Tuesday, November 5, 2024

Apple minta bebas pajak 50 tahun ?

 




Kementerian Perindustrian (Kemenperin), bulan lalu memblokir izin penjualan Iphone 16 dengan alasan belum memenuhi persyaratan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 40% untuk ponsel cerdas dan tablet. Saya akan membahas ini dari sudut rasional Apple saja.


Business  Apple itu bukan pabrikasi, tetapi hanyalah design dan marketing. Mereka sendiri tidak punya pabrik. Yang produksi adalah pihak  Foundry, Media tech dan Foxconn ( Hon Hai Precision Industry Co., Ltd.). Foxconn adalah raksasa industry high tech dari Taiwan yang memproduksi semua produk merek Apple. Yang rumit dari industry smartphone ini adalah konten tekhnologi di dalamnya dan proses produksi. Apple tidak berdaya menentukan siapa yang akan jadi pemasoknya.


Jadi siapa yang menentukan ?. Foundry lah yang menentukan siapa yang qualified jadi mitra outsourcing OSAT ( Outsourced Semiconductor Assembly and Test). Saat sekarang top player OSAT adalah Walton Advanced Engineering, Amkor, TSHT, Chipbond, Signetics, Powertech Technology Inc, JECT, Hana Micron, Unisem, ChipMOS, UTAC, TFME, ASE Group, KYEC, SPIL. Tidak ada nama perusahaan Indonesia di daftar itu atau afiliate. 


Dan apple tidak mungkin mengubah bisnis model berbasis tekhnologi terdepan dari pesaingnya. Karena itulah keunggulannya. Terus mengapa Apple hanya bergantung kepada Foxconn ? ya untuk menjaga rahasia perusahaan, seperti kekayaan intelektual dan kontrol terhadap proses produksi. Jadi paham ya. Mengapa sulit bagi Apple bisa memenuhi local konten (TKDN) 40% yang ditetapkan oleh pemerintah.


Loh mengapa merek smartphone lainnya tidak ada masalah memenuhi TKDN 40%?  Kalau mau jujur tidak ada yang mencapai 40% TKDN. Mereka hanya manufaktur di Indonesia dengan supply chain impor. Bukan rahasia umum kalau semua main soal TKDN. Sementara Apple patuh dengan standar international terkait dengan good governance. Apple tidak bisa "main" seperti produsen hape lainnya. 


Dan lagi engga mudah jadi pemasok Apple. Teknologi hape merek lain tidak rumit. Beda jaun dengan Iphone produk Apple. Apa sih rumitnya ?  Misal, tingginya tingkat kompleksitas yang melekat pada desain layar. Tingkat keberhasilan untuk layar iPhone 6 yang berukuran 4,7 inci adalah sekitar 85% sedangkan untuk iPhone 6 Plus dengan layar 5,5 inci adalah sebesar 50-60%. Kalau perusahaan engga jago amat,  mana berani jadi supplier Apple. 


Yang saya tahu dari teman, udah lama Foxcon berusaha  menemukan mitra di Indonesia untuk jadi  pemasok. Namun gagal. Apa pasal ? Di Indonesia belum ada ekosistem bisnis  high tech yang melibatkan R&D. Semua hanya tukang jahit doang. Beda dengan Malaysia yang sudah sangat maju industry high tech nya. Apple tidak ada masalah invest di Malaysia. Padahal era Soeharto, Malaysia belajar dari Indonesia dalam membangun industry high tech.


Disamping itu, Apple adalah perusahaan yang sudah menerapkan ESG sangat ketat. Maklum dana investasi mereka berasal dari pasar uang dan pasar modal. Jadi kepatuhan terhadap ESG adalah keniscayaan. Nah menurut Apple, Indonesia itu tidak patuh terhadap ESG. Terbukti adanya kasus korupsi Timah dan rusaknya lingkungan penambangan nikel. Sementara salah satu material apple itu adalah timah dan nikel powder.


Nah kalau akhirnya Apple harus investasi di Indonesia sesuai dengan minimal local konten 40%, itu artinya Apple harus all out. Resiko tentu sangat besar, terutama dalam hal riset tekhnologi. Harus ada transfer tekhnologi ke perusahaan di Indonesia. Itu pasti sangat mahal. Kalau engga diberi insentif oleh pemerintah, misal bebas pajak 50 tahun,  ya mana mau mereka ambil resiko. Karena semua negara maju yang peduli kepada industrialisasi memberikan insentif bebas pajak kepada industry high tech yang lakukan riset.


Saya setuju dengan tekad pemerintah untuk konsisten terhadap TKDN, tetapi itu jangan hanya aturan doang. Harus pula disertai  dengan dukungan riset kepada industry high tech dalam negeri.  Agar kita bisa bersinergi dengan raksasa hich tech yang sudah jadi raja seperti SMC ( Taiwan Semiconductor Manufacturing Company ), Samsung, United Microelectronics Corporation ( UMC ), GlobalFoundries, Semiconductor Manufacturing International Corporation ( China). Kalau engga, aturan itu hanya jadi bahan ketawaan mereka.


Apple tidak akan tunduk begitu saja terhadap kebijakan TKDN, walau pasar domestic kita besar. Karena Apple tahu, konsumen iphone di Indonesia itu kelas menengah atas. Jumlahnya engga banyak. Mereka bisa terbang ke Singapore untuk beli hape. Kan hanya 1,5 jam penerbangan. Saran saya, lebih baik setujui aja proposal Apple untuk berinvestasi di Bandung. Walau itu hanya produksi casing dan accessories, engga apa. Kan bisa tampung angkatan kerja. Setidaknya yang kena PHK pabrik tekstil bisa kerja di sini. Setelah itu focus lah benahi ekositem industry high tech. Yuk, cerdas ya sayang. Udahan bego nya.

Thursday, October 31, 2024

Neoliberalisme ? mahzab ekonomi kita

 






Istilah Neoliberalisme sudah ada sejak tahun 1930-an. Neoliberalisme paling sering dikaitkan dengan ekonomi laissez-faire. Meskipun istilah-istilahnya serupa, neoliberalisme berbeda dari liberalisme modern. Keduanya memiliki akar ideologis dalam liberalisme klasik abad ke-19, yang memperjuangkan laissez-faire ekonomi dan kebebasan individu terhadap kekuasaan pemerintah yang berlebihan. Varian liberalisme itu sering dikaitkan dengan ekonom Adam Smith,  dalam bukunya The Wealth of Nations (1776) bahwa pasar diatur oleh "invisible hand" dan dengan demikian harus tunduk pada campur tangan pemerintah yang minimal.


Apa sih neoliberal itu ? Sederhana aja cara berpikirnya. Pemerintah harus memberikan kebebasan berbisnis. Tidak ada bisnis bisa jalan tanpa sumber daya modal. Tidak ada modal tanpa ada pengakuan akan hak milik pribadi. Tidak ada hak pribadi tanpa ada kebebasan menentukan harga dan value atas dasar alokasi sumber daya yang efisien. Nah semua yang saling kait mengkait itu diperlukan kebebasan pasar dan peran negara yang minimal.


Bagaimana dengan mereka yang tidak mampu mengakses modal? Neoliberal punya prinsip sederhana. Bahwa dari kumpulan modal yang berputar dikalangan bisnis itu akan menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dampaknya akan melahirkan ekonomi tetesan ke bawah ( trickle down effect), yang pengaruhnya terhadap penyediaan lapangan kerja, perbaikan sosial, pengentasan kemiskinan. Masyarakat sejahtera bisa dicapai.


Namun pada 1970-an, terjadi stagnasi ekonomi dengan meningkatnya utang public. Ya seperti yang terjadi pada awal Jokowi berkuasa dan sekarang. Liberalisme klasik kembali dilirik oleh Friedrich Von Hayek, ekonom Inggris kelahiran Austria. Yang kemudian dikenal  sebagai neoliberalisme. Hayek berpendapat bahwa tindakan intervensionis yang ditujukan pada redistribusi kekayaan pasti mengarah pada totalitarianis. Sementara ekonom AS, Milton Friedman dalam bukunya Free to Choose menolak kebijakan fiscal pemerintah sebagai sarana mempengaruhi siklus bisnis. 


Pemikiran Friedman ini dikenal dengan istilah monetarisme. Apa itu monetarisme? Jumlah uang beredar merupakan penentu utama pada posisi permintaan aktivitas ekonomi jangka pendek. Kebijakan ekonomi makro Friedman berbeda secara significant dengan aliran Keyesian. Sampai tahun 2013 Indonesia masih menganut Keynesian. 


Yang mendasari teori moneteris adalah persamaan pertukaran, yang dinyatakan sebagai MV = PQ. M= Jumlah yan beredar. V= kecepatan perputaran uang.  P= tingkat harga rata rata dmana setiap barang dan jasa  dijual.  Q =  jumlah barang dan jasa yang diproduksi. Artinya ketika jumlah uang meningkat dengan V yang konstan dan dapat diprediksi ,seseorang dapat mengharapkan peningkatan baik dalam P maupun Q.  Peningkatan dalam Q berarti bahwa P akan tetap relatif konstan, sementara peningkatan dalam P akan terjadi jika tidak ada peningkatan yang sesuai dalam jumlah barang dan jasa yang diproduksi.


Sederhananya begini, perubahan jumlah uang beredar secara langsung mempengaruhi dan menentukan produksi, lapangan kerja, dan tingkat harga. Namun, efek dari perubahan dalam jumlah uang menjadi nyata hanya setelah periode waktu yang signifikan. Artinya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi PDB sekian percen, pasokan uang harus ditingkatkan pada tingkat tahunan yang konstan. Hutang atau cetak uang menjadi keniscayaan. Maka Ekonomi akan stabil dan inflasi rendah.


Namun, keterkaitan moneterisme antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat peningkatan pasokan uang ternyata menyesatkan. Itu dibuktikan oleh perubahan dalam ekonomi AS selama tahun 1980-an. Perubahan-perubahan ini mengurangi kemampuan untuk memprediksi dampak pertumbuhan uang terhadap pertumbuhan PDB nominal. Sehingga sangat sulit menilai kualitas PDB terhadap kemakmuran. Mengapa ? 


Pertama, pasokan uang yang mengalir ke bank tidak dalam bentuk tabungan tradisional tetapi motive investasi. Makanya uang orang kaya lebih banyak mengalir ke sector moneter daripada ke sector real.  Tentu tidak terjadi trickle down effect. Kedua, penurunan tingkat inflasi menyebabkan orang membelanjakan lebih sedikit, yang dengan demikian menurunkan kecepatan ( V ) perputaran uang. Yang pertama dan kedua itu sudah terjadi di Indonesia.


Jadi patut ditinjau ulang  kebijakan ekonomi kita yang neoliberat dan monetarism. Ada baiknya kita belajar dari China yang sosialis komunis. Yes ! China mengintegrasi ekonominya ke dalam neoliberalisme global. But, tanpa menjalankan kebijakan ekonomi neoliberal secara utuh. Why? China ogah  menjalankan kebijakan inti dari liberalisasi dan privatisasi harga, perdagangan, dan keuangan secara penuh. 


China lebih utamakan peran negara dalam redisitribusi kemakmuran, dan itu tidak diserahkan kepada pasar sepenuhnya. Misal setiap Bank Central intervensi moneter, itu bertujuan untuk creating job. Makanya setiap krisis ekonomi terjadi, China mampu melakukan economic adjustment. Ya smart lah. Karena esensi dari kapitalisme atau sosialisme atau sistem politk apapun itu adalah moral dan tentu sistem pemerintahan yang bersih dari korupsi.


***

Di China banyak merek Hape. 80% market Hape China adalah petani dan nelayan. Ongkos produksi hape smartphone di China hanya Rp 450.000. Harga eceran hape itu di pasar sekitar Rp. 650.000. Murah ? memang murah. Tapi kenapa merek Hwawei dan Xiaomi, Oppo, dan lain lain, harga ecerahnya mahal? Oh itu merek market international. Kok beda? Itulah China. Mereka menganut ekonomi dua kamar. Pasar bebas dan pasar terkendali.


Mari kita telisik lebih jauh. Satu unit Oral-b ( sikat gigi) diproduksi di China dengan harga export ke AS USD 3 per unit. Ketika sampai di AS, maka harga ini dibergerak naik untuk memberikan stimulus ekonomi dalam negeri AS kepada perusahaan expedisi, distributor, agent, biro iklan, dan WallMart. Hingga harga mencapai USD 30 per unit.


Siapakah yang mendapatkan manfaat lebih?. Dari harga konsumen, Pemerintah Amerika senang karena efisiensi terjadi daya beli meningkat. Para pedagang dan usaha jasa kreatif dapat cuan besar. Keuntungan mereka memenuhi brangkas system perbankan. Tapi, akibat china menjual harga murah, setiap hari ada saja pabrik sikat gigi di Amerika yang bankrut karena para pabrikan lebih memilih impor daripada produksi. Bagi mereka lebih untung impor. Dan lagi untuk apa berproduksi tapi kalah bersaing dengan China. 


Lambat laut banyak Pabrik di Amerika tutup relokasi ke China dan sementara Pabrik di China tumbuh pesat. Ratusan juta angkatan kerja china terserap dan kemakmuran ditapaki. Sementara di Amerika ribuan pabrik tutup dan jutaan orang kehilangan pekerjaan, ribuan perusahaan ter-jerat hutang tak terbayar, puluhan juta orang tak mampu bayar tagihan credit card dan angsuran rumah,prahara pun terjadi. 


Apa bedanya Amerika dan China. Bukankah dua duanya menggunakan kapitalisme? Amerika memberikan subsidi konsumsi lewat pelonggaran kredit. Ekspansi APBN untuk sosial. Sementara China memberikan subsidi ke sektor produksi dengan mensubsidi industri hulu. Semua industri hulu China adalah BUMN, yang memang bertugas sebagai agent of development. Ke BUMN inilah dana negara disalurkan untuk berbagai subsidi seperti bahan bakar, bunga bank, R&D dan lain lain.


Perhatikan view strategi ini. Ambil contoh bahan baku berupa PPC berasal dari Industri hulu petrokimia milik BUMN. Karena disubsidi, harganya murah. Tentu sikat gigi oral-B bisa diproduksi oleh industri hilir dengan murah. Dan itu juga termasuk  seluruh industri hilir berbahan baku petrokimia seperti tektil, rubber sintetik, kaos kaki, sandal/sepatu, dashboard kendaraan dll menjadi murah. Walau di hulu pemerintah rugi namun di hilir pemerintah untung dalam bentuk penerimaan pajak melimpah dari jutaan industri hilir dan serapan Angkatan kerja.


Jadi subsidi konsumsi hanya menciptakan kelas dan menghasilkan ekonomi rente yang korup. Sementara subsidi produksi menciptakan peluang usaha untuk tumbuh berkembangnya dunia yang mampu bersaing di pasar. Jadi paham ya beda system ekonomi walau sama sama kapitalisme. Perang dagang China-AS adalah paradox kapitalisme AS sendiri yang terlalu percaya dengan Milton Friedman dan kaum monetarism.


Saturday, October 26, 2024

Team ekonomi Jokowi dipertahankan. Mengapa?

 




Tahun 2017 terbitlah tulisan Prabowo yang berjudul "Paradox Indonesia". Dalam tulisannya dia mengatakan bahwa dua tantangan besar yang harus kita hadapi dan atasi sebagai bangsa Indonesia, kekayaan kita yang terus mengalir ke luar, dan demokrasi kita yang dikuasai pemodal besar. Pada tahun 2023 dia mengatakan bahwa ada menteri-menteri neoliberal di Kabinet Indonesia Maju. Kemudian tahun 2024, ketika jadi capres, dia menilai kapitalisme neoliberal tidak cocok menjadi sistem ekonomi Indonesia. Cocoknya Pancasila. Tetapi setelah jadi Presiden. Menteri yang dianggapnya Neoliberal era Jokowi dia pertahankan. Pertanyaannya mengapa ? saya akan jelaskan secara sederhana.


Membahas ini kita kembali kepada teori. Sampai hari ini belum ada literatur ilmiah yang bisa menjelaskan teori ekonomi Pancasila, yang secara tekhnis bisa di-implementasikan. Yang ada hanya pemikiran pilosofis saja dari Bung Hatta. Bahwa Pancasila pada dasarnya menolak teori ekonomi klasik terkait dengan kapitalisme,  dimana pasar dan dunia usaha bisa berjalan sendiri sendiri tanpa campur tangan negara. Pancasila justru mengharuskan kehadiran negara untuk membuat pasar dan dunia usaha beres. 


Lantas teori apa yang dipakai? Ya teori Ekonomi Keyness atau Keynesianisme. Era Soeharto sampai era SBY Indonesia menerapkan keyenesian. Misal, Bank Indonesia bertugas mengendalikan inflasi lewat SBI. Kalau uang beredar berlebih, ya BI menaikan suku bunga SBI. Kalau berkurang, ya BI pompa uang dengan menurunkan suku bunga dan menyalurkan kembali lewat SPBU. Dari metode itu, negara lead terhadap pertumbuhan sector real lewat ekspansi kredit perbankan. 


Yang jadi masalah adalah moral hazard tercipta. Kredit disalurkan pada konglomerat yang juga kroni Soeharto. Makanya engga aneh kalau Kredit disalurkan bank dengan mark up dan pengawasan legal lending limit sangat lemah. Akibatnya terjadi krisis moneter tahun 1998. Penyebabnya bukan teori yang salah. Yang salah peran BI tidak independent atau dibawah otoritas pemerintah. Makanya setelah tahun 1998 dibuatlah UU independensi BI.


Timbul lagi masalah. Era SBY, Orang kaya baru (OKB) bertambah karena maraknya bisnis batubara dan sawit. PDB meningkat 3 kali lipat. Banyak uang parkir di luar negeri. Apa pasal? Para OKB justru menggunakan kelebihan uang itu lewat instrument investasi asing. Karena SBI tidak menarik. SBI itu bukan alat investasi. Hanya sebagai alat pengendali inflasi. Dampaknya kepada kurs rupiah secara berlahan lahan terus melemah. Keseimbangan primer negatif. Artinya pendapatan setelah dipotong belanja, engga ada lagi uang untuk bayar bunga dan cicilan utang.


Era Jokowi pada periode pertama. Pemerintah menarik investasi swasta yang ada diluar negeri itu lewat instrument SUN. Caranya? suku bunga harus lebih tinggi dari surat berharga asing. Ya kalau air mengalir ke bawah. Uang mengalir keatas bukan ke bawah. Kemana bunga tinggi kesanalah uang mengalir. Kemudian diadakan tax amnesty agar uang parkir milik WNI di luar mudah mengalir masuk. Tetapi ternyata upaya itu tidak efektif. Mengapa? Pertimbangan orang bukan hanya suku bunga tetapi juga volatile kurs rupiah terhadap valas. Makanya pada waktu bersamaan agar kurs bisa dikendalikan, BI mengeluarkan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). 


Maka sejak itu terciptalah surat utang negara sebagai alat investasi. Bukan lagi alat pengedali inflasi. Moneter kita sudah dikudeta oleh pasar. Nah ini udah nyimpang dari Keyness. Tapi masuk ke neoliberal, dari Milton Friedman. Yaitu memanjakan orang kaya lewat instrument investasi. Sejak itu SBN dan SUN jadi solusi pemerintah untuk ongkosi APBN yang defisit. Semakin besar defisit semakin besar ketergantungan pemerintah kepada utang dan semakin besar hegemoni pasar.


Walau SBN itu lebih banyak di beli oleh investor local. Namun struktur kepemilikan tetap aja asing di belakang sebagai penggerak likuiditas SBN. Apalagi dengan adanya kebijakan QE The Fed membuat likuiditas banjir. Likuiditas SBN juga meningkat.  Kerjasama BI dan Pemerintah terjalin apik. Namun sejak adanya kebijakan taper tantrum the fed tahun 2022,  suku bunga the Fed terkerek naik. BI kedodoran dapatkan dana lewat pasar uang untuk menjaga volatile kurs IDR. 


Maka tahun 2023, BI keluarkan instrument SBRI. Bunganya lebih tinggi dari bunga the fed. Berharap capital outflow tidak terjadi. Kurs bisa dikendalikan. Namun itupun engga efektif. Apa pasal? Pemerintah juga keluarkan SBN menarik uang di pasar dengan bunga tinggi. Nah desember 2023, BI mengganti BI7DRR menjadi BI-Rate. Maka kita masuk debt trap pasar bebas. Main di pasar lah. Kalau bunga fed tinggi, ya BI-Rate harus lebih tinggi. Kalau engga, capital out flow terjadi. Rupiah bisa tumbang.


Apa yang terjadi sekarang? Surat utang negara maupun BI, sudah berperan sebagai alat investasi dan yang menyedihkan bagi negara itu hanya sebagai alat menjaga stabilitas kurs bukan sebagai alat pengendali inflasi dan ekspansi sektor real. Praktis peran negara lumpuh dan dirantai tangannya. Siapa yang diuntungkan? Ya orang kaya yang jumlahnya sangat sedikit, mungkin tidak lebih 1000 orang, yang uang mereka dikelola oleh fund manager kelas dunia. Kalau kebijakan diubah dan anti pasar, ya dalam semalam uang bisa eksodus, yang bisa berdampak sistemik.


Makanya Prabowo setelah jadi presiden, dia tetap pertahankan team ekonomi Jokowi. Dia harus menghadapi realita bahwa kedaulatan negara sudah dikuasai pasar. Yang jadi pertanyaan adalah sampai berapa lama bertahan? Karena semakin hari semakin kering likuiditas. Tentu bunga semakin tinggi. Menciptakan crowding out effect. Dampaknya sector real stuck, bahkan falling down. Daya beli melemah. Kurs terus melemah. Kalau akhirnya tumbang juga. Resiko politik dan ekonomi sangat besar daya rusaknya.  Kecepatan bertindak akan meminimize resiko. Segera lakukan perubahan, sebelum terlambat. YMP tolong selamatkan negeri kita, pak.



Wednesday, October 23, 2024

PR YMP Prabowo : Deindustrialisasi

 



Era SBY industry tumbuh. Tetapi era Jokowi tumbang. Berdasarkan data BPS, kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB tahun 2013 sebesar 23,6%. Tahun 2014 start era Jokowi turun jadi 21,65%. Data tahun 2023 turun jadi 18,67%. Kita dalam situasi deindustrialisasi. Jadi gembyar hilirisasi nikel dan lain lain itu hanya pencitraan dibalik kegagalan pemerintah membangun industry. Tahun 2024 mulai bertumbangan industry satu persatu. Gelombang PHK meluas. Yang kena duluan yang padat karya seperti alas kaki, TPT dan bahkan BUMN Industri pharmasi juga tumbang.



Apa solusi pemerintah? Pemerintah membatasi impor 900 komoditas. Dengan harapan bisa melindungi industry dalam negeri dari arus barang impor. Padahal ini sama saja pemerintah melawan pasar. Kontraprduktif terhadap rezim pasar bebas yang mana kita sudah ratifikasi. Jangan tiru perang dagang China dan AS. Karena sebenarnya itu bukan masalah ekonomi tetapi konflik politik. Kita tidak ada konflik politik dengan China. 


Yang bisa menjamin bisnis itu sustain adalah pasar. Nah Pasar domestic kita sangat besar. 54,53% ( kuartal 2 2024) dari PDB  Rp.21.000 triliun. Jadi engga ada masalah dengan pasar. Lantas apa masalah industry dalam negeri? Ada tiga masalah. Pertama, masalah supply chain atas linked produk. Kita masih bergantung impor. Kedua, masalah distribusi pelaku usaha yang hanya itu itu aja. Yang ada terus berkembang. New comer terhambat dan bahkan ada yang mati sebelum berkembang. Ketiga, biaya logistic yang mahal.


Mari saya  bahas tiga hal tersebut satu persatu dan sekaligus usulan solusi kepada pemerintah.


Supply Chain impor.

Industri dalam negeri bisa tumbuh kalau ada jaminan pasokan supply chain. Sebagian besar masih impor. Pemerintah harus buat tata niaga agar memastikan supply chain itu secure. Dan bila perlu beri insentif impor dalam bentuk keringan pajak. Agar tata niaga tidak menimbulkan moral hazard, ya pemerintah bisa optimalkan peran PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (BUMN). Tugaskan sebagai pendukung stok supply chain industry dan beri fasilitas SCF ( supply chain financial). Sehingga pabrikan bisa beli kredit  sesuai cash flow mereka.


Bila perlu restruktur ulang PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) itu sesuai dengan standard global management supply chain. Lengkapi dengan warehousing modern. Mereka juga harus punya skill mengelola stok lewat pasar spot maupun bursa. Engga ada ahlinya ya hired tenaga profesional asing. Dengan adanya secure market dan potensi pasar dalam negeri yang besar, mereka bisa lead market global. Pasti akan dapat harga yang menguntungkan domestic. Indusri domestic akan efisien. Dalam jangka panjang akan memicu lahirnya industri substitusi impor mendukung suppy chain Industri dalam negeri..


Distribusi pelaku usaha.

Problem utama industry itu adalah tidak bisa beli linked product dalam jumlah kecil. Contoh sederhana saja. Bahan plastik untuk packing industry pengolahan minuman atau makanan itu macam jenisnya. Belum lagi benag dan rayon untuk TPT. Kan engga bisa impor sedikit. Yang pasti kelas UKM engga bisa impor dan terpaksa beli dengan importir. Harganya jadi mahal. Jelas tidak bisa kompetitif dengan industry besar dan dengan produsen luar negeri.


Dengan adanya dukungan supply chain dari negara. Maka tidak hanya industry kelas besar yang bisa tumbuh, kelas UKM atau modal dibawah Rp. 3 miliar bisa buat pabrik mie atau minyak goreng atau minuman kemasan dan lain lain. Karena mereka engga perlu stok besar dan tidak perlu impor.  Apalagi dengan adanya SCF mereka bisa beli kredit. Itu sangat membantu cash flow mereka yang terbatas. 


Akhirnya distribusi peluang usaha terbuka luas bagi semua. Angkatan kerja semakin besar terserap. Tentu jumlah pembayar pajak semakin banyak. Kita tidak perlu industry besar dalam negeri yang hebat. Tetapi kita perlu industry dalam negeri yang kokoh dan massive untuk memenuhi pasar domestic.


Logistik yang efisien.

Tanah kita luas. Sebagian besar Pelabuhan kita adalah Pelabuhan alam. Tidak sulit dapatkan tanah untuk membangun Kawasan industry kelas besar dan menengah/kecil yang dekat dengan Pelabuhan. Di Kawasan Industri itu PT. PPI membangun warehousing berstandar logistic untuk melayani pasokan linked produk industry. Juga dilengkapi fasilitas angkutan massal seperti kereta api dan kapal laut. Maklum kita negara kepulauan. Yang diperlukan itu transfortasi massal yang efisien. Sehingga bisa menjangkau pasar  dimana saja dengan ongkos logistic yang murah.


Demikian penjelasan saya terhadap tiga hal itu. Lantas apa syaratnya agar tiga hal itu bisa terlaksana? Ada dua hal. Yaitu,


Kepastian tata niaga.

Jangan serahkan ke swasta tata niaga impor untuk pasar domestic. Jangan. Itu akan menimbulkan rente. Optmalkan saja peran PPI untuk menjamin supply chain kebutuhan gula, garam, jagung sebagai bahan baku Agro industry. Sehingga kalau ada gula, garam, jagung impor masuk ke pasar retail itu artinya selundupan.Tangkap dan pidanakan pelakunya. Karena pasar retail dalam negeri hanya untuk produksi pertanian dalam negeri.


Begitu juga Industri upstream dan midstream kimia, CPO, baja, tembaga harus memprioritaskan supply chain downstream industry dalam negeri. Mengapa? Kan mereka dapat insentif dari negara. Sudah seharunya mereka mendukunng industry dalam negeri. Maka distribusi dan stok dikuasai negara lewat PPI. Sehingga tidak memungkinkan mereka ekspor atau utamakan pasar ekspor


Konsisten.

Dalam situasi apapun kalau pemerintah konsisten. Itu akan berdampak luas kepada kepastian berusaha. Yang akan berpartisipasi terhadap peluang pasar domestic itu bukan hanya pelaku usaha dalam negeri. Tetapi juga pelaku usaha luar negeri. Nah ini akan meningkatkan FDI, dan mendorong terjadinya sinergi dan kolaborasi dengan mitra local. Transfer tekhnologi maju akan terjadi secara alamiah.


Kesimpulan.

Tidak ada alasan terjadinya deindustrialisasi di Indonesia. Karena kontribusi pasar domestic terhadap PDB itu sangat raksasa. Mengalahkan semua pasar 6 negara ASEAN atau seluruh negara di Eropa. Nah kalau sampai terjadi deindustrialisasi, itu karena tata niaga dikudeta oleh pengusaha rente yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Sehingga industry kita tersisih dari produk impor dan kalah di pasar ekspor. Jadi kembali lagi kepada niat baik ( good attention ) pemerintah atau bahasa mesranya political will.

Saturday, October 19, 2024

PR besar YMP, Prabowo.

 




Sebelum mengulas PR Prabowo, ada baiknya mengucapkan Selamat kepada YMP Prabowo-Gibran. “Selamat menjadi pemimpin nasional.  “ itu aja. Sebagai rakyat yang memilih dalam Pemilu, kesetian saya kepada peminpin atas dasar UU. Dan tentu saya akan melaksanakan tugas warga negara. Mendukung selagi benar dan kritik kalau dirasakan salah.


Ada tiga PR besar YMP Prabowo, yaitu Pembangunan manusia. Belanja APBN yang boros. Hutang. Baik saya akan mencoba mengingatkan dari sudut pandang saya. Tentu belum tentu benar. Mohon kalau ingin bantah sertakan data pendukung. Karena saya juga bicara atas data. Mari kita budayakan bicara atas dasar data bukan sekedar retorika yang bisa saja bias. Lanjut ke pokok bahasan.


Pembangunan manusia.

Selama 10 tahun kekuasaan Jokowi, APBN kita sangat ekspansive. Anggaran digelontorkan untuk sumber daya manusia mencapai Rp4.006,1 triliun.  Menurut UNDP Tren index Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mengindikasi adanya kemajuan pembangunan yang tidak merata. Wilayah bagian barat dan timur Indonesia menunjukkan perbedaan mencolok dari sisi indeks pembangunan manusia. Hal ini menyebabkan adanya kelompok masyarakat miskin tertinggal, memperlebar ketimpangan, dan memicu polarisasi politik.


Saya tidak akan mengukur outcome  dengan narasi politik anggaran. Tetapi dengan fakta soal Pendidikan. Karena ini berkorelasi dengan kemiskinan dan peluang makmur. Apalagi anggaran Pendidikan bagian terbesar dari anggaran pembangunan sumber daya manusia. 


SDM kita yang bekerja lulusan SMU dan SLTP hanya 17,3 % dari jumlah populasi. Data per agustus 2023, Itu terdiri dari lulusan SMU berjumlah 28,33 juta orang. Lulusan SMP tercatat sebanyak 24,85 juta orang. Sementara jumlah Sarjana ada sebanyak 6,68% dari jumlah peduduk atau 17,93% dari populasi golden age. Berdasarkan data BPS pengangguran lulusan universitas naik dari 4,8% tahun 2022 menjadi 5,18% di tahun 2023. Artinya mayoritas SDM kita lulusan SD dan tidak pernah sekolah sama sekali.


Belanja APBN boros.

Tahun 2014 belanja APBN Rp. 1.777, Triliun. Tahun 2025 udah Rp. 3.621,3 triliun. Artinya meningkat pertumbuhan 6,83% pertahun. Dengan pertumbuhan tahunan PDB rata rata selama 10 tahun sebesar 5% something, artinya sulit dikatakan memenuhi standar quality of spending, dan sustainable financing. Seharusnya PDB diatas 7%. Mengapa? ya karena pemborosan. Itu bisa dilihat dari data ICOR 6,5. Padahal di era orde baru, sebelum krisis 1997, ICOR dikisaran 4. Kemudian di era Presiden SBY, ICOR  dikisaran 5. Ini berkorelasi dengan Indek Korupsi  (34) yang buruk.


Hutang. 

Terhitung sejak tahun 2014, outstanding utang sebesar Rp2.608 triliun yang kemudian meningkat signifikan menjadi Rp. 8.641,93 triliun agustus 2024 atau meningkat 3,3 kali. Rata rata setiap tahun meningkat sebesar 31% atau diatas  peningkatan belanja APBN sebesar 6,83%. Sementara utang Indonesia atau utang public? Rp15.867,59 triliun. Yaitu utang pemerintah ditambah dengan utang BUMN di luar sektor keuangan (nonfinancial public corporation) senilai Rp1.009,95 triliun. Utang BUMN sektor keuangan (financial public corporation) sebesar Rp6.593,49 triliun. 


Nah berdasakan data tersebut, mari kita Analisa dengan alat analisis. Rasio utang pemerintah terhadap PDB sebear 39%. Artinya dari 100% PDB, lebih 1/3 berasal dari utang. Nah kalau pemerintah mengatakan dan mengakui hanya utang on balance sheet, itu memang masih aman. Di bawah pagu UU. Tetapi rasio utang Indonesia terhadap PDB sebesar 75,94%. Dimana 37% dalam kondisi off balance sheet. Itu Udah diatas 60% dari pagu UU. Engga bisa dikatakan aman. Karena bagaimanapun resiko utang off balance sheet akan menjadi tanggungan APBN.  Belum lagi utang luar negeri yang mengkawatirkan.


Pesan kepada YMP Prabowo.

PR dibebankan ke pundak YMP sangat berat. Outstanding yang diwariskan oleh Jokowi sangat besar, terutama soal keadilan sosial. Sangking besarnya, tidak mudah mengatasinya. Karena ibarat kata orang pakai sarung. Tutup kepala dan tubuh, kaki dan sempak keliatan. Tutup kaki dan sempak, keliatan muka kurang gizi perut buncit. APBN defisit. Tanpa utang,  pemerintah engga bisa kerja dan engga bisa bayar utang. Nambah utang, mandatory spending untuk bayar utang dan bunga semakin besar. Ruang fiscal semakin menyempit. Sementara mayoritas SDM hanya tamatan SD. Budaya korupsi sudah sangat buruk.


Memang berat beban Bapak YMP. Saran saya, pertama jaga Kesehatan. Engga usah blusukan. Fungsikan saja secara optimal peran kementrian dan Lembaga tinggi negara. Kedua. Jaga emosi dan pastikan dalam situasi apapun tetap berpikir positif. Perbanyak berdoa. Kami akan selalu membantu dengan doa dan kritik tentunya.