Tuesday, August 4, 2020

Membangun Jakarta tanpa perlu APBD



Sore saya bertemu dengan Florence. Dia fund manager yang membantu saya menyelesaikan proses struktur funding. Perjalanan panjang selama 1,5 tahun. Akhirnya hari ini saya bisa bernapas lega. Harapan saya untuk membuka bisnis Boutique Investment tercapai juga. Tinggal sekarang menyiapkan kendaraannya. Ada dua opsi. Apakah akuisisi perusahaan Sekuritas atau ajukan izin baru.  Kami ngobrol santai di cafe di Grand Hyatt. 

“ Jakarta sekarang hebat ya. “ Kata Florence

“ Ya saya masih ingat. Dulu tahu 80an saya merasakan naik buss kota di Jakarta. Penuh sesak. Seperti ikan sardin. Bus berhentinya sesukanya. Di dalamnya, jangan tanya. Pedagang dan pengamen hilir mudik. Sampah dan muntah orang bukan hal aneh dijumpai dalam Bus. Penduduk jakarta cuek saja. Tetapi bukan karena tidak bisa protes. Waktu itu APBN kita cekak. APBD juga sama cekaknya. Soeharto sedang focus bangun puluhan ribu puskesmas dan Sekolah Inpres di seluruh Indonesia. Bangun bendungan di beberapa provinsi. Bangun trans sumatera dan Trans Kalimantan. Jadi pasrah saja.

Ketika refomasi, Pak Sutioso mengambil keputusan berani membangun Busway. Ini femonenal sekali. Karena ketika itu kita baru saja lolos dari krisis moneter. APBD cekak. Dan budaya orang Jakarta diajak disiplin engga mudah. Tetapi dasar Jenderal Baret merah. Engga ada matinya. Dia nekat aja bangun Busway. Apa yang terjadi? ternyata diterima oleh penduduk DKI dengan suka cita. Para operator Busway juga engga keberatan meremajakan busnya. Jadilah jakarta sedikit modern. Sampai sekarang kalau liat busway, pasti ingat Bang Yos.

Zaman Foke, program Busway ditingkatkan dan diperbaiki fasilitasnya. Foke lebih focus kepada penyiapan perangkat UU dan PERDA untuk menata Jakarta agar terhindar dari banjir dan menata jakarta tidak tenggelam dari banjir rob. Dari Foke lah lahir program Normalisasi sungai dan Great Giant Sea Wall. Program ini tidak dibuat sambil melamun atau dibuat oleh pakar kaleng kaleng. Tetapi oleh konsorsium Ahli dari Belanda yang jago buat dam air laut dan Korea yang sukses menormalisasi Sungai. Program ini walau belum sempat dieksekusi karena Foke kalah dari Jokowi. Namun Jokowi melanjutkan proram ini dengan meng eksekusinya lewat pembiayaan dari world bank.

Seiring dengan penataan kereta komuter oleh PT.KAI, Jokowi mengeksekusi proyek MRT yang sudah digagas puluhan tahun oleh gubernur sebelumnya. Diapun berhasil meyakinkan proyek yang dalam studi rugi, namun bisa dibiayai lewat soft-loan dari Jepang. Jokowi yakin MRT menguntungkan dalam jangka panjang.Resiko ditanggung oleh Pemrof DKI lewat APBD multiyear. Maka jadilah Jokowi mencatat sejarah membangun MRT. Dan terbukti kini MRT untung besar. Jakarta jadi kota modern. Lihat MRT pasti ingat Jokowi.

Era Ahok, dia melanjutkan proyek Jokowi yang tertunda. MRT dilanjutkan dan diawasi. Diapun melanjutkan proyek Great Giant Sea Wall dan normalisasi sungai. Menata waduk pluit. Prestasinya mencapai 60 % untuk normalisasi sungai dan Giant Sea Wall menunggu Reperda tata ruang di sahkan DPRD. Ahok juga berhasil memperluas jembatan semanggi tanpa APBD. Bukan itu saja, Ahok juga berani mengambil keputusan agar DKI ikut dalam konsorsium pembangunan LRT dalam kota yang terkoneksi dengan Bekasi. Maka jadilah Ahok gubernur yang mencatat sejarah pembangunan LRT yang menjadikan kota satelit Jakarta jadi tersambung. Liat LRT pasti ingat Ahok. Jalan diatas jembatan semanggi, pasti ingat Ahok.

Yang pasti orang naik busway, orang tidak mengingat Anies tetapi bang Yos. Naik MRT orang tidak mengingat Anies tetapi Jokowi. Naik LRT dan semanggi orang tidak ingat Anies tetapi Ahok. Bahkan ketika Anies mewakili DKI menerima penghargaan, yang diingat oleh yang kasih penghargaan bukan Anies tetapi gubernur sebelumnya. “ Kata saya.

“ Lantas Anies apa prestasinya yang akan menjadi kenangan terindah selamanya bagi penduduk jakarta? Sejarah akan mencatatnya apa? Kata Florance. Saya angkat bahu.

“ Kamu ada usul ? Kata saya. 

“ Kalau Anies cerdas dan ingin merebut hati rakyat DKI dari semua golongan, lewat karya nyata yang bisa langsung dirasakan rakyat, itu sangat mudah.” 

“ Gimana caranya ? kata saya dengan rasa ingin tahu.

“ Tentu syaratnya dia harus meninggalkan politik akomodatif DPRD. Dia engga usah takut kalau APBD akan dijegal oleh DPRD. Dia tetap bisa pro rakyat miskin dan menjadi simbol pemimpin orang miskin sebagai ujud kebepihakannya. Tidak perlu membuat program populis yang menguras anggaran dan penuh kontroversial.”

“ Ya, gimana caranya.” Kejar saya.

“  Baik saya jelaskan secara sederhana. “ Dia terdiam seakan berpikir. Ada lima langkah yang harus dilakukan Anies. Lima langkah ini, pendekatan taktis dan strategis. “ 

“ Ya apa saja itu ?

“ Pertama. Perbaiki standar hidup mereka yang paling pinggir. Siapa mereka itu? Mereka yang tinggal di bantaran sungai. Sudah ada program normalisasi sungai. Itu bukan hanya program melebarkan sungai tetapi juga dilengkapi dengan program relokasi penduduk ketempat yang baik. Karena syarat pembiayaan dari world bank, tidak memberikan ganti uang tetapi ganti lokasi. Tentu bukan hanya menyediakan rumah murah di tempat baru, tetapi juga menyedian sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan ekonomi bagi rakyat kecil. Semua itu tidak perlu capek cari duit. Uangnya sudah tersedia di pusat. Tinggal susun langkah tekhnis, uangpun mengalir. Program banjir selesai, Jakarta bebas banjir.  Lingkungan kumuh teratasi. Enak kan.”

“ OK, Lanjut “

“ Kedua, perbaiki standar hidup mereka yang anda di antara pinggir dan tengah. Siapa mereka itu? Mereka yang tidak punya rumah namun punya penghasilan untuk hidup. Caranya ? Jakarta itu banyak perlintasan kereta api. Di kiri kanan jalur kereta itu lahan negara secara UU. Buat program TOD di setiap stasiun kereta, dengan kompensasi menghilangkan semua pintu kereta. Pasti KAI senang. Ini proyek di luar APBD. Investor yang berminat pasti banyak. Mengapa? hampir semua stasiun itu berada di kawasan emas. Itu bisa dibuat Apartement, Mall. Pasti laku keras. Karena menyatu dengan stasiun. Nah, dari TOD itu buat aturan subsidi silang untuk rakyat kecil agar mereka juga dapat rumah susun di TOD itu, pastikan murah dan skema pleksibel. Jadi engga perlu pakai program populis rumah DP 0% pakai apbd DKI. Kawasan kumuh pinggir kereta teratasi, rusun terbangun. Semua pembiayaan di luar APBD. “

Ketiga, Perbaiki fasilitas umum untuk kelas menengah dan atas. Mereka juga adalah rakyat DKI. Mereka juga berhak mendapatkan layanan yang baik. Mereka tidak perlu subsidi karena mereka mampu membayar. Caranya? segera eksekusi dan kebut pembangunan kuridor LRT yang sudah dimulai Ahok. Ini juga tidak perlu APBD. Karena dibiayai dengan skema KPBU. Stasiun LRT juga bisa dibuat wahana bagi pedagang kaki lima yang ditata modern seperti yang ada di luar negeri. Jadi engga perlu lagi mengeluarkan anggaran memperlebar trotoar untuk pedagang kaki lima. Yang justru merugikan pengguna jalan yang bayar pajak.

Keempat. Sinergikan yang kaya dengan yang miskin. DKI punya lahan besar di Sunter. Ciptakan proyek kota dalam kota disana. Namun dengan konsep housing development prgram. Yang menggabungkan kelas menengah, atas dan bawah. Tentu dengan aturan dan tata ruang yang ketat agar terjadi sinergi antar kelas. Sunter akan jadi super block yang bisa mengurangi kawasan kumuh di daerah Utara. Akan jadi tempat hunian yang ramah lingkungan. Dananya? Banyak investor yang berminat membangun dengan konsep housing development program. Apalagi konsepnya sudah ada. Tinggal copy paste aja dari UNDP, lengkap dengan skema subsidi silangnya.

Kelima. Panetrasi program kebersamaan. Pembangunan kawasan strategis yang ada. Contoh, penataan segitiga Tanah Abang sebagai salah satu centra strategis kota. Sudah ada Perda nya soal proyek itu. Foke sudah siapkan landasan hukumnya. Tinggal eksekusi aja. Jarak tanah Abang dengan Sudirman dan Thamrin itu hanya 10 menit jalan kaki. Kebayangkan strategisnya. Pasti banyak investor yang berminat. Tanah Abang akan menjadi Pusat Business modern sekelas SCBD Sudirman. Apalagi proyek ini dikombinasikan dengan CSR membangun trotoar dari Sudirman ke Monas seperti Orchard Singapore, yang juga bisa menampung kaki lima. Dan juga proyek RUSUN yang murah dan pembiayaan plexible berkat cross subsidy program. Jadi engga perlu buat program menata tanah abang dari pakar kaleng kaleng, yang justru membuat jakarta semakin kumuh dan miskin solusi real.

Kalau Anies focus kelima hal itu saja, dia akan mencatat sejarah sebagai Gubernur yang hebat berpihak bukan saja kepada orang miskin tetapi juga kepada orang kaya pembayar pajak. Hebatnya lagi, itu tanpa APBD atau proyek off balance sheet. Pada akhirnya proyek itu akan mendatangkan PAD dalam bentuk retribusi, pajak F&B, PBB.  Kita tahu Sutiyoso, Foke, Jokowi , Ahok sudah mencatat sejarah sebagai Gubernur yang dikenang karena prestasinya. Itu semua karena orientasi mereka kepada kinerja, bukan melulu kepada politik akomodatif dan populis. Gimana pendapat kamu ? 

“ Terus gimana caranya membuat penawaran atas proyek yang kamu sebutkan itu?

“ Ya gampang saja. Pemda DKI harus bertindak sebagai boutique investment. Semua kawasan strategis dan program unggulan itu dibuat dalam paket yang qualified  to offer kepada investor. Tentu harus dilengkapi  dengan Izin, landasan Hukum, studi kelayakan, Amdal, termasuk VGF yang tersedia di kementrian keuangan, TOR yang fair untuk memastikan tender biding bisa transparance dan diminati banyak investor. Bila perlu libatkan KPK dalam panitia lelang. Kalau itu dilakukan, saya jamin akan berbondong bondong investor datang. Yang ikut tender pasti world class investor. DKI tinggal pilih yang paling qualified. “ Kata Florence tersenyum. Kami pindah ke Burgundy Cafe. Karena saya mau merokok. 

“ Gimana kalau skema pembiayaan tanpa melibatkan investor langsung ? Kata saya setelah pindah ke Burgundy.

“ Ya DKI bisa membentuk SPC di bawah BUMD sebagai penerbit Revenue Bond. Revenue bond itu diterbitkan dalam beberapa seri sesuai dengan jenis proyek. Karena bond ini sejenis Obligasi daerah yang dedicated dengan project dan collateralnya adalah revenue, maka tidak perlu mengikuti aturan dari menteri keuangan. Tetapi karena pooling fund dilakukan di saat projek belum jadi, maka standar kapatuhannya yaitu tunjuk Asset Manager sebagai agent penjualan Revenue Bond.  Dana hasil penjualan itu ditempatkan pada rekening KPD untuk  dijadikan jaminan mendapatkan fasilitas Non Cash Loan dari   bank sebagai payment guarantee kepada kontraktor. Nah setelah proyek selesai dibangun, Asset Manager membayar lunas fasilitas non cash loand itu agar tidak default. Selanjutnya proyek dibiayai oleh masyarakat dan untuk masyarakat. SPC akan mendapatkan revenue dari KSPL ( kerjasama pemanfaatan lahan), jasa pengelola kawasan, dan lain lain. Revenue inilah yang akan digunakan untuk membayar keuntungan kepada pemegang bond. Ya semacam SUKUK dalam konsep islamic fund“

“ Wah hebat. Apakah mungkin?

“ Sangat mungkin. Aturan membolehkan. Yang penting organisasi pembangunan dan skema nya profesional serta transfarance pasti di minati banyak investor retail. Apalagi semua tahu tanah di jakarta kan engga pernah turun harganya. Memiliki revenue bond itu sama dengan memiliki kavling tanah ukuran kecil yang valuenya naik seiring naiknya harga tanah dan berkembangnya kawasan.” 

No comments: