Tuesday, May 2, 2023

BUMN dan menegement Ponzi

 



Waskita memang paling banyak dapat penugasan proyek strategis dari Jokowi untuk membangun jalan tol. Ini program B2B atau PINA atau pembiayaan investasi non anggaran. Sebenarnya skema ini layak sekali untuk amakan ruang fiskal. Tapi karena skemanya grey area, sehingga bukannya membantu keuangan negara malah menjadi sumber korupsi yang mudah  “ Kalau mau jujur, jauh lebih murah bangun jalan tol pakai uang APBN langsung lewat Menteri PU daripada tugaskan BUMN, yang pada akhirnya toh negara juga yang bailout kerugian dan hutangnya.” kata teman.


Kejaksaan Agung telah menahan Direktur Utama Waskita Tbk  ( BUMN), dan 8 lainnya. Modus kejahatannya termasuk canggih. Yaitu memanfaatkan Supply chain Financing. Ini fasilitas dari bank untuk membiayai cash flow perusahaan.  Oleh tersangka, fasilitas ini disalah gunakan untuk kepentingan pribadi. Caranya dengan memalsukan dokumen pendukung pencairan. Sehingga menurut BPKP, kerugian keuangan negara dalam kasus ini sebesar Rp 2.546.645.987.644. Dampaknya saham Waskita langsung ARB.


Sejak tahun lalu Waskita sedang melakukan program penyehatan. Karena ada debt trap sebesar Rp 82 triliun. Apa saja program penyehatan itu? Reorganisasi, PMN, restruktur, M/A. Sebelum program penyehatan dilaksanakan, harus dilakukan audit forensik.  Apa itu audit forensik. Audit mencocokan data dan fakta. Berbeda dengan general audit yang hanya melihat dokumen pendukung. Yang dilihat dalam audit forensik bukan hanya dokumen pendukung tapi juga fakta. Mana alatnya? oh ada. Benarkah spec nya? minta konsultan ahli menilai spec itu, apakah cocok untuk kebutuhan. Kira kira begitu audit forensik. Jadi sama dengan fakta hukum di pengadilan. 


Setelah audit forensik dilakukan. Maka akan diketahui penyakit perusahaan. Kalau karena mis management. Maka direksi dan komisaris ganti semua. Lakukan reorganisasi secara luas. Kalau karena kurang modal, ya pemegang saham harus bailout utang itu lewat penambahan modal agar struktur neraca keuangan jadi sehat. Kalau karena kompetisi, ya lakukan merger atau akuisisi perusahaan pesaing agar terjadi kolaborasi. Kalau karena sarat utang yang berat, ya restruktur utang lewat pejadwalan pembayaran utang dan keringanan suku bunga.


Nah dalam kasus Waskita. Saya sendiri bingung. Ilmu management apa yang mereka jadikan referensi. Karena tahun 2022 mereka lakukan restrukturisasi utang dan dirut yang jadi tersangka sekarang justru dipilih lagi untuk periode kedua pada februari 2023. Ada dua putaran restruktur . Satu putaran untuk restruktur utang Bank sejak tahun 2022 dan satu lagi utang obligasi yang masih menanti hasil restruktur putaran pertama. Kenapa baru tahu ada perbedaan data akuntasi SCF dengan fakta?. Sehingga terindiikasi fraud. Kalau memang Meneg BUMN engga pernah lakukan audit forensik. Ya fraud itu dilakukan dengan sepengetahuan Kantor Meneg BUMN dan dewan komisaris. Restruktur dilakukan dengan tujuan menutupi tindakan kriminal. Saya berharap kalau jaksa agung tangkap dirut Waskita, ayolah KPK mulai sidik pejabat meneg BUMN dan komisaris. Ini bukan kejahatan biasa. Apalagi jumlah transaksinya massive. Udah kejahatan sistematis. Saya engga yakin kerugian negara hanya Rp. 2,8 triliun. Bisa saja lebih. 


Meneg BUMN selama ini terkesan menyelesaikan masalah tapi sebenarnya menggeser masalah ke jangka panjang dan itu kelak akan lebih besar masalahnya. Restrutktur utang pada akhirnya yang dikorbankan Bank BUMN juga. Contoh kasus GA. Itu memaksa bank BUMN menerima skema long-term payables (LTP). Melalui skema ini tenor jadi 22 tahun dan bunga 0,1%. Tidak ada cicilan tapi bullet repayament atau bayar saat jatuh tempo. Itu kalau dihitung angka PV/FV, sama aja engga bayar. Karena saat jatuh tempo udah nol nilainya. Dan biasanya setelah proses restrukturisasi juga dilakukan penyetoran modal negara  (PMN) lewat APBN. Apapun solusi ujungnya uang APBN dibancakin.


Yang jadi masalah adalah kebiasaan BUMN melakukan window dressing lewat pemberian deviden yang besar kepada negara. Bagi Meneg BUMN ini pencitraan kepada publik bahwa ditangannya BUMN untung besar. Padahal bukan rahasia umum kalau menjelang akhir tahun banyak direksi BUMN sibuk cari utangan untuk bayar deviden kepada negara. Bagi mereka setoran laba tinggi akan memudahkan leverage aset lewat utang dan PMN. Jadi sudah seperti menegement ponzi. Seperti kasus pembangunan IKN. Semua menteri gembar gemborkan banyaknya investor mau terlibat. Ternyata setelah dana APBN keluar lewat proyek infrastruktur IKN, sampai kini belum ada investor swasta dan asing mau terlibat. Entahlah, mau dibawa kemana negeri ini. Padahal mereka semua well educated dan digaji mahal.

No comments: