Thursday, November 19, 2020

Mengeringnya likuiditas rente bisnis.

 




Masalah kita sekarang ini, kata teman waktu ketemu saya  dua hari lalu di Thai Resto, adalah kita tidak punya stok pemimpin Nasional yang sekaliber Jokowi. Banyak yang mumpuni namun mudah ditebak mereka bagian dari masa lalu dan terhubung dengan bisnis rente. Sementara tahun 2024 kemungkinan PDIP akan lead lagi dalam pemilu. Yang membuat resah bukan rakyat, tetapi para elite politik yang sudah mulai kehilangan akses   politik terhadap financial resource. Tahun 2024 ini adalah pertarungan to be or not to be. Kalau PDIP menang lagi, habis mereka. Makanya walau tahun 2024 masih lama, namun pertarungan politik terus terjadi. Mengapa ?


Kamu bayangin aja. Tadinya Sertifikasi Halal , dana haji , itu financial resource bagi elite ormas islam. Itu engga kecil loh. Itu sumber daya keuangan puluhan triliun. Sekarang sertifikasi halal dan dana haji diambil alih negara. Kebayang dech, sebelumnya mereka hidup senang dari patron tetapi sekarang itu pahit banget hidup. Artinya kekuatan politik memang didesain untuk memotong sumber daya keuangan elite ormas islam.


Sekarang KPK tidak lagi jadi alat politik untuk menggoyang sistem pemerintahan Karena UU kPK yang baru praktis KPK dikendalikan Presiden. KPK diam bukan berarti engga kerja. Engga ada berita vulgar bukan berarti engga ada operasi. Operasi pencegahan berjalan efektif. Karena KPK bisa secara resmi melakukan penyadapan. Dewas selalu approved permintaan KPK untuk sadap. Tadinya hasil sadapan KPK memang berhasil melakukan OTT tetapi engga bisa jadikan alat pembuktian di pengadilan karena tidak ada izin. Akhirnya tidak efektif menjerat tersangka dengan hukuman yang berat. Ini juga jadi masalah. Sumber pendapatan elite Politik dari sistem birokrasi engga mudah lagi.


Gurita ekonomi dan Politik cendana itu masih sangat luas di Indonesia. Bambang Tri dicekal oleh kejaksaan. Ini operasi menyasar kemana mana. DPR sudah meratifikasi kerjasama dengan Swiss tahun ini untuk memburu money laundry. Saya dengar kabar beberapa pengusaha sudah mulai stress dengan sikap SMI menyentuh Bambang Tri itu. Kasus Jiwasraya itu keliatan sederhana. Tetapi sangat politis. Kasus Mayapada dan Bukopin itu juga langsung menyentuh ujung rahim elit senior partai. Beberapa eiite Partai tersangkut. Tetapi sengaja disandera secara politik.


Puncaknya adalah disahkannya UU Cipta Kerja. Disahkannya UU ini tidak mudah dan tidak ikhlas bagi anggota DPR. Ini yang dihantam adalah statusquo sistem birokrasi dan otonomi daerah yang selama ini sebagai sumber rente bagi elite partai. Tetapi karena segudang kasus elite yang di trade off  terpaksa UU ini disahkan DPR. Yang namanya engga ikhlas, tentu kapan saja bisa jadi masalah kalau ada kesempatan. Tetapi apa mau dikata. Itu sudah dikunci oleh PDIP. Ada PDIP man di jatung penegakan hukum; Kejaksaan agung, BIN, KPK , BPK. Mereka akan kawal itu dengan baik. Setiap gerakan, akan berujung kasus. Karena stok kasus di tangan mereka buaaanyak.


Jadi desain besar dari politik Jokowi periode kedua ini, adalah desain Politik PDIP. Apa tujuannya? agar politik tetaplah politik. Tidak tercemar oleh pengusaha rente. Proses politik adalah proses konstitusi tanpa tercemar politik identitas. Siapapun boleh tampil sebagai pemenang asalkan dia memang dicintai rakyat dan mampu. Ya seperti layaknya kerja profesional. Kedatangan MRS dengan segala riak, adalah trial and error sejauh mana pemerintah lead atas semua sumber daya. Tentu penyelesaian bijak akan bertumpu kepada rekonsiliasi. Bukan antara MRS dengan pemerintah. Tetapi antara sesama elite saja; Partai dan Ormas. Tentu rekonsiliasi untuk rakyat, bukan bagi bagi kavling sumber daya. Di sinilah peran TNI sebagai penyeimbang.

No comments: