Monday, September 20, 2021

Keadilan ekonomi omong kosong.

 




Mengapa terjadi perbedaan pandangan dalam sistem ekonomi di negara kita ? tanya teman.. Sejumlah ekonom yang terlibat dalam proses perubahan Pasal 33 UUD 1945 gagal memahami posisi dan kedudukan pasal tersebut.  Mereka lupa bahwa pasal 33 itu sebenarnya adalah idiologi ekonomi Indonesia. Bukan sekedar retorika. Karena pasal 33 itulah semua eleman bangsa dan wilayah mau bergabung dalam republik Indonesia. Negara yang akan kita dirikan sangat berbeda dengan   sistem feodalisme kerajaan atau kesultanan. Sangat berbeda dengan negara dibawah kolonalisme. 


350 tahun pengalaman dibawah sistem feodalisme agama dalam bentuk kerajaan dan kesultanan, kemudian bercampur dengan kolonialisme, bapak bangsa kita sangat cerdas menentukan sikap. Kekayaan sumber daya alam negeri ini harus dikelola dengan prinsip kekeluargaan dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara hadir untuk memastikan itu. Caranya ? Memisahkan dengan jelas antara Koperasi/usaha rakyat, BUMN dan Swasta. Namun tetap berada didalam stuktur bangun ekonomi Indonesia.


Artinya kalau dianalogikan, ekonomi Indonesia itu seperti kapal  besar yang dirancang dengan tiga palka, yaitu Koperasi, BUMN dan Swasta. Mengapa ? andai kapal bocor, tidak sampai kapal tenggelam. Misal, palka BUMN bocor, masih ada Swasta dan Koperasi.  Kebocoran itu hanya berputar putar di BUMN saja tampa ada dampak kepada Swasta dan Koperasi. Andaikan palka BUMN dan Swasta bocor, masih ada koperasi, yang tetap solid menjaga kapal tetap stabil. Sudah begitu jauhnya bapak bangsa kita memikirkan segala resiko terhadap masa depan bangsa dan negara ini. Tujuannhya adalah agar bahtera Indonesia sampai kepada agenda nasional yaitu keadilan sosial bagi semua.


Bagi rakyat yang tidak punya akses modal dan tekhnologi, negara hadir memberikan ruang koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat. Mereka diberi hak mengorganisir dirinya sendiri untuk mendapatkan keadilan ekonomi. Negara menjaga dengan pasti agar BUMN dan SWASTA yang punya modal dan tekhnologi tidak masuk ke ruang itu. Contoh kalau ada wilayah tambang bisa dikerjakan rakyat secara teroganisir, ya jangan izinkan BUMN dan swasta masuk. Andaikan ada sektor pertanian dan perikanan, rakyat mampu mengorganisirnya, ya swasta dan BUMN jangan lagi masuk. Tugas negara membantu dalam hal akses permodalan dan tekhnologi. Cara membantunya bisa saja menjadikan BUMN atau swasta sebagai bapak angkat. Ini yang disebut dengan ekonomi gotong  royong.


BUMN hanya masuk ke sektor usaha yang berhubungan dengan hidup orang banyak seperti Listrik, pelabuhan, transportasi, telekomunikasi, Air bersih. Disamping itu BUMN harus ambil bagian dalam usaha strategis yang membutuhkan  high tech  namun high risk. Memungkinkan BUMN bisa bermitra dengan asing untuk mendapatkan sumber daya modal maupun tekhnologi. Kenapa ? karena engga mungkin diserahkan kepada Swasta dan rakyat.  Itu sebabnya BUMN disebut agent of development atau agent pembangunan yang melaksanakan visi negara kesatuan republik Indonesia.


Swasta, yang punya akses modal dan tekhnologi dipersilahkan masuk kesemua bidang. Artinya kalau mereka tidak ada modal dan ya jangan berharap modal dari  bank semua.  Perbankan  sebagai sumber modal boleh saja diakses tetapi itu hanya sebagai alat leverage saja. Bukan sebagai satu satunya sumber modal. Kalau engga mampu menarik tekhnologi dari asing ya jangan jadi proxy asing. Harus smart menempatkan posisi dan tidak perlu kawatir. Karena negara akan melindungi swasta dalam bermitra dengan asing. 


Itu sebabnya era Soekarno, praktis kita sangat lambat membangun ekonomi. Itu karena Soekarno sangat konsiten menjaga komitmen UUD 45 pasal 33. Namun era Soeharto, komitmen itu mulai dilanggar, yaitu dengan disahkannya UU PMA. Sejak itu pengertian pasal 33 sudah ternoda.  BUMN masuk ke bisnis yang memberikan ruang swasta mendapatkan rente, yang pada waktu bersamaan meminggirkan dan melemahkan daya saing rakyat. Koperasi hanya dijadikan alat politik pemerintah untuk kepentingan retorika politik. 


Jatuhnya ekonomi Indonesia pada tahun 1998 karena palka Swasta jebol dan berimbas kemana mana termasuk BUMN dan Koperasi. Kapal ekonomi Indonesia nyaris tenggelam. Mengapa ? karena swasta terlalu besar menarik sumber dana dalam negeri lewat sistem perbankan dan terlalu buruk menagementnya. Kehadiran swasta besar tidak melalui proses UUD 45 pasal 33 tetapi lewat KKN, yang memberikan akses begitu besar kepada mereka menguasai sumber daya ekonomi negara. 


Kita memang selamat dari krisis moneter tetapi itu bukan karena kemandirian. Itu berkat bantuan asing. Bantuan yang tidak gratis. Apa yang kita bayar? Amandement UUD 45 pasal 33, dimana terjadi grey area dengan dimasukannya pasal “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang”. Artinya persepsi tentang ekonomi kerakyatan tidak lagi absolut. Itu tergantung persepsi pemerintah yang berkuasa, yang melahirkan beragam UU yang sebagian besar tidak pro rakyat banyak. Tetapi pro pemodal dan swasta. 


Mari kita lihat dampak dari kesalahan menterjemahkan UUD 45 pasal 33. Terjadinya distribusi sumber daya yang tidak adil. 71 persen hutan Indonesia dikuasai korporat. Gini rasio pertanahan saat ini ( 2017) sudah 0,58. Artinya, hanya sekitar 1 persen penduduk yang menguasai 58 persen sumber daya agraria, tanah, dan ruang.  Mengacu data Badan Pertanahan Nasional, 56 persen aset berupa properti, tanah, dan perkebunan dikuasai hanya 0,2 persen penduduk Indonesia. Bayangin aja, 25 grup usaha besar menguasai 5,1 juta hektar lahan kelapa sawit di Indonesia. Itu baru sawit, belum lagi tambang, HPH, HTI.  Sebegitu besarnya sumber daya yang dikuasai korporat. Kerakusan korporat juga berperan besar terjadinya bisnis rente pada sektor migas. Akibatnya ketimpangan kaya dan miskin sangat lebar. Rasio GINI juga bersumber dari ketidak adilan mengakses sumber daya keuangan. Bahkan sebagian besar kredit bank BUMN diberikan kepada korporat.

Apakah cukup disitu saja? tidak. BUMN  dan Korporat yang segelintir itu juga berperan besar menciptakan bubble hutang Indonesia. Dari total jumlah ULN Indonesia yang mencapai US$ 413,4 miliar atau Rp 6.074 triliun di Agustus 2020, porsi utang swasta dan BUMN sebesar US$ 210,4 miliar.  Artinya swasta dan BUMN lebih rakus daripada negara soal hutang. Dan pemerintah memberikan ruang untuk itu. Apakah hutang luar negeri itu murni hutang? Tidak. Hutang kepada asing itu ada syarat dan ketentuan yang berlaku, yang diantaranya adalah mengurangi peran negara mengendalikan sumber daya. Tanpa dukungan politik pemerintah, swasta dan BUMN  tidak akan dapat pinjaman.


Begitu besarnya Sumber daya yang dikuasai BUMN dan Swasta, apakah kontribusi mereka juga besar.? tentu besar dalam bentuk pajak. 80% APBN berasal dari pajak. Tetapi tidak cukup besar membuat APBN sehat. Dari tahun ketahun Depisit APBN semakin melebar. Artinya ekspansi swasta dan BUMN yang melibatkan sumber daya dan fasilitas negara tidak inline dengan pemasukan untuk negara. Untuk tahu akar masalahnya. Mari kita lihat data. Kita punya  BUMN sebagai lead mengelola sumber daya negara. Memang sekarang PDB kita sekitar Rp. 14,000 triliun. Asset BUMN mencapai kurang lebih Rp. 7000 triliun. Tetapi tahukah anda?. 80% asset BUMN terbentuk karena dukungan korporat. Siapa itu? ya supplier, sub kontraktor, perbankan, investor institusi. Artinya lagi, dari Rp. 7000 triliun itu, hanya Rp. 1400 triliun yang efektif dikuasai negara.


Dapat disimpulkan pembentukan PDB itu 80% berasal dari korporat. Mau tahu jumlahnya? Data tahun 2020 SPT pajak Badan yaitu 657.441. Kalau dikurangi BUMN yang 120 an. Maka benar benar keberadaan korporat itu sangat dominan atas 265 juta rakyat. Melansir data dari lembaga keuangan Credit Suisse tahun 2020, jumlah penduduk dengan kekayaan bersih 1 juta dollar AS atau lebih melonjak 61,69 persen year on year (yoy) dari jumlah pada tahun 2019. Yang kekayaan tercatat lebih dari 100 juta dollar AS naik 22,29 persen.  Keren ya.


Realitas kini, mengapa kesenjangan pendapatan itu terus melebar. Karena politik by design menciptakan fenomena bahwa “ kalau anda punya uang banyak, anda cenderung mendapatkan kebebasan untuk dapatkan lebih banyak. Kalau anda punya uang sedikit, jangankan bertambah banyak, lambat laun kolor pun sudah susah beli.“  Engga percaya.? Kalau anda punya utang di bank di bawah Rp. 1 miiar , anda akan dikejar oleh bank. Kalau engga bayar maka aset disita. Tetapi kalau anda punya utang ratusan miliar, bank bermanis muka dengan anda dan berusaha memberikan solusi lewat pemberian utang baru. 


Semoga amandemen UUD 45 yang rencananya akan diadakan tahun depan oleh DPR /MPR bisa memikirkan soal pasal 33 UUD 45 ini. Agar dikembalikan ke naskah orisinil pada waktu bapak Bangsa merancang republik Indonesia. Semoga. Kalau engga, hanya masalah waktu negeri ini akan pecah. 

No comments: