Friday, September 20, 2024

Mengelola negara tidak secara modern

 



Gedung pemerintah memang mentereng. Menteri dan kepala Daerah  berbaju parlente bagaikan professional kelas dunia. Presiden dilengkapi dengan fasilitas private jet. Semua nampak modern. Bahkan kita bangun ibu kota baru agar nampak supra modern. Namun sebenarnya negara ini tidak dikelola dengan mindset modern. Mengapa ? negara modern itu sangat mengutamakan validitas data. Itu penting dalam mengambil keputusan. Kita  mungkin memiliki semua alat canggih, tetapi jika kualitas data kita tidak bagus, kita tidak akan bisa mencapai tujuan. Karena dari data yang valid, kajian akademis yang analitis bisa dibuat untuk membuat kebijakan presisisi output nya. 


Bayangkanlah. Ada 52 juta penerima bantuan sosial (bansos) yang ditengarai fiktif. Dari kasus itu bisa dihitung berapa potensi kerugian negara, mengingat satu orang bisa menerima Rp600 ribu. Bukan saja soal uang tetapi kalau data orang miskin saja fiktif lantas bagaimana perencanaan mengentaskan kemiskinan bisa dibuat dengan benar? Keterlaluan kan.


Dana desa itu sangat besar. Ratusan triliun setiap tahun. Tapi tahukah anda, data desa pun ada fiktifnya. Mendadak muncul desa desa baru terdata tapi tidak berpenghuni yang dapat transferan dana desa. Bayangkan aja. Bagaimana kita bisa mengelola desa sebagai front line pembangunan, kalau data jumlah desa ada yang fiktif. Apalagi bicara data tentang potensi desa dan growth secara data. Itu jelas kejauhan.


Kita tahu pertanian itu penting. Penting untuk ketahanan pangan dan kesejahteraan rakyat. Pemerintah gelontorkan dana subsidi tidak sedikit. Tetapi tahukah anda. Data penerima pupuk subsidi pun banyak yang fiktif. Dan fiktf itu dibayar. Makanya jangan kaget, kalau anggaran pertanian besar hasilnya minimalis. Ya karena data engga jelas. Jangan kaget perencanaan pertanian amburadul. Data produksi melimpah, nyatanya tetap aja impor.


Bahkan data claim BPJS Kesehatan oleh Ruma Sakit pun banyak yang fiktif. Menurut KPK sekitar 10% pengeluaran BPJS Kesehatan atau sekitar Rp. 20 triliun ditilep karena menegement data yang fraud. Nah bagaimana kita bisa Kelola program kesehatan dengan baik secara nasional kalau menegement data amburadul.  Padahal anggaran Kesehatan itu 10% dari APBN. Engga kecil.


Anggaran Pemilu dihitung dari jumlah Daftar pemilih tetap. Data kependudukan dari Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil ( Disdukcapil) tidak sama dengan data KPU. Padahal pendataan oleh Disdukcapil itu anggaranya dari negara dan begitu juga KPU. Bisa saja cara menghitung berbeda. Itu membuktikan menegement data amburadul dan boros. Hasilnya jelas tidak bisa presisi. Padahal data itu penting sekali. Maklum data penduduk adalah data pemilik negeri ini. Kalau data penduduk saja tidak jelas, memang tidak ada niat menjaga amanah.


Nah terakahir kita harus maklum bila system keamanan data tidak secure. Karena memang pemerintah tidak peduli soal data. Sebelumnya Pusat Data Nasional dibobol dan kini data Dirjen Pajak pun dibobol. Padahal kunci menegement yang akuntable ada pada data. Kompetensi kepemimpinan bisa dilihat bagaimana dia peduli kepada system management data dan informasi. Keputusan dibuatnya bisa dikatakan 99% presisi. Kepemimpinannya efektif dan cepat melakukan eskalasi kinerja mencapai goal. 


Karena dengan system management data yang established dan solid itu, pemimpin puncak tidak perlu buang waktu sering turun ke bawah. Waktunya bisa lebih banyak berpikir soal strategis. Ya memang begitu kepeminpinan modern. Hampir semua Chairman MNC dan pengelola portfolio investasi berskala global mungkin tidak pernah menghadiri peresmian pabrik atau proyek. Namun mereka bisa efektif mengelola sumber daya walau tanpa bersentuhan langsung dengan lapangan. Presiden China jarang muncul ke publik namun kepemimpinannya terhadap lebih 1 miliar rakyat efektif sekali. Itu semua berkat sistem data teritegrasi dan real time. Dunia modern berkat sains punya solusi soal itu. 

No comments: