Monday, June 24, 2024

ESG dan daya saing.

 



ESG ( Environment Social Governance ) itu standar dari PE Firm yang dimotori oleh Hedge fund player. 90% Investor kelas dunia memandang ESG sebagai hal yang mendukung investasi – dan mayoritas mengatakan bahwa analisis ESG dapat membantu mengungkap peluang investasi yang menarik. Ini masalah sustainable. Walau beberapa emiten mencatatkan diri dengan tingginya rating ESG. BUMN tambang juga begitu. Misal Pertamina peringkat satu dunia dalam sub-industri Integrated Oil and Gas. Namun menimbulkan pertanyaan, mengapa aliran modal (FDI) dari investor global kepada emiten dan BUMN rendah. Kebanyakan sumber dana berasal dari pasar uang dalam negeri  dan perbankan domestik. 


Misal. PT Hengjaya Mineralindo di Morowali, Sulawesi Tengah yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Hedge fund Hedonova yang berbasis di Paris. Januari lalu Hedonova terpaksa melepas sahamnya di tambang nikel Mineralindo itu. Mereka memilih hengkang. Bukan tidak menguntungkan. Tetapi dapat tekanan dari investor hedge fund. Saham mereka dibeli oleh Indo-Pacific Net-Zero Battery Materials Consortium (INBC), yang dikenal tidak peduli dengan ESG. HIt and run aja. Tidak sustain.


PT Adaro Minerals Tbk (ADMR) yang memiliki mega proyek fasilitas pemurnian atau smelter aluminium yang berlokasi di Kalimantan Utara. Fuel nya menggunakan batubara. Namun akhirnya   bulan Mey 2024, Hyundai sebagai investor dan juga off taker buyer  aluminum mengundurkan diri. “ Skema investasi tidak patuh kepada ESG. Ya sumber daya keuangan tertutup. Hyundai memilih mundur lah dari kemitraan dengan Adaro.” kata teman.  ADMR masih berusaha mencari investor alternatif dan itu sulit kecuali dapatkan fasilitas kredit dari bank dalam negeri yang memang standar ESG rendah. Namun dengan ketatnya likuiditas dan adanya aturan baru BI yang membatasi penjaminan hutang LN oleh perbankan. Itu semakin sulit.


Awalnya pembiayaan proyek Refinery Development Master Plan Balikpapan senilai USD 7,2 miliar diharapkan  dari Mubadala Petroleum, melalui Indonesia Investment Authority. " Dana terhambat karena faktor ESG. Engga ada investor mau beli bond mereka. " Kata teman. Daripada mangkrak, akhirnya Jokowi keluarkan Kepres dengan skema Proyek strategis nasional, masalah pendanaan bisa diatasi. Pembiayaan proyek berasal dari Pertamina sendiri dan didukung oleh perbankan dalam negeri yang terdiri dari Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara, Bank Syariah Indonesia.


Saat sekarang penilaian investor institusi ( hedge fund institution) tidak melihat indikator formal. Walau rating daya saing Indonesia meningkat, mengalahkan Jepang dan Inggris, engga ada urusan. Kalau menurut mereka ESG rendah ya unqualified to investing. Mereka focus dengan cara mereka sendiri menilai kepatuhan ESG. Tidak akan diumumkan. Namun bisa dilihat dari sikap mereka dengan menolak berinvestasi di Indonesia. 


Itu juga alasan mengapa Apple, Google, dan Microsoft ogah invest di Indonesia.Karena dana mereka berasal dari Hedge fund player. Walau alasan Softbank mengundurkan diri dari proyek IKN karena  pertimbangan bisnis semata. Namun sebenarnya mereka kesulitan dapatkan investor lewat Product hedge Fund, vision fund. “ Kalau alasan bisnis, Masayoshi Son jago berkelit. Ya dia pemain.Tetapi kalau soal ESG, nyerah dia. Maklum investor Softbank terikat dengan ESG “ Kata teman.


Sebenarnya memenuhi standar ESG itu mudah aja. Yaitu turunkan Index korupsi. Dengan index korupsi turun itu menandakan pemerintah serius mengawal setiap investasi yang peduli kepada lingkungan, kehidupan sosial yang ramah dan tata kelola yang bermoral dan bermartabat. Gitu aja. Pemerintah yang bersih akan melahirkan dunia usaha yang juga bersih dan persaingan jadi sehat. 


No comments: