Monday, August 17, 2020

UU Cipta Lapangan kerja ( Omnibus Law)


Pemerintah mengharapkan pembahasan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law dapat dituntaskan di DPR "paling lambat" awal September 2020. Omnibus Law, atau perampingan aturan, sesungguhnya terdiri dari beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU), atau yang juga dikenal sebagai 'kluster' terkait beberapa sektor, di mana secara keseluruhan berpotensi mengubah lebih dari 1.000 pasal dalam 79 Undang-Undang yang berlaku, termasuk UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana formulasi kenaikan upah minimum Daerah dalam rancangan hanya mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Dua hari lalu, hari sabtu saya bertemu dengan direksi saya di kantornya. Saya pilih hari libur karena bisa santai bicaranya. Kami membahas soal bisnis. Namun akhirnya di waktu santai pembicaraan mengarah ke soal Omnibus Law. Ini memang menjadi concern bagi semua pengusaha. Karena menyangkut peluang yang terbentuk akibat berkurangnya  hambatan regulasi. 

“ Kenapa sih pada ribut Omnibus Law ? Katanya.

“ Ya ini kan masalah politik. Biasa saja.  Satu UU Omnibus Law  ini akan menjadi entry point untuk masuk ke 79 UU lainnya. Bayangkan kalau ada beberapa UU yang dijadikan sebagai Omnibus Law, berapa UU yang dapat dikendalikan langsung di tangan Presiden? Presiden akan menjadi sole maker of law. Yang sangat kental polemik. Itu berkaitan dengan Pasal 166 dan Pasal 170. Pasal 166 menyebutkan bahwa peraturan daerah bisa dicabut dengan peraturan presiden. Ada berapa banyak Perda yang jadi sumber pemerasan oleh elite PEMDA dicabut. Tentu Pemda akan meradang. Adapun Pasal 170 menyebut pemerintah dapat mengubah UU menggunakan peraturan pemerintah.” Kata saya mencoba mencerahkan.

“ Apakah kewenangan pembuatan hukum merupakan bagian dari diskresi presiden?  Mengingat output utama diskresi adalah action based policy,  bukan hukum. Lantas dimana trias politika? Apakah ingin menempatkan presiden diktator secara konsitusi?” katanya mulai terpengaruh retorika oposan.

“ Menurut saya, terlepas dari itu semua yang diperdebatkan, keadaan sekarang di tengah krisis global dan terjadinya penurunan permintaan eksport serta semakin ketatnya likuiditas investasi global, kalau kita masih berpikir dan bekerja dengan metode trias politika, kita sedang mengubur diri kita sendiri.”Kata saya.

“ Kenapa engga dioptimalkan fungsi DPR? Katanya. Ini pertanyaan benar benar oposan.

“ Kalau periode kemarin DPR kerja yang benar, dan ketua DPR nya bukan kadrun, tentu tidak perlu ada UU Omnibus Law, dan sekarang kita sudah booming investasi seperti vietnam. Tapi DPR kita yang lalu membuang waktu 5 tahun dengan omong kosong, sementara mereka menghabiskan APBN sebesar kurang lebih Rp. 25 triliun. Memanfaatkan sistem presidentil dan hak prerogatif presiden dalam membuat UU tidak salah. Apalagi di saat krisis.  Nanti kalau ekonomi sudah stabli lagi, DPR bisa kerja tenang untuk merevisi UU itu agar sesuai dengan prinsip demokrasi. Entah kalau DPR dan oposisi memang tujuannya untuk menghambar ekonomi dan berharap hidup dari produksi UU yang bertele tele. “ Kata saya.

“ Pertanyaan nya apakah se urgent itu sehingga perlu ada UU by pass ?

“ Tentu urgent. Karena kita berpacu dengan waktu. Berpacu dengan pertumbuhan penduduk. Berpacu dengan ledakan angkatan kerja. Berpacu dengan harga terus naik. “ 

“ Okelah. Tetapi kan bisa di speed up kerja DPR era sekarang. “

“ Proses UU di revisi atau dibuat, itu panjang sekali di DPR. Engga mudah. Apalagi mau mengubah 72 UU. Bisa  bisa sampai berakhir periode mereka , UU itu hanya selesai 5. Kan konyol” 

“ Dasar strategisnya apa sih sampai segitu ngototnya pemerintah ingin membuat UU Omnibus Law ?

“ Gini ya. Sebelumnya ekonomi bergerak karena faktor penguasaan Tekhologi serta modal yang terpusat di AS dan Eropa, yang berdampak pada imbalance economy global. Namun Sejak kejatuhan Wallstreet 2008 secara lambat namun pasti terjadi penyuasaian ekonomi (economy adjustment )  secara global. Memang  China adalah fenomena pemicu perubahan, terutama sejak ekonomi china terus membesar. Sementara AS dan Eropa tidak kunjung bisa menyelesaikan recovery ekonominya. Dampaknya terjadi perubahan struktural. Berubahnya cepat sekali. Sekarang dunia sedang melakukan koreksi terhadap status quo ekonomi untuk menuju keseimbangan baru.”

“ Apa itu? 

“ Ya. Ekonomi tidak lagi bergantung kepada hegemoni geopolitik dan geostrategi negara asing untuk menguasai SDA.

“ Mengapa tidak lagi tergantung kepada hegemoni geopolitik dan geostrategis Negara Asing?

“ Dulu penguasaan SDA kan karena adanya geopolitik dan geostrategis negara kuat kepada negara lemah. Politis sekali sifatnya. Dari sini lahir bisnis rente antara penguasa dengan investor. Itu sangat tidak efisien dan mengakibatkan bubble economy.  Mind corruption lewat aturan dan UU terjadi massive agar birokrat dan politisi bisa menikmati rente ekonomi. Itu memang seni menjajah yang merupakan kolaborasi antara penguasa dan pengusaha asing. Namun berlalunya waktu, uang tidak lagi berada di tangan Pemerintah tetapi di tangan swasta. Semua negara sekarang terjebak utang gigantik. Karenanya geopolitik hegemoni negara kuat tidak lagi efektif mendatangkan investasi. Ya sekarang swasta berperan pegang kendali bandul ekonomi masa depan. Nah kamu kan tahu. Di mana mana swasta motifnya adalah bisnis dan tentu laba.”

“ Maksud motive bisnis sekarang itu gimana. Apa beda dengan sebelumnya ?

“ Loh dulu kan izin bisnis diberikan kepada kroni kekuasaan. Setelah itu mereka jual izin itu kepada Asing. Mereka tanpa kerja, tiduran dapat fee sebagai pengusaha rente. Era sekarang itu engga bisa lagi. Investor yang masuk bukan lagi investor rente atau abal abal. Mereka investor institusi. Mereka engga mau berhubungan dengan broker atau pengusaha yang dekat dengan kekuasaan. Mereka ingin berbisnis sebagaimana bisnis pada umumnya. Nah kalau proses perizinan masih seperti model lama, ya mereka cari tempat lain. Toh sama saja. 

“ Mengapa sama saja?

“ Karena sudah ada ME-ASEAN, China Free Trade Asean, Korea Free Trade Asean, Jepang Free Trade Area, APEC, Indo Pacific. Dengan adanya kerjasama regional itu hambatan tarif udah engga penting lagi. Kini kuncinya adalah efisiensi bisnis. Nah kalau kita tidak berubah, kita hanya jadi penonton bego, seperti nonton kehebatan vietnam menarik investasi asing. Lucunya, kita puji vietnam tetapi kita tidak belajar dari Vietnam. Padahal kehebatan vietnam karena regulasi mereka ramping dan SDM hanya handal”

“ Ok lah. Saya dengar aktifis buruh protes. Menurut mereka UU Omnisbus law ini tidak berpihak kepada buruh. Lebih berpihak kepada pengusaha.” 

“ Gini ya. Soal UMR itu dasarnya adalah tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi daerah semakin tinggi UMR. Itu wajar saja. Karena pertumbuhan ekonomi biasanya dipicu oleh inflasi dan tentu dampaknya harga akan naik. Sebelumnya UMR ditetapkan sesuka PEMDA tanpa memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Jusru itu tidak adil dari sisi pekerja maupun Pengusaha. Dan lagi UMR itu hanya patokan minimal saja. Bukan keharusan jumlahnya sebesar itu. Kalau memang buruh itu produktifitasnya tinggi, tentu perusahaan akan bayar upah lebih tinggi dari UMR. Di mana mana pengusaha juga ingin jadikan buruh itu sebagai asset bernilai meningkatkan pertumbuhan usaha. Jadi egga perlu terlalu kawatir. Sebaiknya focus aja bagaimana meningkatkan produktifitas. “ 

“ Terus gimana dengan UMKM?

“ Dengan adanya arus investasi asing, itu akan berdampak berganda terhadap ekonomi nasional khususnya bagi UKM. Setidaknya peluang supply chain barang dan jasa akan melahirkan bisnis baru yang massive. Karena engga mungkin investor seperti China, korea atau jepang mau boyong supply chain ke Indonesia. Tentu mereka butuh kontraktor atau suplaier lokal untuk mendukungnya.”

“ Bisa kasih contoh kongkrit ?

“  Contoh  pabrik alas sepatu wanita kamu di Jateng itu. Kamu kan butuh supply chain kayu randu dan serbuk kayu, dan itu tidak perlu modal besar. Belum lagi setiap pembangunan industri atau manufaktur akan meningkatkan peluang jasa kotruksi dan bahan material bangunan. Setelah pabrik berdiri, diperlukan bisnis catering untuk makan karyawan. Tranfortasi antar jemput karyawan. Masih banyak lagi termasuk yang tidak terkait langsung dengan adanya investasi asing itu, seperti tempat hiburan, restroran, hotel dll.  Luas sekali dampak bergandanya. “

Dia terdiam. Saya berdiri untuk menyudahi diskusi karena harus pulang. “ Uda, boleh tanya engga ?
“ Tanya aja. “
“ Kenapa Uda selalu bela Jokowi?
“ Dari tadi apa saya ada sebut nama Jokowi ? Apa yang saya sampaikan itu berkaitan dengan agenda negara. DPR dan Pemerintah punya concern yang sama. Ingat nasehat saya. Kita sebagai pengusaha harus mendukung setiap kebijakan pemerintah. Jangan ngeyel. Dan lagi kamu kan engga tahu peliknya urus izin dan masalah karena izin itu. Selama ini kan saya juga jadi bumper kamu kalau ada masalah dengan Pemerintah. Capek tahu. Apalagi kalau telp mereka, pasti harus bujuk mereka. Angkat telor orang itu sebel banget. They fuck us. Paham? “ Kata saya. 

“ Itu kenapa masih Photo SBY di kamar kerja kamu?” kata saya melirik ke dinding kamar kerjanya.
“ Biarin ajalah engga ngaruh.”
“ Kamu boleh bilang engga ngaruh. Kalau nanti ada tamu kamu yang kebetulan kader PDIP, pasti dia tersinggung. Kalau mereka tersinggung bisa panjang urusannya. Ya repot saya juga.” Saya langsug keluar. Di depan lift saya ketemu office boy. “ Min, kamu lihat photo di kamar kerja ibu itu. Turunkan sekarang dan besok beli photo Jokowi." Kata saya melirik kepada direksi saya. Dia hanya senyum aja.  

No comments: