Kementerian Perindustrian (Kemenperin), bulan lalu memblokir izin penjualan Iphone 16 dengan alasan belum memenuhi persyaratan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 40% untuk ponsel cerdas dan tablet. Saya akan membahas ini dari sudut rasional Apple saja.
Business Apple itu bukan pabrikasi, tetapi hanyalah design dan marketing. Mereka sendiri tidak punya pabrik. Yang produksi adalah pihak Foundry, Media tech dan Foxconn ( Hon Hai Precision Industry Co., Ltd.). Foxconn adalah raksasa industry high tech dari Taiwan yang memproduksi semua produk merek Apple. Yang rumit dari industry smartphone ini adalah konten tekhnologi di dalamnya dan proses produksi. Apple tidak berdaya menentukan siapa yang akan jadi pemasoknya.
Jadi siapa yang menentukan ?. Foundry lah yang menentukan siapa yang qualified jadi mitra outsourcing OSAT ( Outsourced Semiconductor Assembly and Test). Saat sekarang top player OSAT adalah Walton Advanced Engineering, Amkor, TSHT, Chipbond, Signetics, Powertech Technology Inc, JECT, Hana Micron, Unisem, ChipMOS, UTAC, TFME, ASE Group, KYEC, SPIL. Tidak ada nama perusahaan Indonesia di daftar itu atau afiliate.
Dan apple tidak mungkin mengubah bisnis model berbasis tekhnologi terdepan dari pesaingnya. Karena itulah keunggulannya. Terus mengapa Apple hanya bergantung kepada Foxconn ? ya untuk menjaga rahasia perusahaan, seperti kekayaan intelektual dan kontrol terhadap proses produksi. Jadi paham ya. Mengapa sulit bagi Apple bisa memenuhi local konten (TKDN) 40% yang ditetapkan oleh pemerintah.
Loh mengapa merek smartphone lainnya tidak ada masalah memenuhi TKDN 40%? Kalau mau jujur tidak ada yang mencapai 40% TKDN. Mereka hanya manufaktur di Indonesia dengan supply chain impor. Bukan rahasia umum kalau semua main soal TKDN. Sementara Apple patuh dengan standar international terkait dengan good governance. Apple tidak bisa "main" seperti produsen hape lainnya.
Dan lagi engga mudah jadi pemasok Apple. Teknologi hape merek lain tidak rumit. Beda jaun dengan Iphone produk Apple. Apa sih rumitnya ? Misal, tingginya tingkat kompleksitas yang melekat pada desain layar. Tingkat keberhasilan untuk layar iPhone 6 yang berukuran 4,7 inci adalah sekitar 85% sedangkan untuk iPhone 6 Plus dengan layar 5,5 inci adalah sebesar 50-60%. Kalau perusahaan engga jago amat, mana berani jadi supplier Apple.
Yang saya tahu dari teman, udah lama Foxcon berusaha menemukan mitra di Indonesia untuk jadi pemasok. Namun gagal. Apa pasal ? Di Indonesia belum ada ekosistem bisnis high tech yang melibatkan R&D. Semua hanya tukang jahit doang. Beda dengan Malaysia yang sudah sangat maju industry high tech nya. Apple tidak ada masalah invest di Malaysia. Padahal era Soeharto, Malaysia belajar dari Indonesia dalam membangun industry high tech.
Disamping itu, Apple adalah perusahaan yang sudah menerapkan ESG sangat ketat. Maklum dana investasi mereka berasal dari pasar uang dan pasar modal. Jadi kepatuhan terhadap ESG adalah keniscayaan. Nah menurut Apple, Indonesia itu tidak patuh terhadap ESG. Terbukti adanya kasus korupsi Timah dan rusaknya lingkungan penambangan nikel. Sementara salah satu material apple itu adalah timah dan nikel powder.
Nah kalau akhirnya Apple harus investasi di Indonesia sesuai dengan minimal local konten 40%, itu artinya Apple harus all out. Resiko tentu sangat besar, terutama dalam hal riset tekhnologi. Harus ada transfer tekhnologi ke perusahaan di Indonesia. Itu pasti sangat mahal. Kalau engga diberi insentif oleh pemerintah, misal bebas pajak 50 tahun, ya mana mau mereka ambil resiko. Karena semua negara maju yang peduli kepada industrialisasi memberikan insentif bebas pajak kepada industry high tech yang lakukan riset.
Saya setuju dengan tekad pemerintah untuk konsisten terhadap TKDN, tetapi itu jangan hanya aturan doang. Harus pula disertai dengan dukungan riset kepada industry high tech dalam negeri. Agar kita bisa bersinergi dengan raksasa hich tech yang sudah jadi raja seperti SMC ( Taiwan Semiconductor Manufacturing Company ), Samsung, United Microelectronics Corporation ( UMC ), GlobalFoundries, Semiconductor Manufacturing International Corporation ( China). Kalau engga, aturan itu hanya jadi bahan ketawaan mereka.
Apple tidak akan tunduk begitu saja terhadap kebijakan TKDN, walau pasar domestic kita besar. Karena Apple tahu, konsumen iphone di Indonesia itu kelas menengah atas. Jumlahnya engga banyak. Mereka bisa terbang ke Singapore untuk beli hape. Kan hanya 1,5 jam penerbangan. Saran saya, lebih baik setujui aja proposal Apple untuk berinvestasi di Bandung. Walau itu hanya produksi casing dan accessories, engga apa. Kan bisa tampung angkatan kerja. Setidaknya yang kena PHK pabrik tekstil bisa kerja di sini. Setelah itu focus lah benahi ekositem industry high tech. Yuk, cerdas ya sayang. Udahan bego nya.