Monday, April 28, 2025

Mengapa LG batal investasi ekosistem baterai?

 





“Ale, kenapa LG engga jadi bangun supply  chain baterai terpadu di Indonesia ? tanya Aling. Ya memang ada berita tentang LG Energy Solution, batal bangun ekosistem baterai EV di Indonesia. Itu artinya peluang FDI ( foreign Direct Investment)  sebesar USD 7,7 miliar yang akan berperan meningkatkan PDB dan menyerap Angkatan kerja luas, gagal.! saya akan bahas dari sudut pandang praktisi bisnis. Bukan analisa pakar akademis dan politisi.


Sebenarnya rencana LG akan membangun supply chain terpadu baterai sudah dimulai tahun 2019. Mengapa mereka selalu menunda investasi? Karena sejak tahun 2001 China sedang focus melakukan riset baterai, Lithium Ferro Phosphate (LFP). Memang awalnya LFP dinilai memiliki kepadatan energi yang jauh lebih rendah dan kinerjanya buruk pada suhu rendah. Makanya Riset itu diketawain oleh Elon Musk. Tapi LG tidak mau gamebling dengan masa depan. Lebih baik wait see.  Karena perkembangan riset itu sangat significant dari tahun ke tahun.


Ternyata tahun 2018, konsorsium investor terbentuk dibawah start up BYD yang berencana memproduksi kendaraan listrik (EV) dengan tekhnologi LFP. Tahun 2020 BYD sukses meluncurkan Blade Battery. Yang lebih aman dan lebih murah dibandingkan baterai lithium nikel mangan kobalt (NMC) yang populer di Barat. Sukses ini tentu  mengubah peta kompetisi EV. Telah membawa Industri EV China ke garis depan dalam kompetisi global.


Situasi ini dimanfaatkan oleh LG menggandeng Huayou, player China di bidang riset dan pengembangan Baterai LFP. Mereka membangun pabrik baterai di Maroco, Afrika. Tujuannya untuk masuk ke pasar AS. Maklum AS dan Maroko ada perjanjian bilateral bebas pajak. Sementara untuk pasar domestic, Huayou sendiri sudah punya pabrik baterai dan supply chain terpadu di Provinsi Hubei berkerja sama dengan Xingfa Group.


Huayou akan menggantikan LG yang batal investasi di Indonesia. Mereka akan bangun industry Precursor (campuran oksida logam Nikel, Mangan, dan Kobalt). Ya supply chain Industri Baterai. Namun itu hanya perluasan smelter HPAL, yang sudah berproduksi nickel sulfate dan cobalt sulfate di Sulawesi dan rencana akan bangun juga di Halmahera, Teluk Weda.  Tentu nilai investasi Precursor tidak sebesar investasi ekosistem baterai, yang tadinya  rencana akan dibangun oleh LG.


Artinya bahwa adanya fenomena tekhnologi membuat value SDA jadi semakin rendah Value Added nya. Sebelum ditemukanya tekhnologi baterai LFP, harga baterai sangat mahal, tentu harga nickel juga jadi mahal. Dampaknya harga EV tidak marketable sebagai kendaraan ramah lingkungan. Karena mahal itu,  terpaksa negara mendukungnya lewat subsidi  yang besar agar terjangkau bagi konsumen dan energi ramah lingkungan bisa di promote. Jelas tidak sustain. Nah LFP adalah solusi. Mengapa ? 


Mari kita lihat hitungannya. Biaya produksi 1 baterai LFP sebesar 65% dari harga jualnya. Size nya beragam. Tergantung besaran energi KWH dan daya jarak tempuh kendaraan EV. Misal, Wuling itu baterainya kan 17 KWH untuk jarak tempuh 200KM, ya harga pasar baterai sekitar Rp. 26 juta. Biaya produksi baterai sekitar Rp. 16 juta. Gross Margin hanya 60%. Beda dengan bateri nikel yang marginnya tiga kali lipat.  Ya semakin rendah value added baterai semakin tinggi value added kendaraan listrik. Itulah pentingnya tekhnologi. 


Wah engga adil dong. Kata Aling. Bukan tidak adil. Justru itulah keadilan dunia. Penemu LFP itu adalah Wan Gang Phd, mantan periset di CATL German yang kemudian pulang ke China memimpin riset LFP dan akhirnya jadi Menteri Riset dan tekhnologi China. Tahun 2013 dia juga diangkat sebagai wakil ketua CPPCC, Lembaga yang secara konstitusi punya tugas memberikan nasehat kepada Kongres Rakyat ( DPR/MPR), yang menentukan kebijakan politik nasional. Kini 70% produksi global baterai LFP untuk EV ada di China termasuk  untuk Drone.


Walau China tidak punya SDA seperti Indonesia namun mereka punya SDM dan elite yang bermental pembaharu untuk meraih nilai tambah lewat sains. Makanya mereka jadi pemenang. Sementara kita, dari pemimpin sampai pengusaha mentalnya pedagang. Lahan tambang dikeruk begitu saja pakai ekskavator untuk masuk ke smelting dan kemudian outputnya di kapalkan ke China demi nilai tambah dan kejayaan China dalam industry supply chain global. Kita memang lemah dan bodoh. Itu karena kebijakan nasional lahir dari para pemburu rente dan state capture. 5 tahun lagi cadangan nickel habis. Yang tersisa hanyalah kubangan kerusakan lingkungan.


Friday, April 25, 2025

Menari di tengah badai ekonomi...

 




Saya nonton lewat channel Youtube. SMI melaporkan hasil rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Dari awal dia bicara saya perhatikan. 90% yang dia katakan adalah situasi ekonomi Global yang serba tidak pasti akibat kebijakan tarif resiprokal. Menyiratkan kekawatiran.  Saya tersenyum. Dia Menteri keuangan. Seharusnya dia tahu bahwa ekspor kita ke AS hanya 7% dari total ekspor . Tidak seperti Vietnam yang mencapai diatas 50% dari total ekspor dan 30% dari PDB. Artinya bagi Indonesia kebijakan tarif resiprokal AS itu dalam konteks ekonomi, bukan big deal!


Dan lagi, bukankah selama ini pemerintah selalu menepuk dada, bahwa ekonomi kita terbaik dibandingkan negara maju. Masih bisa tumbuh diatas 4%. Rasio utang jauh lebih rendah dibandingkan negara lain seperti ASEAN, Jepang dan Eropa. Akibat kebijakan Trump itu, ekonomi dunia terguncang.  Kata SMI. Tapi kalau baca Laporan dari IMF, akibat tarif itu hanya berdampak penurunan PDB  sekitar 0-2%. Engga big deal kalau dikaitkan dengan keadaan ekonomi global yang memang sejak COVID engga baik baik saja.


Saya perhatikan dari wajahnya di channel Youtube, memang terpancar kekawatiran.  Lantas apa yang dikawatirkan SMI? Selama ini Indonesia itu bisa mengeskalasi pertumbuhan ekonomi karena kebijakan ekspansif APBN yang diongkosi oleh utang.  
Yang jadi masalah leverage PDB lewat APBN ekspansif itu semakin lama semakin rapuh. Karena sector produksi tidak memberikan sumbangan dalam bentuk peningkatan Tax Ratio. Kalah dibandingkan dengan  pertumbuhan utang, yang selama 10 tahun kekuasaan Jokowi meningkat pertahun 35%. Sedangkan Tax ratio dibawah 10%.  


Apa yang membuat SMI kawatir? Pertumbuhan utang itu kini harus berhadapan dengan cash out atau capital outflow yang besar. Tahun ini saja untuk bayar Bunga Rp. 497,3 triliun dan bayar utang sebesar Rp 800,33 Triliun. Sementara penerimaan pajak diperkirakan Rp. 2500 triliun. Artinya cashout lebih 50% dari penerimaan pajak. DSR udah lampu merah. Cash out atas utang  tidak bisa ditunda seperti anggaran kementrian. Ini mandatory spending atas dasar UU yang harus dibayar. Sementara pemerintah tidak ada tabungan untuk  bayar utang kecuali lewat berhutang lagi. 


Tahun ini sampai dengan maret, Pemerintah udah Tarik utang baru sebesar  Rp 250 triliun.  Itu 40,6% dari target APBN 2025. Yang jadi masalah dan mengkawatirkan setelah kebijakan tarif resiprokal, adalah cost of fund sudah mahal seiring melemahnya DXY. Akan semakin menyulitkan BI menstabilkan kurs rupiah. Kalau akhirnya IDR tumbang akibat kenaikan suku bunga the Fed dalam upaya menahan laju inflasi, struktur ekonomi berbasis hutang ini akan runtuh. Dampaknya akan sistemik. Tentu saya berdoa semoga Trump sadar dan diwaraskan Tuhan sehingga tarif ini kembali normal. Sehingga hal buruk tidak terjadi pada kita.


Saran saya, saatnya segera lakukan penyesuaian ( adjustment ) APBN dengan removed semua program ultra populis seperti MSB, 3 juta rumah murah, IKN, 80.000 koperasi merah putih. Dengan APBN ramping kita bisa flexible menghadapi badai. Kemudian saya sarankan kepada Presiden untuk segera lakukan rekonsiliasi nasional. Mengapa? Disaat badai datang, kita harus bersatu. Tidak ada cara terbaik mengatasi chaos ekonomi kecuali politik yang stabil. Jangan ditunda. Segera lakukan. Kalau tidak, NKRI akan pecah seperti dulu runtuhnya Unisoviet (USSR).


Sunday, April 20, 2025

Dilema Indonesia…China atau AS?

 




Walau Indonesia  tawarkan tarif impor  0% untuk barang AS dan sanggup beli barang AS seperti LNG, jet tempur dan lain lain, agar defisit perdagangan turun atau surplus untuk AS, engga akan diladeni AS. Mengapa? ini bukan sekedar tarif tetapi lebih daripada itu adalah soal hegemoni AS. AS  minta kita surrender tanpa syarat. Jadi tidak ada istilah negosiasi. Selanjutnya kalau kita setuju, AS akan ajukan LOI yang harus kita tandatangani. Artinya kedaulatan kita sebagai negara udah engga ada.  Apa target AS ? 


Pertama : Kita keluar dari BRICS . Kedua : kita ikuti kebijakan politik luar negeri AS terkait Palestina. Ketiga : Hapus aturan DHE dan UU Minerba terkait larangan ekspor bahan mentah. Keempat. Hapus semua hambatan impor yang tidak sesuai internasional custom. Hapus segala hambatan non tarif barier seperti quota dan TKPDN. Kelima : BI harus menghapus moneter barier. Keenan : Tidak boleh kerjasama investasi dengan china yang memungkinkan china bisa ekspor barang modal.


Bagaimana kalau kita menolak? Menurut laporan Bloomberg, pemerintahan Trump berencana untuk memberlakukan tekanan, termasuk sanksi keuangan, kepada negara-negara yang menginginkan pengurangan atau pengecualian tarif AS, agar mereka membatasi hubungan dagang dengan China. Artinya AS menggunakan moneternya sebagai kekuatan geopolitik untuk menekan negara lain yang tidak membantunya menghadapi China dalam perang dagang.


Apakah mungkin kita terancam? Perhatikan. Dengan tingkat utang luar negeri hampir ½ trillion dollar AS (Februari 2025, 427,2 miliar dollar). Itu sangat berbahaya kalau AS unhappy dengan Indonesia dalam konteks perang dagang China-AS. Mengapa ? Kewajiban Neto Posisi Investasi Internasional (PII) per 2024 sebesar US$245,3 Miliar. PII itu sudah memperhitungkan Cadev. Artinya PII negative sebesar USD 245,3 miliar. 


AS bisa memberikan sanksi moneter kepada Indonesia. Mudah aja. Dengan negative PII sebesar USD 245,3 miliar, dapat tekanan USD 50 miliar Dolar saja, jatuh tape rupiah. Dampaknya sangat serius. Krisis pasti terjadi. Terutama sector perbankan akan terkena systemics effect. Yang berdampak kepada ketidak stabilan sosial dan politik. Ongkos untuk recovery sangat mahal. Itu akan berdampak jangka Panjang. 


Indonesia beda dengan Jepang, China, Inggris, India, Belgia, Luxembourg, Swiss, Cayman Islands, Kanada yang dari awal sudah berjaga jaga kalau AS mengenakan sanksi moneter kepada mereka. Caranya? Mereka membeli surat utang AS di pasar global. Misal, Jepang dan China pegang surat utang  AS US$1,11 triliun dan US$886,9. Artinya kalau the fed hentikan fasilitas likuiditas USD, itu tidak mengganggu moneter mereka. Karena mereka bisa jual Surat Utang AS dan itu justru memukul balik AS.


Bagi Indonesia, sangat beresiko kalau melawan AS. Apalagi Trump tidak mengenal politik diplomasi kesetaraan. Terkesan menindas dan memaksakan kehendaknya. Nah kalau kita patuh kepada AS, artinya kita harus memunggungi China dan juga mendukung AS mengisolasi China. Itu resiko lain yang harus kita hadapi. China mitra dagang nomor 1 kita. Apalagi Pemerintah punya hutang ke China. Belum lagi utang proyek seperti Kereta Cepat dan resiko proyek hilirisasi China di Indoensia yang harus kita bailout. Dilemma kan.? Memang dari awal kita tidak siap mandiri. Itu masalahnya.



Sunday, April 6, 2025

Agenda dibalik darurat ekonomi AS

 






AS punya 750 pangkalan militer di 80 negara. AS sampai kini mendominasi bisnis jasa global, dari sector jasa keuangan dan teknologi. Tidak ada yang tidak tahu google, Apple, Microsoft. Tiga perusahaan itu saja Marcap nya mengalahkan PDB semua negara ASEAN plus Jepang dan Korea. Tidak ada satupun kapal cargo di dunia ini yang berani berlayar tanpa asuransi dan itu 100% insurance providernya adalah AS. Tanpa kapal tidak ada perdagangan global. USD tetap sebagai mata uang dunia. Tanpa itu perdagangan dunia lumpuh.


Memang sebagai negara kapitalis, AS punya masalah dengan rasio GINI. Ada 20% penduduk dikatagorikan miskin. Namun menurut penelitian dari Just Fact tahun 2019, yang tergolong miskin di AS memiliki tingkat konsumsi material yang lebih tinggi daripada semua warga negara di sebagian besar negara-negara kaya. Konsumsi mereka diatas 5% dari pendapatan mereka. Artinya walau miskin tetap saja kaya bagi ukuran  negara lain, apalagi bagi negara berkembang.


Kalau Trumps sampai mengumumkan darurat ekonomi nasional, itu hanya ungkapan kerakusan AS yang tidak ingin ada sedikitpun dominasi negara lain selain AS di planet bumi ini. Padahal kemakmuran negara lain seperti China, Jepang, Korea,  Eropa dan lainnya, tak lain karena kebijakan masa lalu AS yang sekian decade menciptakan tarif impor rendah dan bertransformasi menjadi negara yang berbasis high tech. Karena itu mesin ekonomi global menjadi efisien lewat connectivity supply chain global.


Artinya agenda Trumps dengan menaikan tarif resiprokal untuk membangun kembali industry padat karya dalam negeri akibat relokasi ke negara lain, itu tidak masuk akal. Mengapa ?  Harus ada social engineering  menurunkan upah. Kan engga mungkin!. Struktur social negara kaya tidak memungkinkan tersedia cukup buruh untuk industri padat karya. Dan lagi akibat sekian decade ekonomi AS sudah bertransformasi menjadi negara industry high-tech, tidak tersedia supply chain untuk industry low tech. Contoh, diperlukan 70 bahan untuk pembuat sepatu, belum lagi TPT dan lainnya.


Walau AS paksakan membangun industry padat karya, jelas tidak akan efisien. Mau diproteksi dengan tarif 100%, tetap saja industry dalam negeri AS tidak akan bisa bersaing dengan produk import. Dan konsumen AS tetap akan memilih barang murah walau itu produksi negara lain. Investor AS  pasti ogah biayai industry low tech yang low margin.Maklum idiologi bangsa ini bukan nasionalisme tetapi kapitalisme. Buy low sell high and pay later.


Jadi apa sebenarnya agenda besar dibalik darurat ekonomi nasional AS ini? Ya kita harus lihat latar belakang Trump sebagai business man , yang pasti akrab dengan pasar modal dan uang. Dia sengaja membangun issue besar berskala global sehingga membuat shock pasar uang dan pasar modal. Nah sebenarnya dia sedang melakukan pemotongan kurva ekonomi global agar terjadi rebalancing yang berpusat kepada hegemoni AS. Kenaikan tarif resiprokal itu cara AS menghukum negara lain yang tidak patuh.

Saturday, April 5, 2025

Balasan China terhadap Tarif resiprokal AS

 




Di White House Rose Garden Trumps berpidato." For decades, our country has been looted, pillaged, raped and plundered by nations near and far, both friend and foe alike. American steelworkers, autoworkers, farmers and skilled craftsmen, we have a lot of them here with us today, they really suffered gravely. They watched in anguish as foreign leaders have stolen our jobs. Foreign cheaters have ransacked our factories, and foreign scavengers have torn apart our once beautiful American dream.” 


Saat mendengar pidato Trumps lewat TV, saya senyum aja. Mengapa ?  AS itu bangsa  pemenang perang dunia kedua. Negara super power yang menjadi penjaga stabilitas dunia. Negara yang menggagas lahirnya PBB dan WTO. Tidak ada negara di dunia ini yang barani menyerang langsung atau tidak langsung AS.  Artinya kalau sampai ekonomi domestik AS terpuruk itu ulah AS sendiri. Termasuk sikap reaktif negara lain. Jadi melemparkan kesalahan kepada negara lain, itu jelas sikap politik. Agenda nya bukan sekedar tarif, tetapi ada yang lebih besar. Setidaknya itu yang dibaca oleh China.


Setelah pengumuman tarif, DowJones Industrial Average  anjlok 5,5%, kerugian lebih dari 2.200 poin, sehingga penurunan dua harinya hampir mencapai 4.000 poin. S&P 500 ditutup 6% lebih rendah, sementara Nasdaq Composite yang sarat teknologi turun 5,8% dan memasuki wilayah pasar yang lesu. Stock futures contracts saham AS anjlok tajam pada hari Jumat. Mengapa yang kena imbas duluan korporat AS. Ya karena reaksi China juga cepat sekali. 


Walau China melakukan aksi balasan dengan prudent, namun itu langsung ke mesin ekonomi AS. Yaitu disamping pengenaan tarif impor 34% untuk barang AS,  tapi juga restriksi terhadap bisnis corporat AS. China menambahkan 16 korporat AS dalam daftar kontrol ekspornya. Ada lagi 11 korporat AS masuk dalam daftar unreliable entities. Semua perusahaan itu termasuk bluechip di Wallstreet dengan marcap triliunan US.


Mulai 4 april 2025, China melarang ekspor bahan material logam tanah jarang (REE) ke perusahaan tersebut, termasuk samarium, gadolinium, terbium, disprosium, lutetium, skandium, dan itrium. Bukan hanya material, juga barang jadi yang menggunakan REE. Nah anda bayangkan. AS itu basis ekonominya adalah tekhnologi. Sementara tidak ada industry high tech tidak tergantung kepada REE. Tanpa bahan baku, ya tamat tuh korporat.


China juga memberlakukan penghentian langsung impor sorgum dari eksportir biji-bijian C&D (USA) Inc, serta unggas dan tepung tulang dari tiga perusahaan AS. Kebayangkan stress nya. Kemana mau jual stok yang ada. Padahal selama ini China membeli hampir 60% produk mereka. Kemudian dengan alasan penyelidikan antidumping, impor tabung CT medis tertentu dari AS. Itu sama saja China melarang impor produk dari AS. Tumbang dah  industry Pharma AS.


Hebatnya China, tidak menyerang kebijakan AS secara brutal. China tetap dalam kuridor hukum WTO. Makanya China segera masukan gugatan ke WTO. Biarkan dunia menilai. Apakah China yang salah atau AS yang salah. Bagaimana sikap Trumps? Dia menulis di akun sosialnya “ China played it wrong, they panicked- the one thing they cannot afford to do. 


Memang dengan adanya tarif resiprokal, Trumps bertaruh di tepi jurang. Dengan mempertaruhkan semua industry AS demi agenda besarnya. Kalau gagal, habis AS. Tapi tanpa itu, Trumps juga tidak tahu bagaimana memperkecil GINI Ratio AS yang sudah pada level tinggi, yaitu 0,42. Selama ini sebenarnya musuh AS bukalah negara lain, tetapi korporat AS sendiri. Apalagi 60% penduduk AS bergantung kepada korporat. Sementara korporat terlanjur rakus. Seluruh asset property di AS sama dengan kekayaan  1% populasi.


Sementara China sejak 10 tahun lalu sudah mempersiapkan diri menghadapi trade war yang brutal. Yaitu dengan melakukan kebijakan economic adjustment. Dari outward looking policy ke inward looking policy. China sudah perkuat  basis pasar domestiknya dan pada waktu bersamaan perkuat ketahanan pangan dan militernya. 


***

Toothbrush electric  ini diproduksi di China dengan harga export ke AS USD 3 per unit. Ketika sampai di toko eceran di AS jadi USD 15. Jadi walau pajak ditetapkan 54 % kepada China atau USD 1,6 per unit Toothbrush electric, tidak akan mengurangi harga jual. Hanya mengurangi laba aja. Karena laba memang sudah tinggi banget, yaitu 5 kali lipat.


Mengapa? Kalau Toothbrush electric itu diproduksi di AS, harga pokoknya udah USD 12. Kenapa mahal ? ya upah buruh di AS tiga kali dari upah China. AS tidak memberikan subsidi terhadap bahan baku PPC untuk pabrik Toothbrush. Sementara China memberikan subsidi. Ongkos logistic di China lebih murah 2 kali dari AS. Lagi lagi karena AS tidak mensubsidi biaya logistic, dan china subsidi.


Begitu strucktur bisnis di AS dan China sehingga terkesan oleh trumps China curang. Tetapi Trumps lupa, bahwa AS memberikan relaksasi kredit konsumsi secara luas, sementara China tidak ada. Peningkatan uang beredar di AS karena kredit konsumsi dan itu berdampak secara tidak langsung kepada kurs Yuan, yang artinya Cina juga ikut ongkosi konsumen AS. 


Artinya perbedaan harga antara Cina dan AS, terjadi karena perbedaan metodelogi dalam menerapkan ekonomi kapitalis. China mensusidi produksi, sementara AS mensubsidi konsumsi. Nah kalau akhirnya AS yang kalah, itu bukan salah China. Tetapi salah AS, terutama tidak bisa mengantisipasi moral hazard dari adanya kebebasan konsumsi lewat hutang.


Jadi paham ya. Kebijakan tarif resiprokal terhadap China, semata mata keijakan Politik hegemoni AS. Cara Trumps memaksa semua negara di dunia termasuk China untuk patuh kepada konsesus Washington. Tapi Trumps lupa. Sekarang China sudah bukan lagi bangsa inferior seperti 80 tahun lalu.  Pejabat China mengatakan “ kalau perang yang diinginkan AS, baik itu perang darat,  perang dagang atau perang jenis lainnya. Kami siap berperang sampai habis habisan.”

Tuesday, March 25, 2025

Peran Dalio di Danantara?

 




Dalam satu rapat, dihadiri oleh Rajaratnam dari Galleon Group, Rajat Gupta, anggota dewan Goldman Sachs dan mantan Direktur Pelaksana McKinsey. Dalam rapat itu Rajaratnam dapat informasi dari Gupta bahwa Warren Buffett akan berinvestasi sebesar $5 miliar di Goldman Sachs untuk menstabilkan perusahaan selama krisis keuangan 2008–2009. Mengetahui hal ini sebelum masyarakat umum mengetahuinya, Galleon Group  membeli saham Goldman di bursa. Saat itu harga sedang jatuh. Dan setelah dipublikasikan. Harga melambung. Gelleon jual. Tentu dapat untung besar.


Apa yang dilakukan oleh Galleon Group adalah tipikal dari pengelola hedge Fund.  Mereka punya jaringan luas dan jago berkomunikasi dengan semua pihak. Memang salesman sejati. Mereka menawarkan produk investasi yang non structure kepada sophisticated investor. Walau dana Kelola itu non diskrisi namun investor mau saja.  Mengapa? Karena dijanjikan laba lebih tinggi dari rerata investasi di bank atau obligasi. Seperti kasus diatas. Galleon bisa memberikan laba besar kepada investor nya. Tentu para eksekutif dari Galleon juga ambil untung secara personal. 


Siapa yang tidak kenal dengan John Meriwether, trader hedge fund legendaris. Siapa yang tidak kenal dengan Myrn Scholes dan Robert Merton keduanya calon peraih hadiah noble bidang ekonomi, David Mullin mantan Vice Presiden The Fed. Nah nama besar inilah yang akhirnya menyeret mereka dalam skandal Long Term Capital Management (LTCM). Berawal karena kehebatan mereka create product hedge fund yang memanfaatkan peluang arbitrase di pasar suku bunga melalui pendekatan kuantitatif dan matematis murni. 


Bagaimana teknis nya? Tidak perlu tahu. Mereka menjaga kerahasiaan tentang metode dan posisinya. Bagaimanapun itu gambling.  Tetapi trader LTCM, dianggap jenius dalam matematika ekonomi. Apalagi platform trading mereka tampaknya mampu membuat mereka menang terus.  Makanya dipercaya investor. Bahkan bank bank terlibat membiayai trading LTCM. Total dana dikumpulkan lebih USD 1 trilion. Ternyata kehebatan matematika kuantitatif yang tadinya mendatangkan laba dengan mudah, mengubah orang jadi hedger. 


LTCM bertaruh pada pengembalian suku bunga obligasi ke normal pada akhir tahun 1998, tetapi krisis Asia menyebar ke Rusia. Pada akhir musim panas tahun 1998 Federasi Rusia alami default obligasi dan devaluasi mata uangnya, menyebabkan guncangan  pada pasar obligasi yang berjalan berlawanan arah dengan ekspektasi LTCM. Sudah bisa ditebak apa yang terjadi. Dana kelola LTCM runtuh dalam beberapa hari saja. Maklum leverage nya tinggi sekali.


Pengelola hedge fund selalu mengatakan too big to be fail. Mereka selalu yakin tidak pernah gagal. Kalaupun gagal, negara pasti bailout. Untuk menambah keyakinan investor,  mereka melibatkan tokoh legendaris sebagai endorsement. Selalu mengagungkan kehebatan hitungan matematika dan algoritma atau sains dalam memitigasi resiko masa depan. Nyatanya tetap saja itu rapuh dan menciptakan mega skandal. Dalam kasus LTCM, Menteri keuangan AS Robert Rubin mengundurkan diri. Dan pemerintah AS terpaksa bailout perbankan guna menghindari dampak sistemik.


Dari dua kasus diatas. Saya ingin mengatakan bahwa pengelola hedge fund tidak selalu buruk. Namun kalau aturan tidak diawasi ketat itu akan berbahaya. Apa aturan yang tidak tertulis bagi mereka.? Contoh, mereka tidak boleh diketahui mempunya akses langsung kepada informasi non publik. Karena mereka bisa gunakan informasi itu sebagai dasar create opportunity untuk take advantage bagi dirinya sendiri atau investor lain, semisal mennggerakan pasar SBN dan IDR, IHSG dan tentu menjatuhkannya.


Apa mungkin? Sangat mungkin. Dengan keahlian dan reputasinya,  Dalio bisa pengaruhi Executive BPI Danantara untuk berkonspirasi dapatkan keuntungan dalam trading. Misal mengabaikan visi misi Danantara dengan membujuk Eksekutif mengikuti strateginya. Caranya halus banget. Makanya sekelas Najib Razak bisa kena tipu dalam kasus IMD. Padahal melibatkan Goldman Sachs.  Makanya di China, Dalio tidak pernah punya akses resmi kepada pemerintah China, walau dia berteman dengan pejabat.


Sudah tabiat Pengelola hedge fund tidak pernah loyal dengan mitra dan clients. Bagi mereka, selagi tidak melanggar hukum material atau punya loophole menghidar dari hukum, ya mereka lakukan. Seperti menggunakan taktik manipulasi pasar, seperti “pump and dump”, menyebarkan rumor untuk menggerakkan harga saham, atau melakukan perdagangan algoritmik yang bisa mengguncang pasar. Banyak yang tidak transparan. Motive mereka cari laba sebesar besarnya dan semudah mungkin.


Saya tidak paranoid kepada Dalio yang sudah dapat kepercayaan dari pemerintah sebagai penasehat Danantara. Skill dan pengalaman serta reputasinya tidak perlu diragukan. Namun sebagaimana media asing seperti  Fortune, Reuter, Financial Time. yang juga mempertanyakan posisi Dalio di Danantara. Menurut saya,  Dalio akan menyulitkan kita dapatkan alternatif investor kecuali kita harus mengikuti platform Dalio untuk dapatkan investor. Itu artinya secara tidak langsung kita di leverage dia. Negeri sebesar ini tergantung dengan hedger.Too risky! 


Semoga menjadi pertimbangan Presiden. Saya ingin Indonesia maju dan saya mencintai negeri ini. Tentu saya ingin presiden saya sukses mengemban tugas dan sehat.


Tuesday, March 18, 2025

IHSG bisa jatuh ke 3000

 





Kemarin melalui layar TV saya melihat anggota DPR datang tergopoh gopoh ke BEI. Mereka datang dengan tujuan memberikan dukungan kepada otoritas bursa untuk melakukan yang terbaik agar bisa mengatasi kejatuhan IHSG. Saya senyum aja. Ini pasar, bukan ranah politik. Kalau dikatakan karena factor eksternal ulah Om Trumps, nyatanya  bursa Asia semua biru. Mengingat fundamental bagus. Data emiten bagus. Inflasi rendah. Dan ekonomi kita tidak kontraksi. Tetap tumbuh. Kejatuhan bursa itu tidak rasional, kata anggota DPR. Apa iya ?


Masalahnya pemain pasar tidak selalu berpatokan dengan data publikasi resmi. Penurunan IHSG sudah berlangsung sejak minggu lalu. Namun kemarin sampai terjadi trading halt. Memang jatuh sangat dalam, sama seperti tahun 2020. Apa pasal? lelang SBN dimenangkan pemerintah dengan Yield 7% untuk tenor 10 tahun. Ini mendorong investor melakukan aksi jual saham dan pindah ke SBN. Dan lagi tingkat yield SBN Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan Yield obligasi Singapore  2,72% dan Malaysia 3,796%. Dimana mana investor begitu. Selalu cari tempat yang menarik.


Tingginya Yield SBN tentu terkait dengan volatilitas IDR. Yang berkorelasi dengan Posisi Investasi International Indonesia. Selisih Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) dengan Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) negative sebesar US$ 245,3 miliar. Sementara cash flow BI untuk melakukan intervensi pasar sangat ketat. SRBI jatuh tempo pada Mei, Juni, dan Juli 2025 yang masing-masing diperkirakan sebesar Rp 113,1 triliun, Rp 121,7 triliun, dan Rp 126,7 triliun. Artinya kalau BI turunkan suku bunga demi menyelamatkan Bursa, itu akan berdampak kepada capital outflow. Cash flow moneter terganggu. IDR akan semakin melemah. Dilema memang. 


Pertanyaannya adalah apakah Menteri keuangan tidak menyadari penawaran SBN dengan Yield tinggi itu akan berdampak kepada jatuhnya IHSG? Saya yakin paham sekali. Masalahnya ini soal pilihan yang harus diambil guna mengatasi cash flow APBN yang defisit. Dan bisa jadi pemerintah tidak membayangkan akan begitu dalam kejatuhan IHSG. Pemain pasar punya logika sendiri. Mereka bersikap atas release APBN januari dan Februari. Mengindikasikan defisit fiscal akan mendekati pagu utang yang ditetapkan oleh UU sebesar 3% dari PDB.


Menghadapi koreksi pasar, tidak bisa dengan retorika politik dan paparan angka fundamental ekonomi. Tetapi dengan kebijakan realistis dan rasional. Sampai hari ini tidak ada kebijakan pemerintah yang bisa menentramkan pasar dan memberikan confident. Yang ada justru menimbulkan kebingungan dan ketidak pastian…kalau keadaan ini terus berlanjut sampai juni. Bukan tidak mungkin IHSG akan jatuh ke 3000 dan IDR mencapai Rp. 20.000/USD. Kalau itu terjadi, perbankan akan runtuh akibat  NPL gigantik.

Monday, March 17, 2025

Ekonomi Indonesia suram ?

 





Dengan interval kepercayaan rata-rata 7,71 poin, hasil Survey LPEM FEB UI menunjukkan situasi ekonomi Indonesia saat ini suram. Sebanyak 23 dari 42 atau 55% ahli ekonomi setuju bahwa kondisi ekonomi saat ini memburuk dibanding tiga bulan lalu. Selanjutnya, tujuh ekonom bahkan setuju bahwa kondisinya jauh lebih buruk. Sementara itu, 11 ahli menganggap situasi stagnan, hanya satu ahli yang melihatnya lebih baik dari sebelumnya.


Saya bukan ahli ekonomi namun saya pedagang, yang terpaksa belajar ekonomi agar engga dibegoin. Problem utama Indonesia itu dari sejak dulu ada dua. Pertama cashflow. Kedua. Keterbatasan produk andalan untuk ekspor, yang masih didominasi SDA. Saya rasa baik ekonom maupun pedagang sependapat soal ini. Tentu saya akan membahas dua itu saja. Sesuatu yang saya pahami dalan keseharian saya.


Pertama. Cash flow kita tergantung kepada hutang. Tanpa hutang, APBN yang defisit tidak bisa dibiayai. Nah cash flow itu semakin lama semakin besar ketergantungannya kepada hutang. Karena untuk bayar utang terpaksa utang lagi. Dynamic cash flow namanya. Itu biasa saja dalam ekonomi dan bisnis. Selagi sumber daya keuangan terus tersedia dan trust terjaga, kita akan baik baik saja.


Yang jadi masalah pada negara,  trust itu berkaitan dengan politik. Itu tecermin dari fostur APBN. Kalau defisit semakin melebar dan ruang fiscal menyempit, trust otomatis berkurang. Hukum besi berlaku. Likuiditas terganggu. Kurs melemah dan IHSG turun.  Resiko ini harus di-konversi dengan meningkatkan tax ratio agar defisit berkurang. Apa jadinya kalau defisit melebar, dan tax ratio turun sebagaimana laporan Pemerintah kemarin. ? suram kan.


Kedua. Keterbatasan produk andalan untuk ekspor, yang masih didominasi SDA. Walau 55 bulan kita mencatat surplus perdagangan namun trend nya dari tahun ketahun terus menurun. Ekspor kita didominasi SDA, yang memiliki volatilitas TOT ( Term of Trade) 3 kali lebih volatil dibandingkan negara-negara yang mengekspor barang manufaktur. Selain besaran pergerakan ToT, volatilitas ini juga mempengaruhi nilai tukar riil suatu negara. Apa jadinya kalau ekspor terus turun karena jatuhnya harga komoditas Minerba di pasar dunia ? itu cepat sekali mempengaruhi nilai tukar riil. Suram!


Negara maju seperti German, China, Inggris, Jepang, Korea, AS dan lainnya, pemimpinnya  tidak malu mengakui keadaan ekonomi negara tidak baik baik saja, dan pemerintah tidak takut jatuh kalau berkata jujur kepada rakyatnya.  Sehingga pemerintah mudah dapat dukungan dari rakyat untuk membuat kebijakan ekstrim seperti soal tarif, pajak dan lain lain. Dengan itu, proses recovery bisa dilalui walau pahit dirasakan rakyat. Jadi, sudahilah menepuk dada terus. Sekali kali jujur aja. Jadi rakyat bisa tahu diri kalau pemerintah keluarkan kebijakan pahit.


Saya tidak ingin pesimis terhadap ekonomi Indonesia. Memang ketergantungan kita dengan luar negeri itu sangat besar. Itu bisa dilihat dari data Posisi Kewajiban Neto Investasi Internasional (PII) Indonesia pada akhir kuartal IV-2024 tercatat sebesar US$245,3 miliar. Itu sudah dipotong Cadev. Artinya sedikit saja terjadi rush capital outflow. Tumbang kita. Nah, memitigasi capital outflow itu hanya satu, yaitu perbaiki index korupsi dan Index Demokrasi. Kalau itu membaik, cash flow akan lancar dan kita bisa terus move forward. Mudah kan solusinya.! Makanya saya tidak pesimis.