Saturday, December 12, 2020

JK " Pengusaha rokok terkaya di Indonesia."




Majalah majalah Forbes, Kamis (10/12/2020) merilis daftar orang kaya di Indonesia. Dilaporkan, pandemi pun membuat setengah dari 50 orang terkaya di Indonesia mengalami penurunan kekayaan dibanding tahun lalu. Termasuk keluaga JK delisting dari 50 orang terkaya di Indonesia. Terlepas dari itu, kekayaan kolektif pengusaha super kaya RI hanya turun 1,2 persen menjadi 133 miliar dollar AS.  Hampir sama dengan APBN kita. Nilainya setara dengan Rp 1.875 triliun (kurs Rp 14.100 per dollar AS). Dalam Daftar 50 Orang Terkaya Indonesia 2020 yang dilansir Forbes, orang paling tajir nomor satu RI tahun ini masih diduduki oleh konglomerat Djarum Group, yakni R. Budi Hartono dan Michael Hartono atau dikenal juga dengan duo Hartono.


Di Indonesia beda dengan negara-negara lain, orang terkaya saat ini pengusaha rokok," kata Jusuf Kalla dalam seminar virtual Indef, Rabu, 9 Desember 2020. JK mengatakan keadaan ekonomi Indonesia sangat berbeda dengan negara lain. Jika di Amerika Serikat dan Korea Selatan, kata dia, perusahaan paling maju bergerak di bidang teknologi atau IT, sementara di India perusahaan energi yang berjaya. Itu fakta di Indonesia bahwa Pengusaha rokok ( keluarga Djarum ) sebagai orang terkaya di Indonesia namun begitu tetap saja perusahaan rokok tidak masuk daftar 500 fortune. Berbeda dengan di AS perusahaan rokok seperti Philip Morris dan British American Tobacco masuk dalam daftar 500 fortune. Di India juga sama. 


Bisnis itu besar dan leading bukan hanya karena faktor business tetapi lebih karena faktor management. Di dalam management itu ada budaya. Di dalam budaya itu adalah etos kerja dengan passion tinggi. Kelebihan keluarga Djarum adalah mereka berkembang dengan budaya hebat dari pendiri dan kemudian diteladani oleh keturunannya. Sehingga mereka bisa terus berkembang di tengah perubahan bisnis. Keliatan sederhana. Tetapi mengelola perusahaan dengan karyawan 75.000 orang dan asset sebesar Rp. 224 triliun (2019), itu tidak mudah. Apalagi itu bukan bisnis rente yang hidup dari fasilitas negara. Perusahaan rokok justru penyumbang cukai terbesar dibandingkan perusahaan lainnya.


Masalahnya di Indonesia, perusahaan yang mengelola bisnis seperti IT dan tekhnologi lahir dari mereka yang punya mindset pedagang. Bukan pure enterpreneur. Kadang focus mereka lebih kepada  memburu value agar dapatkan rente modal dari pelepasan saham lewat venture business atau pasar modal. Sementara mengelola bisnis Tekhnologi itu  butuh visi besar. Karena itu berkaitan dengan resiko dan ketidak pastian yang tinggi. Tanpa visi besar, sulit orang berani eskpansi dibidang tekhnologi dan IT. Apalagi proses panetrasi pasar yang sangat mahal, yang harus terus mengembangkan tekhonologi dan bakar uang untuk terciptanya ekosistem bisnis.


Bahkan dalam bisnis energy, pengusaha kita masih bersifat rente. Mengandalkan SDA berupa fuel untuk dapatkan captive market lewat negara ( PLN) dan kredit dari perbankan untuk bisnis sejenis ini memang tidak rumit mendapatkannya. Nilai tambahnya ada pada personal yang semakin tajir, bukan pada bisnis itu sendiri. Sementara keberanian pengusaha kita untuk masuk ke bisnis energi terbarukan yang membutuhkan visi besar dengan tekhnologi rumit, sangat sedikit bahkan mungkin belum ada. Yang sederhana saja, pembangkit listrik dari sampah, walau sudah ada komitmen politik dari negara untuk membangun, tetap saja sampai sekarang belum ada swasta yang berani invest. Bukan peluangnya tidak ada. Tetapi karena ogah capek dan rumit. 


Yang jadi masalah adalah elite dari kaum pengusaha yang masuk 50 terkaya di Indonesia itu sebagian besar karena politik, yang memang by design membuat orang malas untuk ambil resiko dibidang tekhnologi dan IT.  Dan salah satu dari mereka adalah juga keluarga JK. Setidaknya keluarga Djarum dengan kekayaan yang besar itu, sejak mereka take over BCA dari keluarga Salim , mampu membuat BCA tumbuh berlipat. Itu berkat budaya management keluarga Djarum. Besarnya BCA justru didukung oleh kekuatan dibidang IT ( FinTech ) untuk mengelola dan memberikan layanan terbaik kepada nasabah. Jadi daripada kita silau dengan melihat perkembangan bisnis di negara lain, akan lebih baik kita focus kepada diri kita sendiri,  untuk mengubah mindset business. Dari rente ke visioner. Tirulah keluarga Djarum.

No comments: