Saturday, December 26, 2020

Vaksin, syarat pemulihan ekonomi.

 




Bulan oktober BPOM mengumumkan bahwa hasil test tahap tiga akan rampung bulan Desember. Namun awal desember BPOM mengumunkan bahwa hasil test tahap tiga Vaksin COVID 19  diundur sampai bulan maret 2021. Tentu ada alasanya. Para ahli maha benar dengan alasannya. Saya bisa membayangkan betapa shocknya Jokowi mendengar kabar vaksin tertunda sampai maret itu. 


Padahal awal desember, tim penanganan pandemi virus corona dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) sudah mendatangkan Vaksin SINOVAC untuk tujuan emergecy, yang diutamakan bagi Nakes.  Namun IDI meresponse “ IDI setuju dan mendukung namun harus dapat izin dari BPOM terlebih dahulu.” Artinya program vaksin nakes tidak bisa dilakukan sebelum ada izin dari BPOM.


Sementara pemerintah sudah firm order 120 juta Vaksin Sinovac dimana 3 juta dalam bentuk jadi dan sisanya bulk. Sementara dengan Pfizer dan Astrazaneca dan lainnya masih dalam tahap negosiasi untuk 116 juta Vaksin. Itu juga mungkin alasan mengapa Menkes diganti. Karena tertundanya BPOM keluarkan izin itu adalah tanggung jawab dari Menteri kesehatan. Ini sangat serius bagi pemulihan ekonomi.  Mengapa ? Ongkos sosial dan ekonomi yang dirasakan rakyat sangat luar biasa. 


Karena PSBB pasar domestik drop dan produktifitas juga drop. Semester pertama tahun 2020, pemerintah dengan resmi mengumunkan Indonesia masuk ke jurang resesi. Indek PMI jatuh dibawah 50%. Pertumbuhan ekonomi mengalami kotraksi, yaitu minus. Dari minusnya pertumbuhan ekonomi itu berdampak kepada juataan orang kehilangan pekerjaan. Itu terukur secara statistik.  Sementara ambruknya UMKM akibat pasar domestik menyusut itu sangat massive dan tidak tercatat secara statistik. Ini bagaikan api dalam sekam. Kalau tidak segera dipadamkan, sedikit ditiup akan jadi api besar. Chaos sosial dan politik tidak bisa dihindari. 

Jokowi sadar bahwa masalah vaksin dan pandemi sudah masuk wilayah bisnis dan politik. Tidak lagi murni kesehatan. Apalagi setelah pemerintah confirmed mendatangkan vaksin dari China, suara sumbang tentang efektifitas Vaksin mulai merebak. Tujuannya adalah menciptakan distrust terhadap kebijakan nasional terhadap vaksin. Mereka paham, kalau PSBB terus berlanjut, pemerintah akan jatuh dengan sendirinya. Saat itulah proxy asing tampil kepermukaan sebagai pahlawan kesiangan. Jahat memang. Itu sebabnya Ketua Satgas PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional )  dijadikan Menteri Kesehatan.


Ekonomi yang berhubungan dengan dunia usaha khususnya usaha kelas menengah atas, terutama yang berkaitan dengan 9 komoditas utama, dipastikan akan pulih. Trend sudah nampak dipertengahan tahun 2020. Bila awal tahun Index Manufacturing Indonesia 29 namun pertengahan tahun sudah 39 atau mendekati 40. Diperkirakan tahun depan kwartal pertama akan diatas 50%. Itu sudah lewat masa kotraksi. Memang world bank meramalkan indonesia akan menjadi negara ketiga setelah China dan India yang lolos dari lubang resesi. Ini dukung oleh keberadaan China sudah new normal dari COVID-19. Mesin produksi mereka bergerak lagi dan menjamin supply chain secara global.


Namun ada yang mengkawatirkan. Apa itu ? basis kemakmuran Ekonomi Indonesia ada pada UMKM. Jumlah UMKM mencapai ( 2017) 62.9 juta unit atau 99,99% dari pelaku Usaha di Indonesia. Dalam hal penyerapan angkatan kerja, Usaha Mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), Usaha Kecil 5,7 juta (4,74%), dan Usaha Menengah 3,73 juta (3,11%). Bandingkan dengan usaha besar 3,58 juta jiwa atau hanya 3% angkatan kerja nasional. Sementara sumber daya modal 90% tersalurkan kepada usaha besar. Namun memang fakta 90% sumber penerimaan pajak berasal dari usaha besar.


Sejak adanya Pandemi COVID-19, sektor UMKM belum juga tumbuh. Maklum 90% pasar UMKM adalah pasar domestik. Sementara domestik masih sibuk dengan PSBB untuk menangkal Pandemi. Saya tidak tahu berapa pastinya korban kebangkrutan UMKM selama setahun ini. Pastinya tidak sedikit. Mereka hanya diam dan berusaha bertahan dalam situasi terburuk. Makan tabungan atau jual asset agar bisa bertahan. Walau ada program relaksasi kredit perbankan dan BLT bagi pekerja dan UKM, namun tidak bisa menolong banyak. Perubahan secara significant hanya melalui perubahan kebijakan PSBB.


UMKM itu karakter bisnisnya tidak seperti Usaha besar yang sudah established. Walau usaha besar sempat oleng namun secara personal pemegang saham dan direksi tetap aman saja. Mereka tidak pusing amat. Sedikit saja ada treatment dari pemerintah, selesai sudah. Mereka jalan normal lagi. Namun UMKM tidak begitu. Bisnis dan mereka secara personal tidak bisa dipisahkan. Untuk mereka bangkit lagi tidak mudah. Butuh waktu. Itupun apabila pemerintah serius ekspansi penyerapan anggaran 100%, agar uang beredar lebih besar dan mendorong daya beli masyarakat.


Solusinya adalah percepat vaksin. Percepat berakhirnya PSBB. Kemudian pastikan serapan anggaran dipercepat mencapai 100%. Kalau lewat maret 2021 vaksin tidak juga diadakan dan PSBB terus belanjut. Maka yakinlah, negeri ini akan berderak retak. Bukan hanya krisis ekonomi tetapi krisis multidimensi. Lebih parah dari tahun 1998. Mengapa ? tahun 1998 pasar domestik bagus dan pasar ekspor masih tinggi. Orang masih ada ruang untuk survival. Sementara kini pasar domestik hancur dan ekspor jeblok. Ruang survival menyempit. Sedikit saja bisa meletus jadi chaos nasional.


Saya berharap banyak kepada Menkes yang berlatar belakang banker untuk focus kepada issue soal kesehatan yang tidak menghambat ekonomi. Focus kepada bisnis saja. Engga usah terlalu mendengar suara stakeholder kesehatan. Kalau uang cekak, siapapun bisa naik pitam. Kalau chaos, itu lebih buruk dari pandemi. Itu akan menghancurkan yang sudah dibangun.

No comments: