Monday, February 3, 2025

Layak kah BPI Danantara?

 




Akhir  pekan minggu lalu berlangsung Rapat antara Pemerintah dan DPR membahas rencana pengesahan RUU BUMN. Selasa besok (4/2) akan disahkan dalam Rapat Pleno. Cepat dan kilat. Di era Jokowi 10 tahun RUU BUMN tidak kelar. Tapi di era Prabowo hanya perlu waktu sebulan Panja dan langsung masuk Pleno. Keren. Yang menarik dalam perubahan ke tiga UU BUMN ini adalah dengan adanya pasal BPI Danantara. Yang tadinya sempat tertunda pengesahannya. Tapi dengan adanya UU BUMN yang baru, tidak ada alasan lagi BPI Danantara tidak jalan. 


Yang jadi pertanyaan adalah, apakah pendirian BPI Danantara sudah sesuai dengan agenda Prabowo ? Yaitu sebagai financial resource diluar APBN untuk menggerakan investasi agar pertumbuhan ekonomi bisa 8%, melalui sekuritisasi Asset BUMN. Mari kita analisas rasionalitas nya.


Pertama. Total asset BUMN ( data 2023) sebesar Rp. 10.400 triliun. Harus dicatat juga bahwa asset sebesar itu adalah asset revaluasi. Tida terkait dengan likuiditas.Sementara utang Rp6.957,43 Triliun berhubungan langsung dengan likuiditas. Kalau dikurangi Asset dengan utang. Net asset hanya RP. 3.443 triliun.  Net asset sebesar itu kalau disekuritisasi berdasarkan risk management rasio, maksimum hanya 30% saja atau kurang lebih Rp 1000 triliun yang bisa dileverage.  Sementara untuk mencapai pertumbuhan sebesar 8% perlu dana investasi Rp 13.000 trilun. Artinya useless BPI Danantara.


Kedua. Berdasarkan UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, saham pemerintah pada BUMN itu adalah BMN ( barang milik negara). Engga bisa disekuritiasi tanpa melalui mekanisme UU itu. Sementara berdasarkan RUU BUMN, Kekuasaan BPI Danantara dibawah Meneg BUMN. Artinya tidak mengubah struktur system perbendahaan negara. Dimana Menteri Keuangan sebagai beneficiary owner saham BUMN.


Misal, BPI Danantara berencana create structure fund lewat penerbitan surat utang dengan jaminan saham BUMN, prosesnya harus izin dari Menteri keuangan. Nah karena kita menganut cashBasic dalam system perbendaharaan negara. Kalau diizinkan maka itu masuk skema PMN ( Penyertaan Modal negara). Timbul resiko. Structure fund ini diluar APBN akan sulit bisa dikendalikan disiplinnya, bahkan bisa menimbulkan moral hazard seperti kasus skandal MD1 Di Malaysia.


Ketiga. Sekuritasi Asset BUMN lewat BPI Danantara tidak akan efektif sebagai financial resource, bahkan membuat ketidak pastian terhadap surat utang negara.  Ini akan memperlebar rasio utang pemerintah terhadap PDB dan mengurangi value SBN-SUKUK Syariah yang juga menggunakan asset BUMN sebagai underlying. Menteri keuangan tahu pasti soal ini. Dan pasti tidak mudah mengizinkan setiap rencana sekuritasi Asset BUMN. Karena sudah dikunci oleh UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara


Saya menduga duga, agenda pendirian BPI Danantara datang dari para oportunis yang ada di cabinet dan DPR, dengan tujuan memberikan solusi pembiayaan kepada presiden. Namun sifat nya Asal Bapak Senang.  Tidak ada pertimbangan rasional dan akademis yang bisa menjamin agenda mendatangkan investasi besar untuk mendukung pertumbuhan 8%. Kesannya lebih kepada usulan too good to be true, yang akhirnya memakan ongkos APBN juga.


Saran saya.

Sebaiknya focus saja kepada keberadaan INA yang sudah punya landasan hukum independent dan  kuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Mengapa ? keberadaan INA tidak bertentangan dengan UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun memang caranya tidak mudah. Karena prinsip dari INA adalah bukan sekuritisasi asset BUMN atau BMN tetapi sekuritisasi sumber daya yang bersifat thematic dan sophisticated. Itu diperlukan skill financial engineering untuk menciptakan produk investasi berbasis sumber daya. 


Sekuritisasi sumber daya itu rumit namun punya dasar hitungan quantitave yang terukur. Salah satu caranya? Langkah pertama adalah mengindentifikasi sumber daya seperti cadangan Mineral tambang,  Oil and gas, Hilirisasi SDA, potensi belanja domestic, credit carbon dan lain lain. Tahap kedua adalah valuasi sumber daya itu lewat monetisasi. Tahap ketiga, agar jelas akuntable nya sebagai project directive, dirikan SPV  sesuai dengan thema penerbitan surat utang. Misal, INA-Infrastructure fund. INA-Downstream Industry fund, INA-Housing development program dan lain lain. Untuk support pembiayaan PEMDA, bisa terbitkan INA-Local Government Vehicle financing Fund.


Apakah mungkin? Sangat mungkin. Karena sumber pembayaran surat utang itu adalah proyek itu sendiri. Market marker nya adalah INA sendiri. Artinya likuiditas dijamin INA. Kalau kapitalisasi surat utang Rp. 10.000 triliun. Hanya diperlukan 1% jaminan likuiditas. Modal INA yang sudah disetor negara mencapai USD 5 miliar atau Rp.81 triliun. Itu sudah cukup untuk leverage sebesar Rp. 10.000 triliun. Tentu dengan syarat ada jaminan transfaransi, akuntable dan tingkat  kredibilitas  yang tinggi dari pengelola INA. 


Singkatnya reputasi direksi INA itu level nya udah world class Banker, seperti pengelola SWF Temasek dan Abudhabi. Jadi lebih baik optimalkan INA daripada bentuk BPI-Danantara. Nah yang perlu dilakukan kalau ingin mendatangkan investasi untuk mencapai pertumbuhan 8% lewat sekuritisasi, perbaiki direksi dan SDM INA. Pilih mereka yang qualified dan ahli dalam hal strategi sekuritiasi sumber daya. 

Wednesday, January 29, 2025

Trumps proxy dari Pemodal.

 





Trump lewat aku sosial media nya mengkritik the Fed yang tidak menurunkan suku bunga. Memang janji kampanye Trumps adalah akan menurunkan suku bunga bagi peminjam. Chairman the Fed Jerome Powell bisa menerima sikap Trumps namun tetap focus kepada data. Tidak akan terpengaruh dengan politik Trumps. Mengapa?


Pertama. The Fed belum melihat rencana konkrit kebijakan Trumps yang terkait dengan proteksionisme market domestic lewat kenaikan tarif. Saat sekarang the Fed masih menunggu rencana tersebut akan dilaksanakan. Sementara pada saat sekarang tingkat inflasi sedang mengarah kepada target the fed yaitu 2%. Sudah mencapai titik keseimbangan sebenarnya.


Kedua. Aktivitas ekonomi AS terus berkembang dengan pesat. Tingkat pengangguran telah stabil pada level rendah dalam beberapa bulan terakhir, dan kondisi pasar tenaga kerja tetap solid. Sehingga target mencapai inflasi 2 % akan mudah dicapai. Tentu the Fed tidak ingin mengambil resiko dengan buru buru menurunkan suku bunga. Momentum perbaikan itu harus dijaga.


***

Ada tiga hal mendasar  yang menggrogoti ekonomi AS selama beberapa tahun belakangan ini. Yaitu, Inflasi, monopoli, dan utang. Tiga hal itu terjadi karena mind corruption akibat begitu besarnya ketergantungan AS kepada korporat. Inflasi terjadi karena AS menyelesaikan krisis moneter tahun 2008 lewat pelonggaran quantitative. Sementara Krisis itu sendiri terjadi akibat lemahnya pengawasan pasar uang. Monopoli terjadi karena financialisasi PDB. Utang membesar karena politik populisme.


Melihat keadaan ekonomi AS sekarang tidak bisa dengan kacamata ekonomi semata. Ini soal idiologi kapitalisme VS populisme. Dari free market ke market regulated. Tidak ada solusi yang cepat mengatasinya. Karena bangun system kapitalisme di AS sudah berakar. Nah Trump membaca keadaan ini dengan baik. Dia tidak perlu ahli ekonomi duduk di ring 1 kekuasaannya. Yang dia perlukan adalah orang yang jago membangun persepsi pasar lewat berbagai issue, seperti Elon Musk dan yang punya Trust tinggi seperti  Timothy Mellon*)


Issue proteksionisme pasar domestic oleh Trumps,  yang langsung disambut rakyat dengan terpilihnya dia sebagai presiden. Sebenarnya mengarah kepada penolakan terhadap kesepakatan global yang merugikan korporat AS. Seperti Paris Agreement, ESG, Pajak global minimum bagi MNC. Maklum dengan adanya Paris agreement dan ESG terkait emisi karbon nol telah mengguncang korporat oil and gas, thermal coal. Belum lagi dengan adanya Pajak Global minimum sebagai mitigasi resiko imbalance economic gloIbal yang jelas merugikan MNC.


Kemudian issue sentiment anti China yang diawali dengan ancaman larangan Trumps terhadap platform social media China, kini berubah.  Dari larangan menjadi aliansi. Tiktok platform milik China, justru ditawari bermitra dengan raksasa IT seperti Microsoft dan lainnya. Dan Trumps pura pura tidak tahu keok nya industry EV Amerika  oleh China. Terakhir, tumbangnya saham tekhnologi di Wallstreet akibat hadirnya AI DeepSeek dari China. Secara tidak langsung Trumps sedang membuang toxin dari perekenomian AS yang selama ini menyerap begitu besar likuiditas keuangan, yang nilai tradable nya rendah.


Apabila issue ini sukses mengembalikan kedigdayaan korporat, berikutnya adalah memaksa The Fed untuk menurunkan suku bunga agar moneter longgar. Sekuritisasi sumber daya korporat punya jalan lebar untuk masuk ke pasar leverage lewat Bursa dan perbankan. Arus modal akan mengalir ke AS berkat dukungan likuiditas dari the Fed. Maklum kekuatan mesin ekonomi AS ada pada TNC dan TNC berkembang berkat inklusif keuangan. 


AS bukanlah negara totalitarian. AS adalah negara demokrasi. Cara melakukan perubahan tidak dengan komando satu tangan seperti layaknya totalitarian. Tetapi lewat issue. Membangun persepsi baru agar mendapat dukungan dari publik.  Issue ini di viralkan lewat social media. Menjadi kebenaran baru. Artinya, disaat cara konvensional mengatasi ekonomi tidak efektif ya lakukan lewat jargon proteksionisme. Rakyat banyak mudah terbuai dengan romantisme nasiolisme. Dan tidak peduli kalau yang membuainya adalah predator. ***


*). Nama Bank Of New York atau BONY tentu familiar bagi semua orang. Ya BONY adalah operator the Fed dalam mengendalikan moneter AS dan pergerakan pasar uang. Nah pemilik dari BONY adalah Bank Melon. Siapa itu? Bank Melon didirikan oleh Andrew Mellon. Dia adalah banker Yahudi yang legendaris. Nah cucunya adalah Timotius Mellon.


Saat Trumps mencalonkan diri sebagai Presiden AS, Timotius Mellon. menyatakan diri sebagai penyandang dana kampanye Trumps. Sumbangan dananya lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh Elon Musk. Dalam catatan perjalanan bisnisnya. Mellon memang banyak tersangkut kasus perdata. Maklum dia pemain hedge fund yang piawai dan selalu lolos dari jeratan hukum. Nah kini Trumps jadi presiden. Tentu Timoti Mellon menjadi orang kepercayaannya.  

Saturday, January 18, 2025

Javier Milei

 




Javier Milei, pria kelahiran Buenos Aires-Argentina tahun 1970. Gayanya yang sedikit urakan dengan rambut agak panjang tak terurus. Walau orang menyebut dia gila. Namun dia menyebut dirinya singa. Terlepas soal itu. Dia adalah Pakar ekonomi pertumbuhan. Guru besar ekonomi. Menulis banyak buku soal pertumbuhan dengan falsafah anarko kapitalis. Memang agak laen kalau dibandingkan dengan ekonom status quo yang berlindung kepada kekuasaan negara untuk mengendalikan pasar dan proteksionisme. Dia justru anti statusquo. Politisi yang libertian sayap kanan.


Tahun 2021 Milei jadi anggota Dewan. Kondisi ekonomi Argentina sangat buruk. Supermarket Argentina menaikkan harga hampir setiap hari. Keluarga kelas menengah berusaha menghabiskan uang peso mereka yang terdepresiasi dengan cepat secepat mereka mendapatkannya. Sebagai pakar ekonom. Dia kritik pemerintah. Yang sekian decade berbohong atas data moneter dan fiskal. Hanya ingin mempertahankan statusquo. Pada akhirnya pasar menghukum. Negara berada di ambang hiperinflasi. Jejak reformasi ekonomi yang gagal.


Tahun 2023 Milei terpilih sebagai presiden. Dia mewarisi ekonomi dengan tingkat inflasi tahunan tertinggi di dunia: 211 persen. Harga naik dari bulan ke bulan sebesar 13 persen, melonjak menjadi 25 persen pada bulan Desember 2023. Lawan politiknya bekata “ Coba buktikan omongan lue selama ini yang kritik pemerintah. Paling jadi penguasa, korupsi juga.” Nada skeptis itu wajar. Karena membalikan situasi ekonomi Argentina ke arah perbaikan, seperti mission impossible. Karena sudah begitu parah kerusakannnya. 


Nah apa yang Milei lakukan? Dia buka borok peso lewat devaluasi mata uang. Dampaknya sangat buruk bagi rakyat. Namun itu lebih baik daripada menyimpan kebohongan. Selama ini anggaran habis hanya untuk subsidi dan Bansos guna menutupi kebobrokan pemerintah yang korup. Bagi Milei, koruptor terbesar adalah bank central dan lebih buruk lagi karena kebijakan fiscal yang korup dan terdistorsi.


Setelah itu, Milei, penggal 40% APBN. Menghapus semua bentuk subsidi. Dampak kebijakan ini tentu menimbulkan biaya sosial yang besar, memicu resesi , peningkatan pengangguran, dan penurunan upah riil baik di sektor publik maupun swasta. Kemiskinan melonjak hingga 53 persen pada paruh pertama tahun 2024, naik dari 40 persen pada tahun 2023 – lonjakan tertinggi yang tercatat dalam dua dekade. 


Semua terukur dan Milei yakin dengan kebijakannya. Apa hasilnya ? APBN surplus di penghujung tahun 2024. Ini kali pertama terjadi. Kebijakan stabilitas ekonomi makro nya mengubah persepsi Argentina di pasar. JP Morgan menilai Indeks risiko negara, dari 2000 menjadi 750. Terendah dalam lima tahun. Inflasi bulanan pada November 2024, berada pada angka 2,4 persen. Merupakan angka terendah dalam lebih dari empat tahun. Belanja konsumen dan manufaktur menunjukkan peningkatan.  Pada bulan September 2024. Pertumbuhan upah melampaui inflasi selama enam bulan berturut-turut. 


Secara keseluruhan, menurut Bank Dunia diperkirakan resesi tahun 2024 akan menghasilkan ekspansi ekonomi sebesar 5 persen pada tahun 2025. Tentu pertumbuhan inklusif bukan absurd seperti sebelumnya. Luar biasa memang. “ Argentina itu punya SDA yang sangat besar. Selama sekian decade ekonomi diurus oleh para oportunis. Namun sekali lahir pemimpin benar, tidak butuh lama untuk recovery. Nothing to impossible bagi Argentina “ Kata teman lewat chat forum financial.


Kehebatan Milei dalam mengelola ekonomi Argentina dari terpuruk menjadi bangkit dengan percaya diri telah menjadi inspirasi banyak pemimpin dunia. Bahkan, Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump, berulang kali memuji Milei, menyebutnya sebagai "presiden favoritnya". Elon Musk dan  Vivek Ramaswamy terobsesi mengikuti gaya kepemimpinan Milei yang punya nyali besar merampingkan APBN dan sekaligus mampu memitigasi dampak politik dari kebijakannya itu. Tentu karena dia cepat sekali membuktikan janjinya.

Thursday, January 2, 2025

Ekonomi Indonesia hopeless ?

 





Gerakan rakyat bersuara lewat media social sangat massive. Konten soal kenaikan PPN 12% viral berhari hari. Padahal kenaikan tahun 2022 dari 10 % ke 11 % engga ada yang ribut. Entah apakah ada agenda politik dibalik itu atau tidak. Tapi dengan melemahnya daya beli rakyat terutama kelas menengah, sepertinya issue kenaikan PPN 12% itu bergaung lebih karena ungkapan frustrasi. Engga tahu harus teriak gimana lagi. 


Kalaupun akhirnya kenaikan PPN 12% batal naik untuk konsumsi umum kecuali barang mewah, pendapatan dan daya beli tetap rendah. Karena jumlah PHK tahun ini akan terus bertambah. Diperkirakan akan mencapai 250.000 orang kehilangan pekerjaan. Itu sama saja 1 juta orang Indonesia hopeless di hari hari mendatang.


Mengapa ? 


Ada tiga masalah  yang membuat kita sulit bergerak ke depan secara real dan memastikan bahwa keadaan ekonomi kita sedang tidak baik baik saja.


Pertama. Pada 24 Juni 2024, Presiden Jokowi meminta relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 diperpanjang hingga tahun 2025.  Itu penundaan ketiga kalinya.  Menurut   OJK per Maret 2024 total relaksasi kredit mencapai Rp 228 triliun. Padahal udah dingatkan oleh IMF agar tidak boleh diperpanjang. Apa alasan IMF.? perpanjangan program restrukturisasi kredit bisa terus menumbuhkan 'perusahaan zombie'. Bisa jadi, perbankan menyimpan bom waktu yang kapan saja bisa meledak. Artinya dengan diperpanjang terus menerus, sebenarnya debitor sudah tidak mampu bayar alias macet. Mereka seperti deadduck. Potensi kredit macet itu.


Kedua. Likuiditas dalam negeri seret. Biang keroknya. SBN menyerap dana perbankan dan Lembaga keuangan non bank. Sementara BI melalui instrument SRBI juga menyerap dana bank dan Lembaga keuangan non bank, termasuk dana asing. Dana public masuk kas negara untuk belanja dan masuk kas BI untuk menjaga stabilitas Rupiah. Apa yang terjadi? Dana untuk sector real lewat pemberian kredit modal kerja dan investasi jadi berkurang. Kalaupun ada, suku bunga sudah tinggi. Dengan situasi pasar global suram, cost of fund yang tinggi akan mengurangi minat orang untuk ekspansi. 


Ketiga. Mengutip publikasi BI, total utang sektor publik Indonesia sampai akhir kuartal III-2024, telah mencapai Rp16.601,02 triliun. Itu setara dengan 79,5% terhadap PDB. Utang sektor publik terdiri atas utang Pemerintah (pusat dan daerah) senilai Rp8.607,64 triliun, lalu utang BUMN nonkeuangan Rp1.021,02 triliun. Juga, utang BUMN sektor keuangan sebesar Rp6.972,35 triliun. Sebagai perbandingan, 10 tahun lalu, rasio utang publik terhadap PDB Indonesia baru di angka 57,02%. 


Yang memberatkan sekali adalah sebesar 26,2% adalah utang dalam denominasi valuta asing. Sementara utang publik di mana krediturnya adalah nonresiden (asing), porsinya mencapai 25,53%. Artinya lebih separuh utang ke asing. 15% dari total utang luar negeri adalah berjangka pendek. Apa jadinya kalau terjadi capital outflow ? Bisa tumbang rupiah. Nah untuk menjaga tidak terjadi capital outflow dan kurs tetap stabil,  walau tingkat inflasi rendah namun BI terus pertahankan suku bunga tinggi  dan tentu prospek bisnis sekarang dan akan datang suram.


Dengan tiga masalah itu, agar bank bisa melaksanakan tugas intermediasinya. BI telah membuat Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). BI injek uang ke perbankan lewat REPO line dan pelonggaran GWM, LTV dan lain lain. Namun tidak jelas hasilnya. Mungkin ketidakjelasan wewenang BI dalam hal ini. Karena untuk memastikan bahwa resiko sistemik dikelola dengan baik, tidak ada system  kelembagaan yang bertugas melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap KLM ini. Apalagi sumber uang BI dari sekuritasi SBN yang dibeli dari pemerintah. Sangat beresiko terjadi moral hazard.


Pemerintah tetap mengandalkan APBN ekspansif sebagai lokomotif pertumbuhan. Mengeluarkan dana stimulus sekitar Rp 500 triliun agar daya beli rumah tanngga meningkat dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Sementara pembayaran utang dan bunga lebih dari 1/3 APBN. Jadi praktis tidak ada dampak pertumbuhan inklusif terhadap belanja APBN, kecuali utang terus bertambah dan ruang fiscal semakin menyempit. Apalagi kedepan, harga komoditas utama Indonesia jatuh di pasar dunia. Penerimaan pajak tidak tercapai. Kita bukan hanya krisis moneter tetapi spiral krisis.


Solusinya?

Pemerintah harus penggal APBN sampai 30%. Restruktur cabinet agar ramping. Sehingga birokrasi jadi efisien dan gesit. Abaikan infrastruktur ekonomi dan proyek marcusuar seperti IKN. Focus aja ke proyek yang dirasakan langsung oleh rakyat seperti pengadaan rumah bagi orang miskin dan swasembada pangan serta hilirisasi pertanian lewat ecologi pertanian.


Untuk anggaran pembiayaan sumber dananya alihkan ke thematic bond. Optimalkan keberadaan INA sebagai sovereign wealth fund atas dasar project derivative value lewat securitisasi cadangan Mineral tambang dan migas. Optimalkan reformasi pajak yang menyasar kepada pengusaha rente yang dapat konsesi HGU Sawit, HGB property, IUP tambang. Kalau itu dilakukan, kita bukan hanya bisa lunasi utang dengan cepat tetapi juga membuat ekonomi tumbuh secara inklusif dan sustain.


***

Selama ini kita menilai kinerja ekonomi negara atas dasar pertumbuhan PDB. Cara ngitungnya menggunakan model statistic  berdasarkan data akuntasi negara. Namun pertumbuhan PDB tinggi tidak inline dengan kesejahteraan. Prabowo mengatakan dalam pertemuan di Lima, Peru. Walau Indonesia tergabung dalam kelompok negara 1 trilon dollar AS PDB namun Prabowo akui kemiskinan di Indonesia masih dalam skala besar. 


Buku The Financialization of GDP: Implications for economic theory and policy (Routledge Advances in Heterodox Economics) oleh Yacob Assa, berusaha membongkar teori PDB. Assa berusaha menelusuri semua aspek dari teori dan kebijakan terkait financialisasi PDB itu. Dia berpendapat PDB tidak clean sebagai indicator ekonomi. Mengapa? PDB tidak memasukan biaya pencemaran lingkungan, dan tidak menghitung pekerjaan yang tidak dibayar.


Mengapa negara berusaha menggenjot eksploitasi SDA dengan berani mengorbankan resiko lingkungan. Eksploitasi hutan jadi tanaman monokultur  ( sawit dan estate food) yang berdampak kepada pemanasan global. Pemberian konsesi IUP dalam skala sangat luas untuk tumbuhnya industry ekstraksi. Itu semua tidak lain cara pemerintah menjadikan potensi SDA itu menjadi potensi ekonomi dan bisa dihitung secara financial. 


Sehingga hitungan PDB itu bisa dijadikan underlying untuk mengakses sumber daya keuangan lewat pasar uang. Dengan akses besar itu pemerintah tetap bisa mempertahankan APBN yang ekspansif. Walau hutang bertambah, kelak PDB akan bertambah juga. Tentu akan semakin besar akses kepada sumber daya keuangan. Begitu cara berpikir sederhananya. Ya tak ubanya dengan skema ponzy.


Yang jadi masalah, PDB hanya akuntasi dan statistic, sementara hutang adalah real. Benar benar ada dan jelas tanggung jawabnya. Yaitu bayar bunga dan utang. Nah pas bayar kan tidak bisa dari angka PDB, tentu harus dari kinerja real berupa pajak dan pendapatan devisa dari ekspor. Yang  jadi masalah pertumbuhan ekonomi lewat financialisasi PDB itu justru semakin lama membuat fundamental ekonomi real negara jadi berkurang. Itu ditandai semakin besarnya belanja yang didominasi oleh pembayaran utang dan bunga. Akibatnya mengurangi kemampuan negara create job.


Jadi paham ya mengapa pemerintah Prabowo mulai tahun ini melarang BPS mengeluarkan laporan indicator ekonomi yang sudah berlangsung sejak tahun 1970. Karena memang laporan itu bias dan absurd. Contoh BPS melaporkan tingkat inflasi terendah bulan desember. Pemerintah bangga. Tapi yang dirasakan rakyat justru harga harga pada naik. Nah mana yang benar? Kan jadi polemic omong kosong. Sementara data BPS tidak pernah jadi solusi agar rakyat tidak bokek. Kecuali hanya onani doang.



Wednesday, January 1, 2025

Ekonomi Vietnam VS Indonesia.

 



Perang Vietnam berlangsung 20 tahun. Berakhir tahun 1975. Perang itu memakan ongkos materi dan non materi serta nyawa yang tidak sedikit. Praktis usai perang. Vietnam kekurangan segala galanya. Banyak orang pintar yang gugur dalam perang. Ada juga yang terpaksa eksodus  ke luar negeri. Data fundamental ekonomi tahun 1980an. PDB per kapita berada di kisaran $200 dan $300. Konsolidasi politik dan perancanaan disusun untuk masa depan. Tahun 1986 pemerintah memperkenalkan “Đổi Mới”, serangkaian reformasi ekonomi dan politik, dengan tema “ekonomi pasar berorientasi sosialis”.


Apa yang dilakukan Vietnam? Pertama, mereka tanpa ragu mengadopsi liberalisasi perdagangan dengan penuh semangat. Berbagai perjanjian perdagangan bebas  ditandatangani. Tahun 1986 UU PMA dibuka luas. Pada tahun 1995, Vietnam bergabung dalam ASEAN. Pada tahun 2000, Vietnam menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan AS, dan pada tahun 2007 bergabung dalam WTO. Vietnam juga ikut dalam kesepakatan Free Trade Area:  ASEAN Free trade Area, Tiongkok, India, Jepang, dan Korea.


Kemitraan Trans-Pasifik yang diamandemen mulai berlaku . Efek kumulatif dari semua perjanjian ini adalah penurunan bertahap tarif yang dikenakan pada impor dan ekspor ke dan dari Vietnam. Secara tidak langsung Vietnam jadi kawasan bebas pajak. Kemudian secara gradual, pemerintah terus memperbaiki UU PMA dan debirokratisasi agar semakin besar peluang modal asing masuk ke dalam negeri.


Apa yang terjadi ? Semua index Ekonomi membaik. Daya Saing Global menurut versi Forum Ekonomi Dunia, naik dari peringkat ke 77 pada tahun 2006 ke peringkat 55 pada tahun 2017. Index easy doing business peringkat 104 pada tahun 2007 ke peringkat 68 pada tahun 2017. Selanjutnya kemajuan terus meningkat significant. Karena kemajuan itu juga ditandai semakin inklusif nya ekonomi yang bisa diakses oleh rakyat. Ekonomi jadi efisien dalam segala hal. Hutang terhadap PDB rendah. Hanya 33,5% ( tahun 2023).


Kedua. Pada waktu bersamaan Vietnam banyak berinvestasi dalam sumber daya manusia dan infrastrukturnya. Vietnam melakukan investasi publik yang besar dalam Pendidikan. Bukan hanya sekolah wajib 9 tahun tetapi penyediaan Lembaga vokasi yang sangat massive dengan beragam keahlian. Kampus terbaik dibidang sains dan tekhnologi juga dikembangkan. Kemitraan international dalam riset kampus dengan swasta local, asing dilaksanakan lewat insentif pajak.


Investasi tersebut membuahkan hasil. Dihitung dari tingkat output dan upah yang dbayar. Menurut laporan McKinsey (2023), pekerja Vietnam memiliki efisiensi kerja 20% dari Indonesia. Kombinasi produktivitas tinggi dan biaya rendah ini, menjadikan Vietnam pilihan utama bagi banyak perusahaan global. Sebagian besar branded dunia diproduksi dan dimanufakur di vietnam. Dari Industri highTech seperti Telp Selular, elekronik, komputer, permesina, otomatif dan sparepart,  sampai yang mass product seperti alas kaki, tabeware dan TPT. Industri dasar seperti Petrokimia yang didukung dengan downstream seperti plastik dan barang barang plastik. 


Dari SDA yang Vietnam miiki juga dikembangkan dengan mindset industri. Vietnam menjadi produsen dan eksportir terbesar untuk hasil laut, seperti udang, cumi, kepiting, dan lobster, Beras. Kontribusi pertanian dan perikanan terhadap PDB 20%. Sementara Share industry dan manufaktur terhadap PDB sebesar 24,8% ( tahun 2022). Vietnam mencatat growth Industrinya, sementara indonesia terjadi deindusrialiasi. Era pak Harto growth Industri diatas 20%. Kini turun jadi 18,52 % yang sebagian besar didominasi oleh industry ekstrasi, bukan industry kreatif.


Nilai perdagangan luar negeri Vietnam pada tahun 2023 mencapai USD 683 miliar. Bandingkan aja dengan Indonesia yang total ekspor migas dan non migas pada tahun yang sama sebesar US$259 miliar. Padahal kekayaan SDA dan jumlah penduduk, Indonesia lebih besar. Indonesia masuk G20. Mengapa ? Tingkat produktivitas pekerja Indonesia dalam periode 2010-2017 hanya tumbuh 3,8%, lebih lambat jika dibandingkan dengan Vietnam 5,8%. Bahkan indikator Total Factor Productivity (FTP) Indonesia pada periode yang sama tumbuh -1,5%. Sementara Vietnam 1,8%


Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Vietnam sejak 2014, selalu lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia kecuali pada 2021. Bahkan yang menarik di saat ekonomi dunia mengalami kepanikan akibat pandemi Covid-19 di 2020, pertumbuhan PDB Vietnam masih berada dalam teritori positif 2,91%. Berbeda halnya dengan Indonesia yang mengalami resesi dan PDB di 2020 terkontraksi menjadi -2,07% dari yang sebelumnya 5,02% pada 2019.


Pertumbuhan PDB per kapita Vietnam juga terlihat lebih cepat dibandingkan Indonesia dalam rentang periode 2014-2022. PDB per kapita Indonesia di tahun 2014 sebesar US$3.531,5 sementara di tahun 2022 menjadi US$4.783,9 atau tumbuh 35,46% dalam delapan tahun. Berbeda halnya dengan Vietnam, PDB per kapitanya tumbuh lebih tinggi yakni 49,13% dalam periode tersebut meskipun secara nominal, PDB per kapita Vietnam lebih rendah dibandingkan Indonesia. Tentu dengan tingginya pertumbuhan ekonomi tidak sulit bagi Vietnam menyalip Indonesia.


Berdasarkan index Pembangunan inklusif yang dilaporkan oleh Forum Ekonomi Dunia, Vietnam merupakan bagian dari kelompok ekonomi yang telah berhasil membuat proses pertumbuhan lebih inklusif dan berkelanjutan. Indicator nya bisa dilihat dari kesetaraan gender. Menurut Bank Dunia, tingkat pekerjaan wanita berada dalam kisaran 10% dari kaum laki-laki dan rumah tangga yang dipimpin perempuan cenderung tidak miskin dibandingkan rumah tangga yang dipimpin laki-laki, meskipun ketimpangan masih ada.


Tahun lalu saya ke Hanoi. Saya  merasakan energi tak terbatas di mana-mana. Orang-orang berlalu-lalang dengan skuter, membeli dan menjual segala hal mulai dari ponsel hingga makanan di toko-toko kecil yang tak terhitung jumlahnya, dan berlari ke sana kemari untuk pergi ke sekolah atau bekerja. Vietnam masih muda, sedang berkembang, dan segala sesuatu terasa mungkin. 


Bagaimana dengan adanya fenomena proteksionisme market domestic bagi negara maju terhadap ekspor Vietnam? Tanya saya kepada teman di Vietnam. “ Dari awal kami konsisten dengan kesepakatan pasar bebas dan Free trade agreement. Tidak pernah ikutan membuat kebijakan tarif proteksionisme. Jadi kami tidak pernah ada masalah dengan perang dagang. Justru karena perang dagang itu, terjadi relokasi industry dari China, Eropa, Korea dan Jepang ke Vietnam. Mereka ingin terhindar dari perang tarif.


Sementara itu, kami rumah produksi bagi banyak PMA negara AS, Cina, Korea, Eropa , Jepang. Semua ekspor oriented. Engga mungkin mereka proteksi pasarnya. Kan pabrik di Vietnam itu korporat mereka sendiri. Kalau kena proteksi, yang rugi mereka sendiri. Dan lagi kami tidak pernah proteksi pasar domestic. Jadi tidak mungkin ada tarif tandingan dari neagara lain. Kami patuh dengan kesepakatan pasar international” Kata teman menjawab secara diplomasi. 


“ Tentu kami sudah persiapkan dengan matang. Sudah ada  jadwalnya kapan saatnya kami akan focus kepada inward looking policy. Setelah Asset financial luar negeri kami cukup kuat, ya kami tidak akan lagi sepenuhnya bergantung kepada PMA dan ekspor. Semua butuh waktu berproses dan semua akan indah pada akhirnya kalau dikerjakan dengan sungguh sungguh dan niat baik “ Lanjut teman. Kunci kemajuan Vietnam adalah ndex korupsi terus membaik dari tahun ke tahun. Kini yang pasti jauh lebih baik dari Indonesia. Mungkin tahun 2025 Vietnam akan jadi naga di Asia Tenggara.