Rabu ini Pak Mahfud sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memenuhi undangan rapat dengan DPR Komisi III. Saya idak ingin membahas soal rapat itu. Karena DPR tidak masuk ke substansi atas adanya laporan dari Ketua Komite TPPU. DPR sibuk membahas data mana yang valid. Menkeu atau Ketua Komite TPPU, Mahfud Md, yang juga Menko Polkam.
Masalah substansi yang harus dibahas DPR saat rapat kerja dengan Menkeu, PPATK dan Ketua Komite TPPU, adalah bagaimana masalah tersebut tidak terulang lagi dikemudian hari. Mengapa? pasti ada yang salah dalam sistem. Sehingga sampai Menkeu tidak punya akses kepada data yang dikirim oleh PPATK. Tentu Menkeu juga tidak punya cara mengawaasi unit kerja ( Dirjen Pajak Dan Beacukai) yang melaksanakan pengawasan TPPU. Disamping itu, law enforcement juga lemah. Karena perangkat hukum tidak memadai untuk menjerat pelaku TPPU.
Andaikan pajak tidak mempertanyakan asal usul uang. Cukup pengakuan dari wajib pajak saja. Saya yakin semua bisnis ilegal akan menjadi pembayar pajak yang setia. Mengapa? bagi mereka jauh lebih murah ongkosnya bayar pajak daripada biaya cuci uang yang harus melewati step placement, layering dan integration. Jadi pencucian uang itu bukan soal penghindaran pajak, tetapi menyembunyikan asal usul uang. Mengapa harus disembunyikan asal usul uang. Ya jelas karena uang itu berasal dari pendapatan ilegal. Apas aja ilegal itu? diantaranya pertama, uang komisi haram yang diterima pejabat dari pengusaha karena memberikan kemudahan berbisnis yang melanggar hukum. Kedua. Hal pertama itu terjadi karena adanya transaksi ilegal. Yang pertama dan kedua tidak ada kerugian negara. Bukan rampok uang APBN.
Contohnya impor komoditi diatas guota impor. Misal impor gula, garam. Quota 100.000 ton tapi yang masuk 400.000 ton. Atau contoh lain, larangan ekspor mentah mineral. Ternyata tetap saja ada ekspor ore nickel. Jutaan ton setiap tahun. Dari instansi yang mengeluarkan quota, pabean, ikut bermain meloloskan ekpor impor itu. Tentu mereka dapat komisi haram dan pengusaha dapatkan dana mudah. Dampaknya kebijakan kemandirian pangan dan hilirisasi tambang gagal. Petani atau produsen lokal terpuruk. Kemiskinan sulit diatasi.
Transaksi komoditas haram. Seperti Narkoba, ilegal mining, deforestasi, human trafficking. Itu diloloskan aparat dari kepolisian, Pemda, Kementrian, pabean. Tentu mereka dapat komisi haram dan pengusaha menikmati uang mudah dari bisnis ilegal yang merusak moral. Nah karena adanya PPATK. Semua itu bisa terlacak. Mereka yang terlibat itu tahu hukum. Maka mereka ( pejabat, elite dan pengusaha ) berkonspirasi menyembunyikan uangnya. Ya engga mungkin laporan PPATK itu bisa ditindak lanjuti.
Pemerintah dan DPR membuka kanal agar uang haram itu bisa dicuci. Caranya lewat akun judi online, bank digital, fintecht, transaksi SWAP emas, cross border pabean hand carry uang ke luar dan dalam negeri, pasar modal. Kalau akhirnya ketahuan, tetap saja sulit untuk dikuasai negara. Karena uang itu sudah berubah ujud dalam bentuk property atas nama orang lain, saham, dan batangan emas di safety box bank, yang SKR sudah digadaikan kepihak lain. Makanya debat di DPR kemarin itu omong kosong. Apalagi dari akumulasi aset itu, mereka gunakan membeli pejabat , aparat hukum dan parpol. Ya udah merekalah king maker sebenarnya. Kan bahaya kalau kekuasaan negeri ini lahir dari uang haram.
***
Mungkin ada pihak yang menganggap remeh soal pencucian uang ini. " Toh kan tidak ada uang APBN diambil. " Benar. Tapi UU TPPU dibentuk tujuannya adalah memerangi kejahatan. Istilahnya, kalau setiap orang diawasi ketat asal usul hartanya, maka sebenarnya itu tidakan preventif terhadap tindak kejahatan dan sudah berperan menciptakan sistem perekenomian yang sehat. Apa dampak buruk bagi perekenomian nasional dengan adanya TPPU? Ada lima dampaknya.
