Sunday, February 5, 2023

Intrik AS dan China dibalik Pilpres 2024

 



New York Time tanggal 1 Februari 2023 memuat kolom berjudul “ China and the U.S. Are Wooing Indonesia, and Beijing Has the Edge, The resource-laden nation of nearly 300 million is a big prize in the strategic battle between the United States and China for influence in Asia.


Indonesia negara sarat sumber daya dengan ekonomi triliunan dolar yang tumbuh cepat dan populasi besar, adalah hadiah besar dalam pertempuran geopolitik antara Washington dan Beijing untuk mendapatkan pengaruh di Asia. Dan lokasinya yang strategis, dengan sekitar 17.000 pulau yang membentang ribuan mil dari jalur laut vital, merupakan kebutuhan pertahanan bagi china dan AS. Apalagi kedua belah pihak bersiap menghadapi kemungkinan konflik atas Taiwan.


Menhan AS berkunjung ke Indonesia bulan november tahun lalu. Dia mendesak agar indonesia teken perjanjian penjualan 36 jet tempur. Tapi Indonesia menolak syaratnya. Sementara Menhan Prabowo bertemu dengan Menhan China untuk melakukan latihan militer bersama. Karenanya intrik menjelang Pemilu 2024 terasa.


Megawati dan SBY.

Zaman Megawati sebagai presiden memang hubungan antara Indonesia dan AS kurang baik. Terutama karena Megawati menolak menyerahkan Abu Bakar Baashir kepada AS dalam kasus Teroris dan menghentikan kerjasama dengan IMF. “ Megawati sudah selesai. Bagi AS dia harus dihabisi” kata teman. Benarlah. Pada pemilu 2004, Megawati dikalahkan oleh SBY dari PD yang baru berdiri. Padahal Megawati petanaha dan juara Pileg tahun 1999. Tapi itulah politik. 


Era SBY, periode pertama memang terkesan SBY jadi golden boy AS. Pada tahun 2006, dia memecat dewan direksi Pertamina yang menghambat proses pengalihan block cepu. Kemudian dia menunjuk ExxonMobil sebagai operator utama pengelolaan Blok Cepu selama 30 tahun.  Semua tahulah ExxonMobil adalah TNC dibalik politik hegemoni AS. Namun periode kedua, SBY mulai menjaga keseimbangan antara China dan AS. Tapi dia menjadikan Budiono sebagai Wapres yang diketahui termasuk follower IMF/ AS


MP3EI dirancang SBY bertujuan memetakan potensi SDA Indonesia terhadap geopolitik dan geostragis global,  yang berkaitan dengan geographi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Artinya Indonesia tidak berpihak kemana mana. Kita focus kepada kepentingan nasional. Siapapun Asing masuk ke Indonesia dipersilahkan. Mereka deal dengan UU bukan dengan Politik. Untuk  itu perlu revisi UU keseluruhan. Maklum UU sebelumnya sarat dengan kepentingan asing. Tapi SBY saat itu tidak berani menggolkan UU CIpta Kerja. Karena diplototi AS. MP2EI jadi useless.


Jokowi.

Jokowi memang diusung oleh PDIP tetapi pendukung utama adalah Surya Paloh. Saat itu Surya Paloh bermitra dengan Sam Pa. Setelah Jokowi terpilih, Sam Pa melalui China Sonangol mengajukan proposal untuk menggantikan Petral. Tapi tahun 2015, Sam Pa ditangkap KPK China. Rencana bisnis kandas. Selanjutnya akses ke china dipegang LBP. Kiblat ekonomi Indonesia pro Beijing. AS-Eropa sekedar teman saja. Setelah hampir 50 tahun Blok Rokan  dikelola PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), akhirnya dikuasai pemerintah tanpa diberi hak perpanjangan. Begitu juga Mahakam yang 50 tahun dikuasai Perancis dan jepang, akhirnya diambil Pemerintah. Dan rencana berikutnya Block Masela. Walau sempat di anulir MK soal UU Cipta Kerja, Jokowi akhirnya punya alasan kuat untuk mengeluarkan Perppu UU cipta kerja.


Sementara Perdagangan bilateral antara Indonesia dan China mencapai US$124,4 miliar pada tahun 2021, lebih dari tiga kali perdagangannya dengan AS (US$36,5 miliar). Beijing telah menjadi mitra dagang terbesar Jakarta sejak 2013. Bagaimana dengan bantuan pinjaman China ke Indonesia? Data SULNI  April 2019, utang luar  negeri dari Pemerintah China sebesar 17,7 Miliar USD atau setara dengan 248,4 Triliun. Di luar itu juga dapat fasilitas lewat skema ODA dan OOF sebesar masing masing USD 4,42 miliar dan 29,96 Miliar. Indonesia termasuk 10 negara penerima pinjaman terbesar dari Tiongkok melalui dua skema tersebut.


AS menyadari memang kalah dari China soal ekspansi ekonomi di Indonesia. Lewat program Blue Dot Network, AS melalui IDFC menjajaki kerjasama ekonomi secara menyeluruh dengan Indonesia. Itu ditandai hubungan yang sangat mesra antara Jokowi dan Boss IDFC. “ Itu mungkin karena China tidak tertarik membiayai IKN dan tersendatnya pembiayaan kereta cepat jakarta Bandung. “ Kata Teman. Program direncanakan senilai USD 150 miliar ini akan dilaksanakan tahun 2024. Disamping itu IDFC juga sudah kunci kemitraan lewat INA ( sovereign wealth fund Indonesia). Disamping itu tahun 2020 BI dapat fasilitas Repo line  sebesar USD 60 miliar dari FIMA. Kalau fasilitas ini dicabut  oleh AS, tentu akan sulit bagi Indonesia mengendalikan kurs.


***

Dengan gambaran diatas, saya mencoba menganalisa politik real Indonesia terhadap keberadaan AS dan China dalam konteks orientasi ekonomi.


Pertama. PDIP lebih  condong ke China daripada ke AS. Alasannya, China beda dengan AS. China tidak berpolitik hegemoni tetapi kemitraan ekonomi semata. Jadi Politik bebas aktif Indonesia tetap bisa dilaksanakan. Saat sekarang ketua Kadin bidang kerjasama dengan China, dipegang oleh Boy Thohir yang dekat dengan LBP.  Penyelesaian utang BUMI milik Bakri oleh Antony Salim, menyelamatkan  China investment Corporation sebagai kreditur konversi BUMI yang akhirnya menjadi pemegang saham BUMI. 


Dengan demikian dua raksasa batubara, Boy dan Antony, tentu lebih happy bermitra dengan China, Karena China buyer terbesar batubara mereka. Mereka lebih mendukung Calon yang diarahkan Jokowi. PDIP sendiri tidak punya akses langsung ke China maupun ke pengusaha yang bermitra dengan China.  Kalau PDIP memilih orientasi ke China, dan juga ingin dapat sumber daya membiayai Pemilu 2024, ya PDIP harus rela menjadikan Jokowi sebagai king maker. Dalam hal ini adalah Ganjar Pranowo sebagai pilihan Capres. Mengapa? karena Ganjar adalah presiden man. Juga disukai oleh mereka yang bermitra bisnis dengan China. Lain halnya PDIP tidak ingin terjebak dengan blok AS atau China. Tapi sulit bagi PDIP bisa menang tanpa dukungan dana, kecuali ada kesadaran dari rakyat untuk bersatu dan sadar akan bahaya neocolonialism.


Kedua, Nasdem tidak lagi punya akses ke China bahkan sulit untuk bermitra sejak Sam Pa, mitranya SP kena KPK China. Satu satunya jalan dapatkan sumber daya keuangan adalah melalui koneksi dengan AS. Sementara yang punya akses ke AS adalah SBY. Makanya SP secepatnya calonkan Anies sebagai capres. Karena dia tahu Anies memang sudah dipersiapkan oleh elite AS sebagai pemimpin di Indonesia. Jokowi terkejut dan tentu kecewa. 


Mengapa? Seharusnya SP bicara kepada Jokowi atas rencananya  mencalonkan Anies. Sehingga Jokowi bisa kondisikan lewat LBP yang juga punya akses ke AS. Dengan bergabungnya PD, itu sama saja dia tidak butuh jalur koneksi lewat Jokowi. Yang jelas kini Koalisi Perubahan untuk Anies sudah aman soal dana pemilu. Bagi Jokowi ini sangat serius. Menghadapi pencalonan Anies ini tidak bisa dengan keras. Haruslah kompromi. Karena bagaimanapun Jokowi butuh soft landing. Peran LBP melobi SP sangat strategis.


Ketiga. BagaImana dengan partai kurcaci seperti Golkar, Gerindra, PKB, PPP, PAN? Partai ini hanya menanti operan bola lambung dari PDIP atau Nasdem aja. Ya mana yang enak nendangnya dan pasti gol, ya mereka tendang. Koalisi dengan PDIP, OK, Nasdem juga Ok. Dijadikan Joky capres untuk dikondisikan kalah,  OK. Jadi pendukung saja OK, asalkan dapat kompensasi. Apapun ngikut. 


Saran dan usul.

Saran saya sudah seharusnya politik demokrasi terbuka ini ditiadakan. Lebih baik pemilihan Pileg tertutup dan kemudian presiden dipilih oleh MPR/DPR, sehingga akses pemodal dan asing tidak bisa masuk ke arena politik lewat proxy mereka. Ayolah secepatnya amandemen UUD 45 sebelum Pemilu 2024.

No comments: