Ada yang bertanya kepada saya. Sejauh mana kekuatan modal mempengaruhi politik di Indonesia dan siapa saja mereka. Saya mencoba merangkai informasi sekitar mereka dan ini bukan rahasia umum. Jadi saya hanya mengurai puzzle.
Pertama. Adalah mereka yang mendapatkan rente dari bisnis Pharmasi dan Rokok. Semua tahu lah. Raja pharmasi di Indonesia adalah Kalbe. Boss nya, Beonyamin Setiawan kini menempatkan dia dalam daftarorang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan sebesar Rp. 60 triliun. Kemudian, boss Rokok. Dari kelompok Djarum. Mereka masuk orang terkaya nomor 1 di Indonesia dengan total kekayaan Rp 285,65 triliun.
Kedua. Prayogo Pangestu. Dia pendiri dari PT. Chandra Asri. Raja petrokimia di Indonesia yang kini kerjasama dengan Pertamina. Dia juga pemilik pembangkit listrik panas bumi yaitu yakni PLTP Wayang Windu, PLTP Salak, dan PLTP Darajat, yang ketiganya berada di Provinsi Jawa Barat. Juga pemilik dari PT. Indo Raya Tenaga, konsorsium pembangkit listrik Jakarta dan Banten. yang bermitra dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kekayaannya mencapai 5,6 miliar dollar AS versi Forbes. Rangking kedua terkaya di Indonesia.
Ketiga. Antony Salim. Indofood masuk 10 perusahaan terbaik di Indonesia. Total omzet PT Indofood Sukses Makmur tahun 2018 mencapai Rp73,39 triliun. Indomaret dengan jumlah gerai 15.335 unit meraih omzet tahun 218 sebesar Rp. 73,37 triliun. Kalau ditotal kedua perusahaan itu omzet yang diraih mencapai Rp. 147 Triliun.
Di luar Indofood , Anthoni juga masuk ke bidang lain. Seperti bersama CT dia memiliki saham di Bank Mega. Bersama Medco dia punya saham di beberapa bisnis Medco. Bersama Martua Sitorus dia juga punya saham di beberapa bisnis. Sementara investasi di luar negeri di bawah First Pacific limited diserahkan kepada profesional tanpa dia terlalu ikut campur. First Pacific Limited, terdaftar di Bermuda, markasnya di Connaught Place Central, Hong Kong.
Keempat. Adalah mereka yang bergerak dibidang rente Tambang dan minyak Sawit. Raja tambang saat sekarang adalah Low Tuck Kwong. Dikenal sebagai raja batu bara, pendiri Bayan Resources. Miliki Kekayan Rp35,1 Triliun. Garibaldi Thohir Miliki, pemegang saham utama Adaro Energy, salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia. Saat ini kekayaannya mencapai US$1,76 miliar atau Rp23,4 triliun.
Lim Hariyanto. Lim dan keluarganya pengendali PT. Bumitama Agri. Saat ini, dikabarkan kekayaannya mencapai US$910 juta setara Rp12,8 triliun. Arini Subianto. Dia putri dari raja minyak Indonesia Benny Subianto yang meninggal pada Januari 2017. Dia juga punya saham di Adaro Energy. Armada bisnisnya adalah Persada Capital Investama. Edwin Soeryadjaya, boss dari PT. Saratoga Investama Sedaya. Saat ini, kekayaannya mencapai US$660 juta atau setara Rp9,2 triliun.
Kelima. Raja property. Mereka adalah Keluarga Widjaja, Mochtar Riady & keluarga, Husodo Angkosubroto, Alexander Tedja, Hary Tanoesoedibjo, Osbert Lyman, Tommy Winata. Mereka terhubung dengan keluarga Cendana dan kroninya. Sebenarnya sumber uang mereka bukan hanya dari property tetapi dari juga bisnis Perkebunan, Media, Telekomunikasi dan perbankan. Kalau dengar rumor mereka berada dibalik kemenangan Anies dalam Pilgub DKI 2017, wajar saja. Karena portfolio mereka terbesar di Jakarta.
Mereka semua itu sebenarnya jauh dari kegiatan politik praktis. Kedekatan mereka dengan elite politik kebanyakan melalui para pengusaha yang juga elite partai dan ring satu presiden. Bukti keterlibatan mereka dalam money politik tidak ada. Yang jelas mereka termasuk pembayar pajak terbesar. Namun semua tahu penguasaan resource yang mereka punya tidak akan bisa tanpa ada dukungan politik dan power kekuasaan dari tingkat pusat sampai daerah.
***
Buku Democracy for Sale: Dark Money and Dirty Politics, by Peter Geoghegan, published by Head of Zeus. Menurut buku ini. Selalu alasan pembenaran pentingnya demokrasi adalah agar tidak terulang lagi kekuasaan seperti Hitler, Mussolini, Stalin. Mereka adalah Icon kegagalan kekuasaan anti demokrasi. Kebetulan AS sebagai pemenang perang dunia kedua. Memaksakan agar demokrasi sebagai jalan menuju era baru dunia yang damai dan menghormati kebebasan. Namun yang jadi masalah setelah sekian dekade. Terbukti Demokrasi memang tidak pernah mundur namun gagal maju.
Mengapa ?
Jawabannya, ada tiga.
Pertama. Peran korporat dalam sistem politik sangat dominan menentukan arah bandul. Maklum korporat lewat pajak menanggung anggaran nasional lebih dari 80%. Walau korporat hanya segelintir namun ia menanggung beban sosial dan ekonomi negara. Itu sudah berlangsung sejak tahun 1970. Sulit membantah bahwa oligarki bisnis itu kukunya mencengkeram batang leher elite.
Kedua. Peran uang haram atau uang gelap atau uang rente yang masuk kedalam sistem politik. Panetrasi uang rente ini luar biasa sehingga membuat demokrasi hanya sebatas prosedur formal saja. Kenyataannya pemerintah bekerja untuk kepentingan rente saja. Yang miris, uang rente itu sulit dilacak pajaknya. Mereka dilindungi oleh elite politik.
Ketiga. Transformasi media massa ke ekosistem informasi yang terstruktur sehingga informasi bisa di-create sesuai kehendak modal dan pasar. Akibatnya kebenaran yang menjadi nilai nilai demokrasi tidak menjadi bagian dari proses pendidikan politik. Makanya jangan kaget bila orang yang tak jelas reputasinya bisa jadi anggota DPR dan kepala daerah. Bahkan jenderal gagal engga malu untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Dan selalu ada yang pilih.
Tiga hal tesebut diatas,juga ditulis oleh Lawrence Lessig dalam bukunya, Republic, Lost, dan Dark Money. Lessig menjelaskan bagaimana sekelompok miliarder telah membentuk dan memutarbalikkan politik Amerika. Dan di Inggris, studi penting Martin Moore, Democracy Hacked , menunjukkan bagaimana, hanya dalam satu siklus pemilu, pemerintah otoriter, elit kaya, dan peretas pinggiran menemukan cara untuk mempermainkan pemilu, melewati proses demokrasi, dan mengubah jejaring sosial menjadi medan perang.
Buku ini tidak berbasis teori kuat. Landasan berpikirnya lebih kepada telaah fakta. Jadi lebih tepatnya laporan kompulsif bagaimana praktek demokrasi yang ganas dan culas. Sehingga banyak UU tidak lagi dibuat sesuai dengan nilai nilai demokrasi tentang keadilan. Rakyat kehilangan kecerdasan politik akibat informasi yang bias.
Media massa menjadi virus yang ganas menyesatkan orang berpikir. Sosial media membuat orang lonely ditengah keramaian dan jadi budak influencer yang mengemas konten ambigu. Selalu membesar besarkan hal omong kosong seperti idiologi dan agama. Sangat sedikit membahas silent skandal dari kalangan korporat dan elite poltiik. Ogah membahas mind corruption. Padahal silent skandal dan mind corruption ini lebih jahat dari teroris. Karena ia semakin memperlemah pemerintah dalam melaksanakan fungsi sosial dan keadilan. Dampak buruknya sangat sistematis. Jadi, demokrasi itu paradox . Anti persatuan dan mudah terpolarisasi.
No comments:
Post a Comment