Pertama. Dengan arus uang gelap yang tidak terkendali maka tingkat konsumsi, terutama konsumsi barang mewah, semakin meningkat. Terjadinya ketidak seimbangan neraca pembayaran. Bayangin aja kita surplus neraca perdagangan tapi DHE malah tidak meningkat. Negara terpaksa pada januari 2023 terbitkan global Bond USD 3 miliar untuk mempertahankan posisi cadangan Devisa. Dampak lebih luasnya adalah akan mendorong inflasi karena uang lebih banyak tidak produktif. Kebanyakan disimpan di bank atau di layering. Dan akibatnya apapun kebijakan moneter menjaga stabilitas mata uang tidak akan efektif.
Kedua. Sektor riil dapat menderita secara signifikan dari ketidakstabilan keuangan di dalam negeri. Akibatnya, ketergantungan kepada investor asing menjadi sangat penting. Namun, tidak mudah untuk menarik investor asing. Karena ketidakstabilan harga yang disebabkan oleh uang hitam dalam sistem keuangan akan mempengaruhi kredibilitas ekonomi di lingkungan eksternal. Makanya banyak investor institusi seperti Elon Musk, IDFC, American Air Product, dan lain lain memilih mundur dari rencana investasinya pada mega proyek di Indonesia.
Pengusaha yang rasional akan merasa tidak nyaman untuk berinvestasi di negara yang longgar pengawasan pencucian uang. Karena jika mereka investasti pada negara yang lemah kontrol uang gelap, maka akan mengakibatkan tingkat investasi tidak naik. Sehingga akan terjadi penurunan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Negara dengan PDB tinggi namun rasio Kredit bank terhadap PDB dibawah 100%, tax ratio terhadap PDB rendah, seperti Indonesia, dianggap sebagai tempat yang berisiko bagi investor. Makanya kalau ingin mendapatkan investor institusi yang berjangka panjang, syarat utama adalah memerangi uang gelap. Itu pesan penting yang memberikan kepercayaan investor. Melalui efektivitas perjuangan memberantas TPPU, investor akan meningkat, yang secara positif akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan perekonomian nasional.
Ketiga. Salah satu kerusakan paling kritis dari uang gelap yang harus dipahami adalah efek negatifnya terhadap distribusi pendapatan. Dampak ekonomi yang ditimbulkannya memiliki konsekuensi sosial dan politik. Kecemburuan sosial. Peningkatan pengayaan individu dan kelompok tertentu menyebabkan degenerasi sosial. Orang merasa tidak takut lagi berbisnis ilegal, dan menganggap uang sangat penting daripada produksi real. Persaingan usaha jadi barbar. Pengusaha yang profesional dengan standar akuntabilitas tinggi ogah berbisnis di Indonesia. Karena negara by design menciptakan para kriminal.
Keempat. Pendapatan yang dihasilkan dari uang gelap sudah jelas Tax avoidance. Tentu akan berdampak pada pengurangan penerimaan pajak negara. Rendahnya tax ratio itu indikasi kuat bahwa sistem ekonomi kita dikudeta oleh pemain Money Laundring. Negara dengan tax ratio seperti Indonesia memiliki dua pilihan, yang pertama adalah meminjam. Ini mengurangi investasi produktif sektor swasta dengan efek crowding out pemerintah, yang menarik investor produktif melalui sektor swasta dengan pinjaman. Selain itu, karena nilai obligasi meningkat sebagai akibat dari pinjaman, suku bunga di pasar meningkat, menimbulkan banyak masalah. Cara lain untuk menutup defisit adalah kebijakan emisi. Hasil dari kebijakan ini mirip dengan yang lain. Akibatnya, kita dapat mengatakan bahwa kedua pilihan tersebut berdampak negatif pada perekonomian.
Kelima. Perubahan mendadak dapat terjadi pada aset dan liabilitas lembaga keuangan yang tanpa disadari digunakan dalam pencucian uang, yang akan menimbulkan risiko bagi lembaga tersebut. Berita pencucian uang lembaga keuangan ini menarik perhatian otoritas publik. Dalam hal ini, tekanan audit terhadap lembaga-lembaga tersebut akan meningkat, dan reputasi lembaga akan rusak. Itu dampaknya akan sistemik. Tunggu aja. Pasti runtuh.
Sudah benar pak Mahfud, bahwa agar pemerintah lebih punya kekuatan melakukan law enforcement atas TPPU, maka perlu ada UU Perampasan Asset. Dengan adanya UU perampasan aset ini, pelaku yang dicurigai bisa dilangsung disita sementara asetnya sampai dia bisa membuktikan bahwa kecurigaan itu tidak valid. Kalau yang dicurigai tidak bisa membuktikan, maka otomatis aset tersebut dikuasai negara. Mengapa pentingnya UU perampasan Aset tersebut untuk menjerat pelaku TPP?. Lima hal tersebut diatas sudah terjadi di Indonesia. Kalau masih juga DPR tidak mau terima pembahasan RUU Perampasan Aset, maka sebenarnya sumber masalah itu ada pada DPR. Dan itu tentu ada pada Partai Politik. Mereka ditugaskan sebagai agent of development dan memakmurkan rakyat namun tidak melaksanakan fungsinya..