Dengan interval kepercayaan rata-rata 7,71 poin, hasil Survey LPEM FEB UI menunjukkan situasi ekonomi Indonesia saat ini suram. Sebanyak 23 dari 42 atau 55% ahli ekonomi setuju bahwa kondisi ekonomi saat ini memburuk dibanding tiga bulan lalu. Selanjutnya, tujuh ekonom bahkan setuju bahwa kondisinya jauh lebih buruk. Sementara itu, 11 ahli menganggap situasi stagnan, hanya satu ahli yang melihatnya lebih baik dari sebelumnya.
Saya bukan ahli ekonomi namun saya pedagang, yang terpaksa belajar ekonomi agar engga dibegoin. Problem utama Indonesia itu dari sejak dulu ada dua. Pertama cashflow. Kedua. Keterbatasan produk andalan untuk ekspor, yang masih didominasi SDA. Saya rasa baik ekonom maupun pedagang sependapat soal ini. Tentu saya akan membahas dua itu saja. Sesuatu yang saya pahami dalan keseharian saya.
Pertama. Cash flow kita tergantung kepada hutang. Tanpa hutang, APBN yang defisit tidak bisa dibiayai. Nah cash flow itu semakin lama semakin besar ketergantungannya kepada hutang. Karena untuk bayar utang terpaksa utang lagi. Dynamic cash flow namanya. Itu biasa saja dalam ekonomi dan bisnis. Selagi sumber daya keuangan terus tersedia dan trust terjaga, kita akan baik baik saja.
Yang jadi masalah pada negara, trust itu berkaitan dengan politik. Itu tecermin dari fostur APBN. Kalau defisit semakin melebar dan ruang fiscal menyempit, trust otomatis berkurang. Hukum besi berlaku. Likuiditas terganggu. Kurs melemah dan IHSG turun. Resiko ini harus di-konversi dengan meningkatkan tax ratio agar defisit berkurang. Apa jadinya kalau defisit melebar, dan tax ratio turun sebagaimana laporan Pemerintah kemarin. ? suram kan.
Kedua. Keterbatasan produk andalan untuk ekspor, yang masih didominasi SDA. Walau 55 bulan kita mencatat surplus perdagangan namun trend nya dari tahun ketahun terus menurun. Ekspor kita didominasi SDA, yang memiliki volatilitas TOT ( Term of Trade) 3 kali lebih volatil dibandingkan negara-negara yang mengekspor barang manufaktur. Selain besaran pergerakan ToT, volatilitas ini juga mempengaruhi nilai tukar riil suatu negara. Apa jadinya kalau ekspor terus turun karena jatuhnya harga komoditas Minerba di pasar dunia ? itu cepat sekali mempengaruhi nilai tukar riil. Suram!
Negara maju seperti German, China, Inggris, Jepang, Korea, AS dan lainnya, pemimpinnya tidak malu mengakui keadaan ekonomi negara tidak baik baik saja, dan pemerintah tidak takut jatuh kalau berkata jujur kepada rakyatnya. Sehingga pemerintah mudah dapat dukungan dari rakyat untuk membuat kebijakan ekstrim seperti soal tarif, pajak dan lain lain. Dengan itu, proses recovery bisa dilalui walau pahit dirasakan rakyat. Jadi, sudahilah menepuk dada terus. Sekali kali jujur aja. Jadi rakyat bisa tahu diri kalau pemerintah keluarkan kebijakan pahit.
Saya tidak ingin pesimis terhadap ekonomi Indonesia. Memang ketergantungan kita dengan luar negeri itu sangat besar. Itu bisa dilihat dari data Posisi Kewajiban Neto Investasi Internasional (PII) Indonesia pada akhir kuartal IV-2024 tercatat sebesar US$245,3 miliar. Itu sudah dipotong Cadev. Artinya sedikit saja terjadi rush capital outflow. Tumbang kita. Nah, memitigasi capital outflow itu hanya satu, yaitu perbaiki index korupsi dan Index Demokrasi. Kalau itu membaik, cash flow akan lancar dan kita bisa terus move forward. Mudah kan solusinya.! Makanya saya tidak pesimis.
No comments:
Post a Comment