Susu sapi perah dibanyak negara dilarang dijual langsung ke kapada konsumen dalam keadaan mentah. Tanpa melalui proses pasteurisasi, susu mentah mempunyai risiko lebih tinggi menyebabkan penyakit bawaan makanan. Karenanya susu perah peternak memang market utamanya adalah industry pengolahan susu. Dari Industri pengolahan ( industry dairy ) ini dihasilkan beragam susu yang ada di pasar seperti susu dipasteurisasi, susu ultra filter, susu UHT, susu bubuk.
Data tahun 2020 kebutuhan bahan baku susu industri dalam negeri sebanyak 3,85 juta ton (setara susu segar). Sementara, pasokan susu lokal hanya mampu memenuhi sebanyak 850 ribu ton. Adapun susu segar diimpor dari berbagai negara dalam bentuk skim milk, whole milk, anhydrous milk fat, buttermilk, serta whey.
Anda pasti sudah sangat akrab dengan susu Milo dan susu Dancow. Semuanya merupakan brand dari sebuah perusahaan besar Nestlé. Nestlé adalah perusahaan makanan dan minuman asal Swiss. Susu Bendera merek susu Indonesia. Namun tak banyak yang tahu bahwa PT Frisian Flag Indonesia (FFI), selaku perusahaan yang memproduksi, ternyata masih bernaung di bawah Friesland Campina yang didirikan di Belanda sejak tahun 1922.
Saat sekarang ada 10 pemain top dunia dalam industry dairy. Disamping Nestle dan Friesland Campina, ada Lactalis (Prancis), Danone (Prancis), Dairy Farmers of America, Grup Yili (Tiongkok), Fonterra (Selandia Baru) Mengniu (Tiongkok), Arla Foods (Denmark/Swedia), Saputo Inc. (Kanada). Namun dari 10 itu, hanya AS dan China yang masuk 7 produsen susu sapi perah dunia. Sementara India, Brazil, Pakistan, Rusia, German tidak ada.
Hampir semua pabrik susu olahan yang ada di Indonesia dan negara manapun, pasti terafiliasi dengan 10 merek itu. Skema kerjasamanya seperti bisnis maklon. Mereka menjamin likuiditas, pasar dan tekhnologi. Seperti biasa. Mereka menekan ke bawah dan menjarah keatas. Artinya menekan peternak sebagai mitra dan menjual produknya dengan margin tinggi ke konsumen. Singkatnya mereka meciptakan ketergantungan.
Dalam skala global, Industry dairy beroperasi sudah seperti sindikat big farma. Mereka terhubung dalam kartel dan terlibat dalam lobi politik kelas dunia. Mereka tidak lagi lobi negara tetapi PBB, seperti WHO dan FAO. Misal, PP No. 28/2024 menyatakan bahwa setiap bayi berhak memperoleh air susu ibu (ASI) eksklusif sejak dilahirkan sampai usia bulan, kecuali atas indikasi medis. Pengecualian ini mengacu kepada the International Codeof Marketing of Breast-Milk Substitutes (WHO Code). Artinya, aturan tersebut mengakui bahwa susu formula dapat digunakan untuk menggantikan ASI. Confirmed.
FAO menetapkan standar gizi yang mengharuskan konsumsi susu dan WHO juga. Kemudian World Bank menjadikan aturan WHO dan FAO itu sebagai standar kepatuhan dalam memberikan pinjaman lunak. Seperti halnya program stunting yang merekomendasikan susu formula kepada Balita stunting. Dan World bank memberikan pinjaman lunak kepada Indonesia ratusan juta dollar. Kemungkinan besar World Bank juga akan memberikan pinjaman lunak untuk makan siang bergizi, tentu menyertakan standar kepatuhan harus minum susu dan tentu juga impor nantinya.
Lebih 1 abad kartel Industri susu tidak tergoyahkan. Hanya sedikit terganggu dengan kehadiran China seperti merek Yili dan Mengniu, yang sudah merambah ke pasar premium di Eropa dan AS. Tahun 2016 Lu Xianfeng, mencaplok sebuah perusahaan peternakan sapi perah terbesar di Australia, Tasmanian Land Company (TLC). China merupakan produsen susu segar nomor 4 dunia.
Jadi pemerintah harus smart. Jangan sampai nasip kita seperti bisnis pharmasi yang sampai sekarang dikuasai 90% oleh big pharma. 90% bahan baku obat kita impor. Pada 1997, impor bahan baku susu untuk industri dairy 40%. Sekarang sudah 80 persen impor. Hanya masalah waktu kalau tidak dibenahi peternakan sapi perah, bisa 100% kita impor. Caranya? Kita harus punya kemandirian dalam industry dairy. Hanya dengan cara itu kita bisa membela perternak sapi perah local. Dan itu kita punya modal besar untuk mencapainya. Karena pasar domestik besar.