Sunday, August 30, 2020

Martua Sitorus



Tahun ini Wilmar International masuk dalam list 285 dari 500 Top 500 forune dengan omzet penjualan per tahun mencapai US$42,62 miliar dan Asset sebesar USD 47,048 miliar atau kurang lebih Rp. 600 triliun atau seperempat dari APBN kita. Menurut Fortune perusahaannya yang terdaftar di Singapore ini menduduki peringkat ke-3 sebagai Perusahaan Paling Dikagumi di Dunia khususnya industri makanan. 

Walau Wilmar International terdaftar di Singapore namun salah satu pendirinya adalah orang Indonesia. Siapa dia ? dia adalah Martua Sitorus.  Lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara tahun 1960.  Dia lulusan Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nomensen, Medan. Setamat kuliah dia langsung terjun berwirasta. Ayahnya memberi dia 9 unit truck sebagai modal awal dalam bisnis transportasi.  Kemudian di akhir tahun 1980 usahanya merambah ke sektor Industri dengan mendirikan pabrik palm kernel di Belawan. Bahan baku berupa ampas sawit dia dapat dari PTP. Walau  kapasitas produksinya kecil, yaitu 40 ton per hari namun itu memungkinkan lingkungan pergulan bisnisnya juga samakin luas. Diapun berkenalan dengan Grup Salim dan Grup Sinarmas, yang memberi peluang kepadanya sebagai distributor minyak goreng.

Tetapi yang menentukan awal kebangkitan dia menuju puncak adalah ketika berkenalan dengan Wiliam Kuok. Siapa William Kuok? Dia adalah ponakan dari Robert Kuok,  Konglomerat bidang perkebunan dan dikenal sebagai raja Gula di Malaysia. Namun nama besar Robert Kuok itu mendunia. William Kuok adalah direktur pengelola dari perusahaan Robert Kuok. William mengundurkan diri dari Pamannya. Alasanya karena berbeda pendapat.  Kemudian William dan Martua Sitorus bergabung sebagai mitra. Mereka mendirikan perusahaan di Indonesia tahun 1991 dengan nama Karya Praja Nelayan (Grup KPN). Belakangan setelah berkembang besar, mereka mendirikan holding, Wilmar International. Nama Wilmar itu berasal dari nama mereka berdua. Yaitu Wil diambil dari nama William. Mar, diambil dari nama Martua Sitorus.

Mereka berdua memang berjodoh. Satu sama lain saling melengkapi. Matua Sitorus jago dalam detail business dan punya networking dengan sumber bahan baku. Jago dalam loby business. Sementara Wiliam jago dalam pemasaran international dan punya network financial yang kuat. Itu berkat nama besarnya sebagai keluarga Konglomerat. Dengan bersatunya mereka , tentu tidak sulit mereka mengembangkan bisnisnya. Ketika terjadi krisis 1998, banyak perusahaan terpaksa gulung tikar. Banyak yang merumahkan karyawannya. Namun Wimar tetap berkembang. Karyawannya tidak di rumahkan. Bahkan dia beri tambahan gaji. Justru karena krisis itu mempercepat pengembangan bisnisnya. Dia membeli Asset Kebun Sawit dari mereka yang bankrut melalui lelang BPPN. Setelah luas kebun sawit cukup untuk memasok bahan baku, dia pun mendirikan pabrik minyak goreng sendiri dengan merek Sania.  Sejak itulah usahanya semakin cepat tumbuh.

Tahun 2009 Martua Sitorus dinyatakan orang terkaya nomor dua di Indonesia dan hanya sedikit di bawah keluarga Hartono ( Jarum) dan jauh meninggalkan konglomerat lainnya yang telah lama malang melintang. Tahun ini majalah forbes menyebut dia masuk 1000 orang terkaya di dunia. Dia sukses namun dia tetap rendah hati dan jarang tampil di permukaan dalam acara selebritis. Namun suara miring mengikuti sepak terjangnya tidak pernah sepi dimuat di media massa dan di bicarakan banyak orang dengan segala tuduhan negative. 

Kini Wilmar mengendalikan ratusan anak perusahaan di dalam maupun di luar negeri, memiliki 450 pabrik di 50 negara yang menyerap 90.000 karyawan di seluruh dunia. Di china , India, Malaysia , Vietnam, Bangkok , Singapore namanya terkenal dan kedatangannya disambut dengan karpet merah. Ketika harga sawit jatuh , pemerintah Jokowi mengeluarkan issue moratorium Kebun Sawit, semua pengusaha mengeluh. Apalagi dengan penerapan pajak ekspor CPO. Tapi Martua Sitorus sebagai pengusaha dia tidak mengeluh. Kebijakan pemerintah dan situasi pasar global disiasatinya dengan bijak dan berani. Caranya ?

Pertama, harga CPO akan turun karena dipermainkan pasar sudah diprediski sebelumnya. Itu sebabnya sudah jauh hari dia membangun industri dowstream CPO. Dari oleo chemical, oleo food  (  ethyl ester, Fatty acid, dan glycerine) sebagai bahan baku , seperti industri pangan (minyak goreng dan margarin), industry sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif (biodisel). Ketika semua pengusaha sawit hidup segan mati tak mau karena harga CPO jatuh, justru Martua semakin melenggang sebagai pengusaha sawit tanpa saingan. Karena dia menguasai dari upstream sampai dengan downstream.

Kedua, karena ekspansi kebun sawit sudah dibatasi pemerintah, maka guna menjamin kontinyuitas supplai CPO untuk ratusan pabrik pengolahannya, dia membeli saham mayoritas dari Felda Global Ventures Sdn Bhd ( FGV). Siapa itu FGV ? ia adalah perusahaan sawit yang ada di Malaysia yang merupakan pengelola 335.000 hektare kebun sawit atas konsesi dari Federal Land Development Authority (FELDA). Sebelumnya  FIC Properti Sdn Bhd (FICP), anak perusahaan The Federal Land Development Authority (Felda), mengakuisisi 37% saham emiten perkebunan sawit PT Eagle High Plantation Tbk ( Rajawali Group). Dengan demikian Martua menguasai resource bahan baku sawit bukan hanya dalam negeri tapi juga luar negeri ( Malaysia).

Dari business upstream dan downstream CPO saja , penjualan Wilmar international setahun mencapai kurang lebih Rp. 600 triliun. Itu setara dengan 6% PDB kita. Dari kedigdayaannya di bidang CPO, dia juga menguasai perusahaan makanan & minuman yang tercatat di bursa saham Australia dan Selandia Baru, Goodman Fielder Limited. Perusahaan ini menguasai business retail di China. Dengan demikian akses pasar tanpa batas ke pasar China dan Australia ditingkat ratail semakin kokoh. Dia juga memproduksi pupuk jenis NPK untuk menopang usaha perkebunannya. Pabrik yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur, itu berkapasitas 600.000 ton per tahun. Pabrik seluas 50 hektare itu dilengkapi dermaga pelabuhan sepanjang 400 meter yang mampu disinggahi kapal angkut berkapasitas 60.000 ton.

Tahun 2018 bulan juli Martua Sitorus mundur dari eksekutif di Wimar International. Usia 58 tahun dia memilih pensiun. Rumor yang berkembang di luar alasan pengunduran dirinya karena ada tekanan dari Greenpeace atas pembukaan lahan sawit di Papua melalui GAMA plantation. Gama group memang bisnis di luar Wilmar International.  Gama asal kata dari Ganda dan Martua. Mereka kakak beradik.  Tetapi menurut saya alasan sebenarnya karena Martua ingin mengembangkan bisnis bersama keluarganya sendiri di Indonesia. Dia akan focus di Indonesia. Di Wilmar dia tetap sebagai pemegang saham dan pendiri.

No comments: