas perpajakan kesulitan melacak dana tersebut. Ketiga, banyak pemilik perusahaan menyimpan harta dan aset mereka di negara suaka pajak dengan menggunakan SPV. Mereka menikmati berbagai fasilitas perpajakan yang minim dan fasilitas kerahasiaan simpanan dari otoritas setempat.


“ Menurut saya temuan BPKP atas 9 juta hektar yang belum bayar pajak, ini menambah keyakinan kita betapa brengseknya pengelolaan keuangan negara. Anda bisa bayangkan. Andaikan 1 hektar itu pajaknya Rp. 1 juta. Maka 9 juta hektar itu sama dengan Rp. 9 triliun. Tapi apa iya pajak hanya sebesar itu/tahun. Pasti lebih lah. Apalagi kalau dikaitkan dengan loss opportunity kemakmuran, seperti kasus Surya Dharmadi. Nilainya Rp. 78 Triliun untuk luas lahan 37.000 hektar. Kalau kasus itu dijadikan benchmark, Wah engga kehitung besarnya kerugian negara.” Kata teman waktu kami ngobrol santai.


Terus mengapa baru sekarang dibuka ke publik secara resmi? tanya saya. “ Ya karena ini kan tahun politik. Sepertinya antar elite saling membuka borok, sebagai cara saling menekan untuk dapatkan posisi tawar secara politik. Maklum oligarki itu kan tumbuh karena ada kesepakatan haram antara pengusaha dan elite. Para pejabat birokrat berani begitu karena mereka juga jadi kurcaci elite. Jadi udah konspirasi sifatnya. 


Engga percaya? itu perhatikan aja usulan dari LBP kepada presiden.  tidak usah dibawah ke ranah hukum. "Sekarang semua didigitalisasi. Saya bilang Pak Presiden, tidak usah dibawa legal, 'Jadi gimana?', pokoknya penalti saja. Berapa yang ditentukan KLHK, dia bayar. Kalau tidak bayar diambil pemerintah," jelas Luhut. "Kalau dibawa ke pengadilan, seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), 2023 gak selesai-selesai. Kungfu pengadilan itu macam-macam. Jadi bikin sederhana saja," tandasnya.


Anda  bayangkan. Kalau presiden setuju atas usulan LBP itu, maka sebenarnya pemerintah sendiri udah distrust dengan hukum. Artinya, kita tidak sedang membangun peradaban lebih baik.  Kita sedang membangun peradaban bar bar. Hukum rimba. Yang kuat makan yang lemah. “ Siapa yang bisa jamin cara sederhana itu lebih efektif dibandingkan proses hukum? jangan jangan hanya cara untuk malakin pengusaha sawit untuk ongkosi orang jadi presiden atau ongkosin chaos Politik . “ Kata teman. Saya terhenyak. Ada apa dengan menteri keuangan dan LBP? 

No comments: