Wednesday, March 31, 2021

Faktor internal dan eksternal ekonomi.

 





Anda membeli SBN. Kupon katakanlah 10% pertahun. Jumlah SBN di tangan anda sebesar Rp. 1 miliar. Jangka waktu 10 tahun. Dari pendapatan tetap sebesar 10% SBN itu anda membuat rencana, yaitu membuat rumah kontrakan. Dalam 5 tahun anda mendapatkan kupon sebesar Rp. 500 juta. Setelah dipotong pajak 10%. Total pendatan bersih Rp. 450 juta. Karena uang kurang untuk bangun kotrakan, anda terpaksa jual Obligasi itu. Namun ketika anda jual harga jatuh. Katakanlah harga jual jadi 90% dari nominal/par.  Artinya anda rugi 10 % atau Rp. 100 juta. 


Apakah anda rugi ? Ya engga. Kan anda udah terima sebelumnya sebesar Rp. 450 juta. Total pengembalian SBN anda jadi Rp 900 juta+ Rp. 450 juta = Rp. 1,35 miliar. Masih untung kan. Sampai disini paham ya. Jangan sampai  berpikir kalau harga obligasi turun itu artinya negara engga bisa bayar.


Lantas apa yang menyebabkan harga obligasi jadi turun? 


Pertama naiknya suku bunga acuan. Apabila suku bunga meningkat maka harga obligasi akan turun. Dampaknya apabila harga obligasi turun maka imbal hasil akan naik. Loh kenapa ?karena sentimen negatif. Itu artinya inflasi meningkat. Pemerintah perlu naikan suku  bunga agar uang kesedot ke brankas perbankan dan akhirnya masuk bank central. Investor jual obligasi. Aksi jual inilah yang membuat harga obligasi turun. 


Kedua. Walau suku bunga tidak naik namun indikasi belanja konsumen meningkat, maka itu sudah cukup jadi barometer investor untuk lepas obligasi. Harga akan turun juga. 


Sebaliknya kalau suku bunga turun, harga obigasi akan naik. Imbal hasil akan turun. Loh kenapa ? Itu artinya resiko obliges jadi turun. Orang cenderung memburu obligasi di pasar untuk keamanan. Masa depan ekonomi bagus. Itupun dengan syarat bahwa bagusnya ekonomi itu bukan karena kebijakan moneter tetapi memang fundamental ekonomi semakin baik.  Contoh, SBN diburu orang di pasar karena suku bunga turun bekorelasi dengan fundamental kita sehat.


Kemarin Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka terperosok ke zona merah pada perdagangan Selasa (30/3/2021), menyusul kembali melonjaknya imbal hasil (yield) obligasi acuan pemerintah AS. Loh kenapa bursa jatuh. Apa kaitannya? Kan harga obligasi jatuh. Seharusnya orang berpaling ke Saham ? karena laporan dari CB Consumer confidence AS Maret mengindikasikan akan naiknya konsumsi masyarakat AS dan mendorong laju inflasi. Ini indikasi akan ada kemungkinan naiknya suku bunga. Lebih baik jual obligasi yang ada dan tunggu seri  baru obligasi yang kuponya lebih tinggi. Kurang? investor juga jual portfolio saham untuk persiapan beli obligasi seri baru nanti. 


Dampaknya bukan hanya di AS, di Indonesia juga sama. Harga  SBN kita pada perdagangan Selasa (30/3/2021) ditutup melemah. Investor lepas SBN,  otomatis yield naik. Investor bersiap menanti lelang US treasury berikutnya. Kalau kupon ( bunga) naik ya, “ say goodbye SBN”. Itu sebabnya kurs rupiah melemah kemarin. Apakah hanya faktor eksternal saja? engga juga. Sampai hari ini atau penghujung kwartal pertama tidak ada sentimen positip kinerja ekonomi kita. Bahkan minggu lalu, SMI sudah mengatakan kemungkinan besar ekonomi akan kotraksi 0,1%. Jadi masih resesi boss. Dengar issue dalam waktu dekat akan ada reshuffle kabinet.


No comments: