Friday, April 25, 2025

Menari di tengah badai ekonomi...

 




Saya nonton lewat channel Youtube. SMI melaporkan hasil rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Dari awal dia bicara saya perhatikan. 90% yang dia katakan adalah situasi ekonomi Global yang serba tidak pasti akibat kebijakan tarif resiprokal. Menyiratkan kekawatiran.  Saya tersenyum. Dia Menteri keuangan. Seharusnya dia tahu bahwa ekspor kita ke AS hanya 7% dari total ekspor . Tidak seperti Vietnam yang mencapai diatas 50% dari total ekspor dan 30% dari PDB. Artinya bagi Indonesia kebijakan tarif resiprokal AS itu dalam konteks ekonomi, bukan big deal!


Dan lagi, bukankah selama ini pemerintah selalu menepuk dada, bahwa ekonomi kita terbaik dibandingkan negara maju. Masih bisa tumbuh diatas 4%. Rasio utang jauh lebih rendah dibandingkan negara lain seperti ASEAN, Jepang dan Eropa. Akibat kebijakan Trump itu, ekonomi dunia terguncang.  Kata SMI. Tapi kalau baca Laporan dari IMF, akibat tarif itu hanya berdampak penurunan PDB  sekitar 0-2%. Engga big deal kalau dikaitkan dengan keadaan ekonomi global yang memang sejak COVID engga baik baik saja.


Saya perhatikan dari wajahnya di channel Youtube, memang terpancar kekawatiran.  Lantas apa yang dikawatirkan SMI? Selama ini Indonesia itu bisa mengeskalasi pertumbuhan ekonomi karena kebijakan ekspansif APBN yang diongkosi oleh utang.  
Yang jadi masalah leverage PDB lewat APBN ekspansif itu semakin lama semakin rapuh. Karena sector produksi tidak memberikan sumbangan dalam bentuk peningkatan Tax Ratio. Kalah dibandingkan dengan  pertumbuhan utang, yang selama 10 tahun kekuasaan Jokowi meningkat pertahun 35%. Sedangkan Tax ratio dibawah 10%.  


Apa yang membuat SMI kawatir? Pertumbuhan utang itu kini harus berhadapan dengan cash out atau capital outflow yang besar. Tahun ini saja untuk bayar Bunga Rp. 497,3 triliun dan bayar utang sebesar Rp 800,33 Triliun. Sementara penerimaan pajak diperkirakan Rp. 2500 triliun. Artinya cashout lebih 50% dari penerimaan pajak. DSR udah lampu merah. Cash out atas utang  tidak bisa ditunda seperti anggaran kementrian. Ini mandatory spending atas dasar UU yang harus dibayar. Sementara pemerintah tidak ada tabungan untuk  bayar utang kecuali lewat berhutang lagi. 


Tahun ini sampai dengan maret, Pemerintah udah Tarik utang baru sebesar  Rp 250 triliun.  Itu 40,6% dari target APBN 2025. Yang jadi masalah dan mengkawatirkan setelah kebijakan tarif resiprokal, adalah cost of fund sudah mahal seiring melemahnya DYX. Akan semakin menyulitkan BI menstabilkan kurs rupiah. Kalau akhirnya IDR tumbang akibat kenaikan suku bunga the Fed dalam upaya menahan laju inflasi, struktur ekonomi berbasis hutang ini akan runtuh. Dampaknya akan sistemik. Tentu saya berdoa semoga Trump sadar dan diwaraskan Tuhan sehingga tarif ini kembali normal. Sehingga hal buruk tidak terjadi pada kita.


Saran saya, saatnya segera lakukan penyesuaian ( adjustment ) APBN dengan removed semua program ultra populis seperti MSB, 3 juta rumah murah, IKN, 80.000 koperasi merah putih. Dengan APBN ramping kita bisa flexible menghadapi badai. Kemudian saya sarankan kepada Presiden untuk segera lakukan rekonsiliasi nasional. Mengapa? Disaat badai datang, kita harus bersatu. Tidak ada cara terbaik mengatasi chaos ekonomi kecuali politik yang stabil. Jangan ditunda. Segera lakukan. Kalau tidak, NKRI akan pecah seperti dulu runtuhnya Unisoviet (USSR).


Sunday, April 20, 2025

Dilema Indonesia…China atau AS?

 




Walau Indonesia  tawarkan tarif impor  0% untuk barang AS dan sanggup beli barang AS seperti LNG, jet tempur dan lain lain, agar defisit perdagangan turun atau surplus untuk AS, engga akan diladeni AS. Mengapa? ini bukan sekedar tarif tetapi lebih daripada itu adalah soal hegemoni AS. AS  minta kita surrender tanpa syarat. Jadi tidak ada istilah negosiasi. Selanjutnya kalau kita setuju, AS akan ajukan LOI yang harus kita tandatangani. Artinya kedaulatan kita sebagai negara udah engga ada.  Apa target AS ? 


Pertama : Kita keluar dari BRICS . Kedua : kita ikuti kebijakan politik luar negeri AS terkait Palestina. Ketiga : Hapus aturan DHE dan UU Minerba terkait larangan ekspor bahan mentah. Keempat. Hapus semua hambatan impor yang tidak sesuai internasional custom. Hapus segala hambatan non tarif barier seperti quota dan TKPDN. Kelima : BI harus menghapus moneter barier. Keenan : Tidak boleh kerjasama investasi dengan china yang memungkinkan china bisa ekspor barang modal.


Bagaimana kalau kita menolak? Menurut laporan Bloomberg, pemerintahan Trump berencana untuk memberlakukan tekanan, termasuk sanksi keuangan, kepada negara-negara yang menginginkan pengurangan atau pengecualian tarif AS, agar mereka membatasi hubungan dagang dengan China. Artinya AS menggunakan moneternya sebagai kekuatan geopolitik untuk menekan negara lain yang tidak membantunya menghadapi China dalam perang dagang.


Apakah mungkin kita terancam? Perhatikan. Dengan tingkat utang luar negeri hampir ½ trillion dollar AS (Februari 2025, 427,2 miliar dollar). Itu sangat berbahaya kalau AS unhappy dengan Indonesia dalam konteks perang dagang China-AS. Mengapa ? Kewajiban Neto Posisi Investasi Internasional (PII) per 2024 sebesar US$245,3 Miliar. PII itu sudah memperhitungkan Cadev. Artinya PII negative sebesar USD 245,3 miliar. 


AS bisa memberikan sanksi moneter kepada Indonesia. Mudah aja. Dengan negative PII sebesar USD 245,3 miliar, dapat tekanan USD 50 miliar Dolar saja, jatuh tape rupiah. Dampaknya sangat serius. Krisis pasti terjadi. Terutama sector perbankan akan terkena systemics effect. Yang berdampak kepada ketidak stabilan sosial dan politik. Ongkos untuk recovery sangat mahal. Itu akan berdampak jangka Panjang. 


Indonesia beda dengan Jepang, China, Inggris, India, Belgia, Luxembourg, Swiss, Cayman Islands, Kanada yang dari awal sudah berjaga jaga kalau AS mengenakan sanksi moneter kepada mereka. Caranya? Mereka membeli surat utang AS di pasar global. Misal, Jepang dan China pegang surat utang  AS US$1,11 triliun dan US$886,9. Artinya kalau the fed hentikan fasilitas likuiditas USD, itu tidak mengganggu moneter mereka. Karena mereka bisa jual Surat Utang AS dan itu justru memukul balik AS.


Bagi Indonesia, sangat beresiko kalau melawan AS. Apalagi Trump tidak mengenal politik diplomasi kesetaraan. Terkesan menindas dan memaksakan kehendaknya. Nah kalau kita patuh kepada AS, artinya kita harus memunggungi China dan juga mendukung AS mengisolasi China. Itu resiko lain yang harus kita hadapi. China mitra dagang nomor 1 kita. Apalagi Pemerintah punya hutang ke China. Belum lagi utang proyek seperti Kereta Cepat dan resiko proyek hilirisasi China di Indoensia yang harus kita bailout. Dilemma kan.? Memang dari awal kita tidak siap mandiri. Itu masalahnya.



Sunday, April 6, 2025

Agenda dibalik darurat ekonomi AS

 






AS punya 750 pangkalan militer di 80 negara. AS sampai kini mendominasi bisnis jasa global, dari sector jasa keuangan dan teknologi. Tidak ada yang tidak tahu google, Apple, Microsoft. Tiga perusahaan itu saja Marcap nya mengalahkan PDB semua negara ASEAN plus Jepang dan Korea. Tidak ada satupun kapal cargo di dunia ini yang berani berlayar tanpa asuransi dan itu 100% insurance providernya adalah AS. Tanpa kapal tidak ada perdagangan global. USD tetap sebagai mata uang dunia. Tanpa itu perdagangan dunia lumpuh.


Memang sebagai negara kapitalis, AS punya masalah dengan rasio GINI. Ada 20% penduduk dikatagorikan miskin. Namun menurut penelitian dari Just Fact tahun 2019, yang tergolong miskin di AS memiliki tingkat konsumsi material yang lebih tinggi daripada semua warga negara di sebagian besar negara-negara kaya. Konsumsi mereka diatas 5% dari pendapatan mereka. Artinya walau miskin tetap saja kaya bagi ukuran  negara lain, apalagi bagi negara berkembang.


