Thursday, February 20, 2025

Saran dan harapan kepada Danantara

 



Apakah kita mungkin bisa menjadikan BPI Danantara seperti Temasek Singapore, tanya teman. Saya sedang malas diskusi. Tapi karena teman ini akademisi dan bekerja pada konsultan bisnis. Saya jadi tertarik mendengar perspektif dia terhadap BPI Danantara. Menurut saya apa yang dia katakan tak lebih agenda proyek. Bukan agenda membangun BPI Danantara sebagai trust institution. Mengapa ? karena kata kunci dari lembaga investasi adalah trust. Modal bukan penentu.


Disamping itu, ada kerancuan antara BPI Danantara sebagai investment institution dengan SDF ( Sovereign Development Fund). SDF berasal dari surplus APBN dan devisa. Surplus ini ditabung dan dikelola lewat system SDF untuk ditingkatkan manfaatnya. Itu terjadi pada negara seperti Norwegia, China, Uni Emirat Arab, Kuwait, Arab Saudi, Singapura, Qatar, dan Hong Kong.  Dalam hal Indonesia, kita mendirikan BPI Danantara bukan berasal dari surplus APBN. Tapi dari realokasi APBN dan realokasi PNBP,  deviden BUMN.


Dari sumber dana saja jelas BPI Danantara tidak bisa disebut sebagai SDF. Apalagi modal awal berasal dari APBN yang dalam keadaan defisit.  Nah kalau ingin menjadikan BPI Danantara sebagai investment holding untuk me-leverage sumber daya BUMN yang ada. Ada tiga hal yang harus diperhatikan.


Pertama. Pastikan BPI Danantara harus mampu menciptakan business model berspektrum luas terhadap program jangka panjang berbasis sumber daya strategis yang berdaya saing tinggi. Ada dua sumber daya negara dan ini terkait dengan geostrategis dan geopolitik. Yaitu berupa sumber daya intangible dan tangible. 


Intangible adalah letak geographis yang diapit dua benua dan dua samudera. Ini harus di utilize sebagai kekuatan geopolitik kawasan. Kita punya sumber daya tangible yaitu BUMN SDA dan trasfortasi untuk menjadi HUB logistic international dan supply chain industry region di  SLOC seperti selat Malaka, Sunda, Lombok dan Makasar, BPI Danantara dapat membangun ekosistem logistic berkelas dunia di empat selat itu dan sekaligus sebagai pusat industry berbasis renewal energy. Ini akan menjadi magnit dunia.


Tidak sulit bagi BPI Danantara menarik investor institusi lewat thematic bond untuk pembangunan HUB infrastrutkur logistik. Dan akan sangat mudah menarik FDI di Kawasan manufacture antara. Karena investor nya adalah negara yang punya kepentingan geostrategis di Kawasan empat selat itu dan ini sudah menjadi ekosistem financial dunia. Apalagi negara yang punya SDF seperti Arab, UEA, AS, China, Singapore, Norwegia punya kepentingan terhadap empat SLOC ini.


Kedua. Pastikan agar BPI Danantara dikelola dengan prinsip akuntable dan transfarance. Mengapa ? agar bisa terhubung ( linked ) dengan IMF, World bank, Philanthropy Fund organisasi,  Lembaga rating international. Manfaatkan Reserves Advisory & Management Partnership (RAMP) dari World bank. Toh kita sudah jadi anggota OECD. Jadi akan sangat mudah membangun kolaborasi. Ini akan sangat membantu mempromosikan BPI Danantara sebagai SDF berbasis sumber daya.


Ketiga. BPI Danantara harus melakukan restrukturisasi BUMN dengan prinsip good governance agar terjadi transformasi BUMN dari rente mindset ke industry mindset. Focus kepada business model berkualitas tinggi yang terkait dengan geopolitik dan geostrategis. Dengan modal Rp. 1000 triliun, itu akan bisa di leverage berkali lipat. Indonesia akan lead sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di regional atau global, yang pada akhirnya akan berdampak luas kepada ekonomi domestic untuk tumbuh secara inklusif dan sustainable.


Untuk bisa tiga hal tersebut terlaksana. Diperlukan team professional dengan tingkat kompetensi kelas dunia dan kepatuhan terhadap  standar ESG. BPI Danantara harus jadi Lembaga berdaulat yang independent. Jauh dari intrik politik dan tidak bisa diakses dengan mudah oleh elite politik untuk kepentingan oligarki. Kalau engga, akan menimbulkan moral hazard dalam pengelolaannya. Ini akan mudah jadi pintu masuk merampok sumber daya BUMN dan menimbulkan skandal yang meruntuhkan trust dan fundamental ekonomi negara. 

Thursday, February 13, 2025

Efisiensi anggaran itu karena mitigasi beban utang ?

 




Menanggapi kabar terkait kebijakan efisiensi anggaran saat ini akibat beban utang masalalu. Menurut Jokowi , rasio utang negara masih aman. Jokowi menjelaskan, rasio utang negara terhadap  PDB masih di bawah ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Mengacu pada regulasi tersebut, maka rasio utang terhadap PDB dibolehkan maksimal 60 persen. Nah hingga juli 2024 rasio utang sebesar 38,68%. Pada batas itu Jokowi ada benarnya. 


Bagaimanapun hutang itu harus dimitigasi. Pagu utang terhadap PDB adalah salah satu caranya.  Agar kita hati hati dalam membuat keputusan berhutang. Ada saatnya genjot berhutang seperti era Jokowi dan ada saatnya berpikir bagaimana memitigasi resiko terhadap utang itu.  Selain debt to PDB sebagai acuan tingkat keamanan berhutang, ada juga debt service ratio (DSR). DSR lebih objectif untuk mengukur keamanan posisi hutang. Karena terkait dengan cash flow sementara PDB hitungannya argregat.


Saat sekarang utang luar negeri kita sebesar USD 425 miliar ( agustus 2024). Sementara pendapatan ekspor kita pada tahun yang sama sebesar USD 265 miliar.  Rasio hutang luar negeri terhadap pendapatan ekspor mencapai 160%. Walau hutang itu sebagian besar berasal dari hutang jangka Panjang. Namun dengan ratio yang begitu tinggi dan cenderung meningkat setiap tahun, sangat beresiko. Kini sudah terbukti dengan volatilitas IDR yang tinggi. Yield obligasi termasuk tertinggi di negara ASEAN. Kalau tidak dimitigasi dengan smart akan membuat rupiah terjun bebas. 


Penerimaan pajak pada tahun 2024 mencapai Rp1.932,4 triliun. Sementara bayar bunga dan utang pada tahun 2024 Rp. 749 triliun. Rasio pembayaran utang dan bunga terhadap penerimaan pajak sebesar 22,5%. IMF mensyaratkan batas aman sebesar 17%. Itu sudah lampu kuning.  Nah tahun 2025 total penerimaan pajak ditargetkan Rp.2.189 triliun. Bunga dan utang yang harus dibayar sebesar Rp. 1.352,33 triliun. Ratio utang dan bunga terhadap penerimaan pajak sebesar 61,7%. Apa jadinya kalau target pajak tidak tercapai ? kan bisa default.


Tahu artinya? Dari tahun ke tahun DSR terus meningkat. Kini lebih separuh penerimaan pajak dipakai untuk bayar Bunga dan utang yang jatuh tempo. Seharusnya penerimaan pajak itu digunakan mensejahterakan rakyat lewat program keadilan ekonomi.  Makanya cara terbaik dalam memitigasi resiko terhadap utang adalah dengan mengerem nafsu belanja. Ya efisiensi total. Kalau bisa APBN dipenggal sebesar 40% dan pada waktu bersamaan tingkatkan kinerja anggaran yang ada. Memang piliihan yang tidak mudah.


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2024 sebanyak 20,31 persen Gen Z atau penduduk yang saat ini berusia 15 hingga 24 tahun berstatus NEET ( Not in Education, Employment, or Training ). Dengarlah keluhan salah  satu Gen Z yang sudah hijrah ke luar negeri. Dia mencanangkan Tagar #KaburAjaDulu. Itu karena mereka tidak melihat masa depan cerah di negeri ini.  Kan engga ada orang ingin mati di negeri yang tidak punya hope. Mari berubah.  Memang dalam jangka pendek efisiensi anggaran itu merugikan pertumbuhan. Tapi dalam jangka Panjang kita lebih sehat dan anak anak kita punya hope.


Kagaduhan terhadap program efisiensi anggaran lebih karena emosional atas keengganan untuk menyadari resiko yang menghadang di masa depan. Padahal resiko itu fakta yang tak terbantahkan. Apalagi di tengah melemahnya daya beli rakyat, beban kenaikan tarif pajak dan iuran BPJS dan lain lain sangat memberatkan. Mengingatkan resiko itu bukan berarti anti pemerintah atau benci kepada rezim tetapi lebih kepada kecintaan kepada negeri ini. Prabowo mengajak kita semua membayar kesalahan masa lalu dengan hidup prihatin dan kerja keras. ***

Thursday, February 6, 2025

Ambisi Prabowo : 8% pertumbuhan ekonomi?

 



Prabowo berniat mendongkrak pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Padahal IMF dan Bank Dunia memprediksi pertumbuhan lima tahun ke depan akan stuck di 5%. Apakah mungkin ? tanya teman. Dalam konteks politik, apa yang menjadi tekad Prabowo itu masuk akal. Karena kita punya sumber daya besar. Namun dalam konteks ekonomi makro, ya sesuai dengan prediksi IMF yaitu sulit mencapai diatas 5%.  


Apa yang dimaksud dengan Politik?   Masalah ekonomi kita itu dibebani ongkos politik yang sangat besar dan tidak efisien. Sumber masalah adalah korupsi. Korupsi bukan hanya pada tatataran belanja tetapi juga mind corruption dalam program yang penuh rente : mark up, mengada ada dan absurd, bias yang berujung turunnya tax ratio. 


Contoh sederhana dan vulgar yaitu tingginya Incremental Capital-Output Ratio (ICOR). Dalam 10 tahun kepemimpinan Jokowi, ICOR berada di level 6,9. Bandingkan di ASEAN rata rata hanya 4. ICOR yang tinggi itu menunjukan besar nya beban ekonomi dalam system kekuasaan di Indonesia. Law enforcement engga jalan. Dan itu pasti by design. Karena tanpa kekuatan politik tidak mungkin terjadi pembiaran yang sehingga index korupsi memburuk. Dampaknya  index Pembangunan Manusia (IPM) yang juga rendah dibawah rata rata negara G20.


Mari kita hitung  kasar aja. Era Jokowi, untuk menaikkan 1 unit output diperlukan investasi sebesar 6,9 unit (ICOR). Nah bila Prabowo berniat mendongkrak pertumbuhan 8% dari PDB, maka diperlukan investasi sebesar  Rp. 12.000 triliun (8 % x Rp. 22.000 triliun)x 6,9. Padahal APBN kita hanya Rp. 3.600 triliun. Apa mungkin dapatkan tambahan investasi sebesar  Rp 8.400 triliun di luar APBN ditengan situasi likuiditas ketat dan  ekonomi global yang suram?


Jadi bagaimana solusinya? Ya kalau secara ekonomi tidak bisa dilakukan. Maka lakukan secara politik. Tentu caranya harus beda dengan era Jokowi. Engga bisa lagi ada istilah keberlanjutan. Jadi caranya ? Ya lewat politik anggaran. Lakukan efisiensi total. Karena sifatnya politik, kan engga bisa dilakukan secara revolusi. Maklum,  birokrasi di Indonesia bekulindan dengan politik. Bukan rahasia umum bila banyak eselon 1 di Kementerian dan PEMDA adalah orang partai. Harus prudential. Ya Awali dengan memotong anggaran Birokrasi dan perkuat aparat hukum. Setelah itu barulah memangkas anggaran proyek yang tidak efisien.


Kalau dalam dua tahun kekuasaan Prabowo bisa tekan ICOR menjadi 4 saja. Maka penghematan investasi bisa mencapai Rp 5000 triliun pertahun. Artinya untuk mencapai pertumbuhan 8% hanya perlu investasi Rp. 8000 triliun/tahun. Kalau dikurangi APBN sebesar Rp. 3.400 triliun. Hanya perlu Rp. 4.600 triliun diluar APBN. Jumlah itu sangat mungkin kita dapat di luar APBN. Apa saja sumber daya keuangan yang memungkinkan target pertumbuhan itu bisa dicapai ?


Pertama. Perhatikan data. Pada tahun 2023, rasio kredit perbankan terhadap PDB di Indonesia adalah sekitar 33,72%. Bandingkan dengan Singapore mencapai Rp 150%. Artinya masih ada ruang sebesar 60% lebih dari PDB atau sebesar Rp. 12.000 triliun.  Belum lagi skema SWF dari INA yang didukung Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Yang memungkinkan berkembangnya sekuritisasi sumber daya.


Kedua. Adanya goncangan geopolitik antara China dan AS, akan mendorong relokasi industry ke negara yang tidak terkena kebijakan tarif tinggi dari AS. Ya Indonesia salah satunya akan menjadi negara tujuan relokasi industry China. Potensi FDI downstream mineral tambang dan agro terbuka lebar.


Ketiga. PSN yang belum direalisasikan sangat besar nilai investasinya. Tidak perlu ada studi lagi. Tidak perlu ada dana pendamping. Tinggal evaluasi skemanya dan arahkan 100% B2B. Lakukan tender investor, bukan tender kontraktor yang rente. Contoh, proyek IKN, Jangan lagi dari APBN. Tetapi arahkan 100% B2B atau KPBU. Itu akan cepat mendatangkan investor institusi semacam family office.


Dengan tiga alasan tersebut diatas, tidak perlu ragu akan pertumbuhan ekonomi 8%/tahun. Tentu syarat dan ketentuan berlaku. Apa itu? Ya Prabowo harus berani bertindak secara politik melawan oligarki penyebab tingginya ICOR dan rendahnya Tax ratio. Karena ini penting untuk meningkatkan trust dimata investor institusi dan pasar. 


Namun juga harus diiringi dengan kecerdasan memitigasi resiko poltik akibat kebijakan politik anti rente itu. Kan oligarki itu pasti melawan. Apalagi sebagian besar anggota kabinet sekarang ex rezim Jokowi. Teman mereka banyak di pemerintahan, TNI, POLRi, KPK dan Partai. Engga mudah memang. Sanggupkah Prabowo menghadapi mereka ? Saya hanya bisa berdoa semoga YMP tetap sehat dan tenang menghadapi segala goncangan. Ingat pak syair Chairil Anwar. " Sekali Berarti Setelah itu Mati."

Monday, February 3, 2025

Layak kah BPI Danantara?

 




Akhir  pekan minggu lalu berlangsung Rapat antara Pemerintah dan DPR membahas rencana pengesahan RUU BUMN. Selasa besok (4/2) akan disahkan dalam Rapat Pleno. Cepat dan kilat. Di era Jokowi 10 tahun RUU BUMN tidak kelar. Tapi di era Prabowo hanya perlu waktu sebulan Panja dan langsung masuk Pleno. Keren. Yang menarik dalam perubahan ke tiga UU BUMN ini adalah dengan adanya pasal BPI Danantara. Yang tadinya sempat tertunda pengesahannya. Tapi dengan adanya UU BUMN yang baru, tidak ada alasan lagi BPI Danantara tidak jalan. 


Yang jadi pertanyaan adalah, apakah pendirian BPI Danantara sudah sesuai dengan agenda Prabowo ? Yaitu sebagai financial resource diluar APBN untuk menggerakan investasi agar pertumbuhan ekonomi bisa 8%, melalui sekuritisasi Asset BUMN. Mari kita analisas rasionalitas nya.


Pertama. Total asset BUMN ( data 2023) sebesar Rp. 10.400 triliun. Harus dicatat juga bahwa asset sebesar itu adalah asset revaluasi. Tida terkait dengan likuiditas.Sementara utang Rp6.957,43 Triliun berhubungan langsung dengan likuiditas. Kalau dikurangi Asset dengan utang. Net asset hanya RP. 3.443 triliun.  Net asset sebesar itu kalau disekuritisasi berdasarkan risk management rasio, maksimum hanya 30% saja atau kurang lebih Rp 1000 triliun yang bisa dileverage.  Sementara untuk mencapai pertumbuhan sebesar 8% perlu dana investasi Rp 13.000 trilun. Artinya useless BPI Danantara.


Kedua. Berdasarkan UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, saham pemerintah pada BUMN itu adalah BMN ( barang milik negara). Engga bisa disekuritiasi tanpa melalui mekanisme UU itu. Sementara berdasarkan RUU BUMN, Kekuasaan BPI Danantara dibawah Meneg BUMN. Artinya tidak mengubah struktur system perbendahaan negara. Dimana Menteri Keuangan sebagai beneficiary owner saham BUMN.


Misal, BPI Danantara berencana create structure fund lewat penerbitan surat utang dengan jaminan saham BUMN, prosesnya harus izin dari Menteri keuangan. Nah karena kita menganut cashBasic dalam system perbendaharaan negara. Kalau diizinkan maka itu masuk skema PMN ( Penyertaan Modal negara). Timbul resiko. Structure fund ini diluar APBN akan sulit bisa dikendalikan disiplinnya, bahkan bisa menimbulkan moral hazard seperti kasus skandal MD1 Di Malaysia.


Ketiga. Sekuritasi Asset BUMN lewat BPI Danantara tidak akan efektif sebagai financial resource, bahkan membuat ketidak pastian terhadap surat utang negara.  Ini akan memperlebar rasio utang pemerintah terhadap PDB dan mengurangi value SBN-SUKUK Syariah yang juga menggunakan asset BUMN sebagai underlying. Menteri keuangan tahu pasti soal ini. Dan pasti tidak mudah mengizinkan setiap rencana sekuritasi Asset BUMN. Karena sudah dikunci oleh UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara


Saya menduga duga, agenda pendirian BPI Danantara datang dari para oportunis yang ada di cabinet dan DPR, dengan tujuan memberikan solusi pembiayaan kepada presiden. Namun sifat nya Asal Bapak Senang.  Tidak ada pertimbangan rasional dan akademis yang bisa menjamin agenda mendatangkan investasi besar untuk mendukung pertumbuhan 8%. 


Mengapa ?


Yang kita pahami bersama. Bahwa BPI Danantara itu Lembaga investasi. Makna investasi disini tidak direct investment tetapi lewat produk investasi seperti surat utang atau obligasi atau Bond. Itu dulu yang harus kita pahami. Artinya BPI Danantara bukan kasir yang on demand pay it. Ia hanya sebagai financial resource. Tentu ada standar kapatuhan bagi BUMN atau proyek yang perlu pembiayaan proyek untuk dapatkan  dana dari Danantara. 


Nah yang jadi masalah adalah eligible Danantara sangat rendah kalau mau dijadikan financial resource.  Ada tiga hal yang membuat rendah eligible nya. Apa saja ?


Pertama. Karena ia menjadi asset terpisah dengan negara. Tentu tidak bisa dijadikan government endorsement. Akan sulit dapatkan credit rating tinggi. Butuh waktu lama dengan bukti performance tinggi untuk bisa dapatkan high rate. Apakah bisa menanti sekian lama berproses ? itu pertanyaan yang jawabnya tidak mudah. Karena kita kejar setoran untuk pertumbuhan 8%.


Kedua. BPI Danantara tidak  diaudit oleh BPK. Hanya akuntan Publik. Akan berpotensi timbulnya moral hazard kalau Akuntan publik yang audit tidak qualifikasi AAA rated.  Kasus efishery kita tahu. Akuntan publik yang AAA rated saja ikut mendukung terjadinya fraud laporan keuangan. Sehingga emiten bursa dirugikan.


Ketiga. Dengan tegas UU mengatakan bahwa pemerintah atau negara tidak bertanggung jawab atas kerugian BPI-Danantara.  Artinya kerugian ini tidak bisa tanggung renten atas BUMN yang menjadi members BPI-Danantara. Jadi investasi yang dilakukan BPI- Danantara sifatnya adalah unsecure.


Nah dengan tiga hal itu, saya tidak yakin investor mau beli surat utang yang diterbitkan BPI-Danantara. Sulit bagi Danantara sebagai financial resource. Kecuali hanya mengandalkan dana dari deviden BUMN yang jadi membersnya. Dapatkan dana realokasi dari efisiensi  APBN. Dan Penyerataan Modal negara. Yang dikawatirkan adalah jangan jangan BPI- Danantara hanya dijadikan pintu masuk untuk bancakin dana dari Deviden BUMN, efisiensi APBN dan PMN. Sementara proyek hanya jadi underlying melegitimasi skema saja.


Saran saya.

Sebaiknya focus saja kepada keberadaan INA yang sudah punya landasan hukum independent dan  kuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Mengapa ? keberadaan INA tidak bertentangan dengan UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun memang caranya tidak mudah. Karena prinsip dari INA adalah bukan sekuritisasi asset BUMN atau BMN tetapi sekuritisasi sumber daya yang bersifat thematic dan sophisticated. Itu diperlukan skill financial engineering untuk menciptakan produk investasi berbasis sumber daya. 


Sekuritisasi sumber daya itu rumit namun punya dasar hitungan quantitave yang terukur. Salah satu caranya? Langkah pertama adalah mengindentifikasi sumber daya seperti cadangan Mineral tambang,  Oil and gas, Hilirisasi SDA, potensi belanja domestic, credit carbon dan lain lain. Tahap kedua adalah valuasi sumber daya itu lewat monetisasi. Tahap ketiga, agar jelas akuntable nya sebagai project directive, dirikan SPV  sesuai dengan thema penerbitan surat utang. Misal, INA-Infrastructure fund. INA-Downstream Industry fund, INA-Housing development program dan lain lain. Untuk support pembiayaan PEMDA, bisa terbitkan INA-Local Government Vehicle financing Fund.


Apakah mungkin? Sangat mungkin. Karena sumber pembayaran surat utang itu adalah proyek itu sendiri. Market marker nya adalah INA sendiri. Artinya likuiditas dijamin INA. Kalau kapitalisasi surat utang Rp. 10.000 triliun. Hanya diperlukan 1% jaminan likuiditas. Modal INA yang sudah disetor negara mencapai USD 5 miliar atau Rp.81 triliun. Itu sudah cukup untuk leverage sebesar Rp. 10.000 triliun. Tentu dengan syarat ada jaminan transfaransi, akuntable dan tingkat  kredibilitas  yang tinggi dari pengelola INA. 


Singkatnya reputasi direksi INA itu level nya udah world class Banker, seperti pengelola SWF Temasek dan Abudhabi. Jadi lebih baik optimalkan INA daripada bentuk BPI-Danantara. Nah yang perlu dilakukan kalau ingin mendatangkan investasi untuk mencapai pertumbuhan 8% lewat sekuritisasi, perbaiki direksi dan SDM INA. Pilih mereka yang qualified dan ahli dalam hal strategi sekuritiasi sumber daya. 

Wednesday, January 29, 2025

Trumps proxy dari Pemodal.

 





Trump lewat akun sosial media nya mengkritik the Fed yang tidak menurunkan suku bunga. Memang janji kampanye Trumps adalah akan menurunkan suku bunga bagi peminjam. Chairman the Fed Jerome Powell bisa menerima sikap Trumps namun tetap focus kepada data. Tidak akan terpengaruh dengan politik Trumps. Mengapa?


Pertama. The Fed belum melihat rencana konkrit kebijakan Trumps yang terkait dengan proteksionisme market domestic lewat kenaikan tarif. Saat sekarang the Fed masih menunggu rencana tersebut akan dilaksanakan. Sementara pada saat sekarang tingkat inflasi sedang mengarah kepada target the fed yaitu 2%. Sudah mencapai titik keseimbangan sebenarnya.


Kedua. Aktivitas ekonomi AS terus berkembang dengan pesat. Tingkat pengangguran telah stabil pada level rendah dalam beberapa bulan terakhir, dan kondisi pasar tenaga kerja tetap solid. Sehingga target mencapai inflasi 2 % akan mudah dicapai. Tentu the Fed tidak ingin mengambil resiko dengan buru buru menurunkan suku bunga. Momentum perbaikan itu harus dijaga.


***

Ada tiga hal mendasar  yang menggrogoti ekonomi AS selama beberapa tahun belakangan ini. Yaitu, Inflasi, monopoli, dan utang. Tiga hal itu terjadi karena mind corruption akibat begitu besarnya ketergantungan AS kepada korporat. Inflasi terjadi karena AS menyelesaikan krisis moneter tahun 2008 lewat pelonggaran quantitative. Sementara Krisis itu sendiri terjadi akibat lemahnya pengawasan pasar uang. Monopoli terjadi karena financialisasi PDB. Utang membesar karena politik populisme.


Melihat keadaan ekonomi AS sekarang tidak bisa dengan kacamata ekonomi semata. Ini soal idiologi kapitalisme VS populisme. Dari free market ke market regulated. Tidak ada solusi yang cepat mengatasinya. Karena bangun system kapitalisme di AS sudah berakar. Nah Trump membaca keadaan ini dengan baik. Dia tidak perlu ahli ekonomi duduk di ring 1 kekuasaannya. Yang dia perlukan adalah orang yang jago membangun persepsi pasar lewat berbagai issue, seperti Elon Musk dan yang punya Trust tinggi seperti  Timothy Mellon*)


Issue proteksionisme pasar domestic oleh Trumps,  yang langsung disambut rakyat dengan terpilihnya dia sebagai presiden. Sebenarnya mengarah kepada penolakan terhadap kesepakatan global yang merugikan korporat AS. Seperti Paris Agreement, ESG, Pajak global minimum bagi MNC. Maklum dengan adanya Paris agreement dan ESG terkait emisi karbon nol telah mengguncang korporat oil and gas, thermal coal. Belum lagi dengan adanya Pajak Global minimum sebagai mitigasi resiko imbalance economic gloIbal yang jelas merugikan MNC.


Kemudian issue sentiment anti China yang diawali dengan ancaman larangan Trumps terhadap platform social media China, kini berubah.  Dari larangan menjadi aliansi. Tiktok platform milik China, justru ditawari bermitra dengan raksasa IT seperti Microsoft dan lainnya. Dan Trumps pura pura tidak tahu keok nya industry EV Amerika  oleh China. Terakhir, tumbangnya saham tekhnologi di Wallstreet akibat hadirnya AI DeepSeek dari China. Secara tidak langsung Trumps sedang membuang toxin dari perekenomian AS yang selama ini menyerap begitu besar likuiditas keuangan, yang nilai tradable nya rendah.


Apabila issue ini sukses mengembalikan kedigdayaan korporat, berikutnya adalah memaksa The Fed untuk menurunkan suku bunga agar moneter longgar. Sekuritisasi sumber daya korporat punya jalan lebar untuk masuk ke pasar leverage lewat Bursa dan perbankan. Arus modal akan mengalir ke AS berkat dukungan likuiditas dari the Fed. Maklum kekuatan mesin ekonomi AS ada pada TNC dan TNC berkembang berkat inklusif keuangan. 


AS bukanlah negara totalitarian. AS adalah negara demokrasi. Cara melakukan perubahan tidak dengan komando satu tangan seperti layaknya totalitarian. Tetapi lewat issue. Membangun persepsi baru agar mendapat dukungan dari publik.  Issue ini di viralkan lewat social media. Menjadi kebenaran baru. Artinya, disaat cara konvensional mengatasi ekonomi tidak efektif ya lakukan lewat jargon proteksionisme. Rakyat banyak mudah terbuai dengan romantisme nasiolisme. Dan tidak peduli kalau yang membuainya adalah predator. ***


*). Nama Bank Of New York atau BONY tentu familiar bagi semua orang. Ya BONY adalah operator the Fed dalam mengendalikan moneter AS dan pergerakan pasar uang. Nah pemilik dari BONY adalah Bank Melon. Siapa itu? Bank Melon didirikan oleh Andrew Mellon. Dia adalah banker Yahudi yang legendaris. Nah cucunya adalah Timotius Mellon.


Saat Trumps mencalonkan diri sebagai Presiden AS, Timotius Mellon. menyatakan diri sebagai penyandang dana kampanye Trumps. Sumbangan dananya lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh Elon Musk. Dalam catatan perjalanan bisnisnya. Mellon memang banyak tersangkut kasus perdata. Maklum dia pemain hedge fund yang piawai dan selalu lolos dari jeratan hukum. Nah kini Trumps jadi presiden. Tentu Timoti Mellon menjadi orang kepercayaannya.  

Saturday, January 18, 2025

Javier Milei

 




Javier Milei, pria kelahiran Buenos Aires-Argentina tahun 1970. Gayanya yang sedikit urakan dengan rambut agak panjang tak terurus. Walau orang menyebut dia gila. Namun dia menyebut dirinya singa. Terlepas soal itu. Dia adalah Pakar ekonomi pertumbuhan. Guru besar ekonomi. Menulis banyak buku soal pertumbuhan dengan falsafah anarko kapitalis. Memang agak laen kalau dibandingkan dengan ekonom status quo yang berlindung kepada kekuasaan negara untuk mengendalikan pasar dan proteksionisme. Dia justru anti statusquo. Politisi yang libertian sayap kanan.


Tahun 2021 Milei jadi anggota Dewan. Kondisi ekonomi Argentina sangat buruk. Supermarket Argentina menaikkan harga hampir setiap hari. Keluarga kelas menengah berusaha menghabiskan uang peso mereka yang terdepresiasi dengan cepat secepat mereka mendapatkannya. Sebagai pakar ekonom. Dia kritik pemerintah. Yang sekian decade berbohong atas data moneter dan fiskal. Hanya ingin mempertahankan statusquo. Pada akhirnya pasar menghukum. Negara berada di ambang hiperinflasi. Jejak reformasi ekonomi yang gagal.


Tahun 2023 Milei terpilih sebagai presiden. Dia mewarisi ekonomi dengan tingkat inflasi tahunan tertinggi di dunia: 211 persen. Harga naik dari bulan ke bulan sebesar 13 persen, melonjak menjadi 25 persen pada bulan Desember 2023. Lawan politiknya bekata “ Coba buktikan omongan lue selama ini yang kritik pemerintah. Paling jadi penguasa, korupsi juga.” Nada skeptis itu wajar. Karena membalikan situasi ekonomi Argentina ke arah perbaikan, seperti mission impossible. Karena sudah begitu parah kerusakannnya. 


Nah apa yang Milei lakukan? Dia buka borok peso lewat devaluasi mata uang. Dampaknya sangat buruk bagi rakyat. Namun itu lebih baik daripada menyimpan kebohongan. Selama ini anggaran habis hanya untuk subsidi dan Bansos guna menutupi kebobrokan pemerintah yang korup. Bagi Milei, koruptor terbesar adalah bank central dan lebih buruk lagi karena kebijakan fiscal yang korup dan terdistorsi.


Setelah itu, Milei, penggal 40% APBN. Menghapus semua bentuk subsidi. Dampak kebijakan ini tentu menimbulkan biaya sosial yang besar, memicu resesi , peningkatan pengangguran, dan penurunan upah riil baik di sektor publik maupun swasta. Kemiskinan melonjak hingga 53 persen pada paruh pertama tahun 2024, naik dari 40 persen pada tahun 2023 – lonjakan tertinggi yang tercatat dalam dua dekade. 


Semua terukur dan Milei yakin dengan kebijakannya. Apa hasilnya ? APBN surplus di penghujung tahun 2024. Ini kali pertama terjadi. Kebijakan stabilitas ekonomi makro nya mengubah persepsi Argentina di pasar. JP Morgan menilai Indeks risiko negara, dari 2000 menjadi 750. Terendah dalam lima tahun. Inflasi bulanan pada November 2024, berada pada angka 2,4 persen. Merupakan angka terendah dalam lebih dari empat tahun. Belanja konsumen dan manufaktur menunjukkan peningkatan.  Pada bulan September 2024. Pertumbuhan upah melampaui inflasi selama enam bulan berturut-turut. 


Secara keseluruhan, menurut Bank Dunia diperkirakan resesi tahun 2024 akan menghasilkan ekspansi ekonomi sebesar 5 persen pada tahun 2025. Tentu pertumbuhan inklusif bukan absurd seperti sebelumnya. Luar biasa memang. “ Argentina itu punya SDA yang sangat besar. Selama sekian decade ekonomi diurus oleh para oportunis. Namun sekali lahir pemimpin benar, tidak butuh lama untuk recovery. Nothing to impossible bagi Argentina “ Kata teman lewat chat forum financial.


Kehebatan Milei dalam mengelola ekonomi Argentina dari terpuruk menjadi bangkit dengan percaya diri telah menjadi inspirasi banyak pemimpin dunia. Bahkan, Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump, berulang kali memuji Milei, menyebutnya sebagai "presiden favoritnya". Elon Musk dan  Vivek Ramaswamy terobsesi mengikuti gaya kepemimpinan Milei yang punya nyali besar merampingkan APBN dan sekaligus mampu memitigasi dampak politik dari kebijakannya itu. Tentu karena dia cepat sekali membuktikan janjinya.