Kalau Trumps sampai mengumumkan darurat ekonomi nasional, itu hanya ungkapan kerakusan AS yang tidak ingin ada sedikitpun dominasi negara lain selain AS di planet bumi ini. Padahal kemakmuran negara lain seperti China, Jepang, Korea,  Eropa dan lainnya, tak lain karena kebijakan masa lalu AS yang sekian decade menciptakan tarif impor rendah dan bertransformasi menjadi negara yang berbasis high tech. Karena itu mesin ekonomi global menjadi efisien lewat connectivity supply chain global.


Artinya agenda Trumps dengan menaikan tarif resiprokal untuk membangun kembali industry padat karya dalam negeri akibat relokasi ke negara lain, itu tidak masuk akal. Mengapa ?  Harus ada social engineering  menurunkan upah. Kan engga mungkin!. Struktur social negara kaya tidak memungkinkan tersedia cukup buruh untuk industri padat karya. Dan lagi akibat sekian decade ekonomi AS sudah bertransformasi menjadi negara industry high-tech, tidak tersedia supply chain untuk industry low tech. Contoh, diperlukan 70 bahan untuk pembuat sepatu, belum lagi TPT dan lainnya.


Walau AS paksakan membangun industry padat karya, jelas tidak akan efisien. Mau diproteksi dengan tarif 100%, tetap saja industry dalam negeri AS tidak akan bisa bersaing dengan produk import. Dan konsumen AS tetap akan memilih barang murah walau itu produksi negara lain. Investor AS  pasti ogah biayai industry low tech yang low margin.Maklum idiologi bangsa ini bukan nasionalisme tetapi kapitalisme. Buy low sell high and pay later.


Jadi apa sebenarnya agenda besar dibalik darurat ekonomi nasional AS ini? Ya kita harus lihat latar belakang Trump sebagai business man , yang pasti akrab dengan pasar modal dan uang. Dia sengaja membangun issue besar berskala global sehingga membuat shock pasar uang dan pasar modal. Nah sebenarnya dia sedang melakukan pemotongan kurva ekonomi global agar terjadi rebalancing yang berpusat kepada hegemoni AS. Kenaikan tarif resiprokal itu cara AS menghukum negara lain yang tidak patuh.

Saturday, April 5, 2025

Balasan China terhadap Tarif resiprokal AS

 




Di White House Rose Garden Trumps berpidato." For decades, our country has been looted, pillaged, raped and plundered by nations near and far, both friend and foe alike. American steelworkers, autoworkers, farmers and skilled craftsmen, we have a lot of them here with us today, they really suffered gravely. They watched in anguish as foreign leaders have stolen our jobs. Foreign cheaters have ransacked our factories, and foreign scavengers have torn apart our once beautiful American dream.” 


Saat mendengar pidato Trumps lewat TV, saya senyum aja. Mengapa ?  AS itu bangsa  pemenang perang dunia kedua. Negara super power yang menjadi penjaga stabilitas dunia. Negara yang menggagas lahirnya PBB dan WTO. Tidak ada negara di dunia ini yang barani menyerang langsung atau tidak langsung AS.  Artinya kalau sampai ekonomi domestik AS terpuruk itu ulah AS sendiri. Termasuk sikap reaktif negara lain. Jadi melemparkan kesalahan kepada negara lain, itu jelas sikap politik. Agenda nya bukan sekedar tarif, tetapi ada yang lebih besar. Setidaknya itu yang dibaca oleh China.


Setelah pengumuman tarif, DowJones Industrial Average  anjlok 5,5%, kerugian lebih dari 2.200 poin, sehingga penurunan dua harinya hampir mencapai 4.000 poin. S&P 500 ditutup 6% lebih rendah, sementara Nasdaq Composite yang sarat teknologi turun 5,8% dan memasuki wilayah pasar yang lesu. Stock futures contracts saham AS anjlok tajam pada hari Jumat. Mengapa yang kena imbas duluan korporat AS. Ya karena reaksi China juga cepat sekali. 


Walau China melakukan aksi balasan dengan prudent, namun itu langsung ke mesin ekonomi AS. Yaitu disamping pengenaan tarif impor 34% untuk barang AS,  tapi juga restriksi terhadap bisnis corporat AS. China menambahkan 16 korporat AS dalam daftar kontrol ekspornya. Ada lagi 11 korporat AS masuk dalam daftar unreliable entities. Semua perusahaan itu termasuk bluechip di Wallstreet dengan marcap triliunan US.


Mulai 4 april 2025, China melarang ekspor bahan material logam tanah jarang (REE) ke perusahaan tersebut, termasuk samarium, gadolinium, terbium, disprosium, lutetium, skandium, dan itrium. Bukan hanya material, juga barang jadi yang menggunakan REE. Nah anda bayangkan. AS itu basis ekonominya adalah tekhnologi. Sementara tidak ada industry high tech tidak tergantung kepada REE. Tanpa bahan baku, ya tamat tuh korporat.


China juga memberlakukan penghentian langsung impor sorgum dari eksportir biji-bijian C&D (USA) Inc, serta unggas dan tepung tulang dari tiga perusahaan AS. Kebayangkan stress nya. Kemana mau jual stok yang ada. Padahal selama ini China membeli hampir 60% produk mereka. Kemudian dengan alasan penyelidikan antidumping, impor tabung CT medis tertentu dari AS. Itu sama saja China melarang impor produk dari AS. Tumbang dah  industry Pharma AS.


Hebatnya China, tidak menyerang kebijakan AS secara brutal. China tetap dalam kuridor hukum WTO. Makanya China segera masukan gugatan ke WTO. Biarkan dunia menilai. Apakah China yang salah atau AS yang salah. Bagaimana sikap Trumps? Dia menulis di akun sosialnya “ China played it wrong, they panicked- the one thing they cannot afford to do. 


Memang dengan adanya tarif resiprokal, Trumps bertaruh di tepi jurang. Dengan mempertaruhkan semua industry AS demi agenda besarnya. Kalau gagal, habis AS. Tapi tanpa itu, Trumps juga tidak tahu bagaimana memperkecil GINI Ratio AS yang sudah pada level tinggi, yaitu 0,42. Selama ini sebenarnya musuh AS bukalah negara lain, tetapi korporat AS sendiri. Apalagi 60% penduduk AS bergantung kepada korporat. Sementara korporat terlanjur rakus. Seluruh asset property di AS sama dengan kekayaan  1% populasi.


Sementara China sejak 10 tahun lalu sudah mempersiapkan diri menghadapi trade war yang brutal. Yaitu dengan melakukan kebijakan economic adjustment. Dari outward looking policy ke inward looking policy. China sudah perkuat  basis pasar domestiknya dan pada waktu bersamaan perkuat ketahanan pangan dan militernya. 


***

Toothbrush electric  ini diproduksi di China dengan harga export ke AS USD 3 per unit. Ketika sampai di toko eceran di AS jadi USD 15. Jadi walau pajak ditetapkan 54 % kepada China atau USD 1,6 per unit Toothbrush electric, tidak akan mengurangi harga jual. Hanya mengurangi laba aja. Karena laba memang sudah tinggi banget, yaitu 5 kali lipat.


Mengapa? Kalau Toothbrush electric itu diproduksi di AS, harga pokoknya udah USD 12. Kenapa mahal ? ya upah buruh di AS tiga kali dari upah China. AS tidak memberikan subsidi terhadap bahan baku PPC untuk pabrik Toothbrush. Sementara China memberikan subsidi. Ongkos logistic di China lebih murah 2 kali dari AS. Lagi lagi karena AS tidak mensubsidi biaya logistic, dan china subsidi.


Begitu strucktur bisnis di AS dan China sehingga terkesan oleh trumps China curang. Tetapi Trumps lupa, bahwa AS memberikan relaksasi kredit konsumsi secara luas, sementara China tidak ada. Peningkatan uang beredar di AS karena kredit konsumsi dan itu berdampak secara tidak langsung kepada kurs Yuan, yang artinya Cina juga ikut ongkosi konsumen AS. 


Artinya perbedaan harga antara Cina dan AS, terjadi karena perbedaan metodelogi dalam menerapkan ekonomi kapitalis. China mensusidi produksi, sementara AS mensubsidi konsumsi. Nah kalau akhirnya AS yang kalah, itu bukan salah China. Tetapi salah AS, terutama tidak bisa mengantisipasi moral hazard dari adanya kebebasan konsumsi lewat hutang.


Jadi paham ya. Kebijakan tarif resiprokal terhadap China, semata mata keijakan Politik hegemoni AS. Cara Trumps memaksa semua negara di dunia termasuk China untuk patuh kepada konsesus Washington. Tapi Trumps lupa. Sekarang China sudah bukan lagi bangsa inferior seperti 80 tahun lalu.  Pejabat China mengatakan “ kalau perang yang diinginkan AS, baik itu perang darat,  perang dagang atau perang jenis lainnya. Kami siap berperang sampai habis habisan.”