Sunday, December 7, 2025

Iran mengelola SDA secara islami.



REE adalah 17 unsur logam yang memiliki sifat magnetik, elektronik, dakatalitik yang sangat unik. Unsur-unsur ini meliputi 15 lantanida + 2 unsur tambahan: Yttrium (Y) dan Scandium (Sc). Meski disebut “rare,” yang langka bukan unsurnya, tetapi deposit yang layak ditambang. REE adalah fondasi teknologi modern — dari smartphone hingga jet tempur, dari energi hijau hingga kecerdasan buatan. Karena itu, REE dianggap mineral strategis yang menentukan kekuatan industri dan geopolitik suatu negara.


Ketika banyak negara pemilik sumber daya alam berlomba membuka pintu bagi investasi asing, Iran mengambil jalur yang berbeda. Dalam pengelolaan logam tanah jarang (rare earth elements / REE), Iran memilih strategi jangka panjang: kemandirian teknologi, industrialisasi bertahap, dan pengelolaan SDA berdasarkan etika Islam. Keputusan itu bukan sekadar ekonomi — tetapi ekspresi dari kosmologi, amanah, dan tanggung jawab spiritual manusia terhadap bumi.

Pada awal dekade 2010-an, melalui Geological Survey of Iran (GSI) dan Kementerian Industri, Iran mulai memetakan mineral kritis yang sebelumnya tersembunyi di bawah tanah. Pada periode 2012–2014, Iran mengumumkan bahwa mereka menemukan potensi REE di berbagai wilayah. Torfeh, Semnan. Khorasan Razavi. Yazd dan Nehbandan. Langkah ini menandai babak baru dalam upaya Iran membaca “kitab alam”. Sebuah ekspresi teknis dari prinsip Quranik: “perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.”


Pada fase berikutnya, Iran melaporkan bahwa mereka telah menemukan cadangan REE berskala besar, termasuk cerium, lanthanum, yttrium, dan neodymium. GSI menyebut deposit ini sebagai salah satu yang terbesar di Asia Barat. Namun Iran tidak tergesa-gesa. Eksplorasi tetap bersifat preliminary. Model ekstraktif tidak langsung dibuka. Ada kesabaran filosofis di balik keputusan teknis itu.


Setelah cadangan diumumkan, China dan Prancis menawarkan investasi, teknologi, dan konsesi penambangan. Negara lain mungkin langsung menerima. Tetapi Iran memilih sesuatu yang jarang dilakukan negara berkembang, yaitu menolak ekstraksi cepat, menghindari ketergantungan teknologi,dan membangun riset domestik terlebih dahulu. Keputusan ini hanya bisa dipahami jika dilihat dari akar filsafat Islam yang melekat dalam visi pembangunan Iran.


Perspektif Filsafat Islam dalam Pengelolaan SDA

Dalam filsafat Islam, bumi bukan objek eksploitasi, tetapi bagian dari tatanan Ilahi. Segala unsur alam—tanah, air, mineral—adalah ayat, tanda-tanda Tuhan.


Kosmologi Tauhid

Tauhid mengajarkan bahwa alam semesta adalah satu kesatuan kosmik, bukan sekadar sumber daya. Bagi Iran, REE bukan hanya mineral strategis, tetapi bagian dari amanah Ilahi yang tidak boleh diperlakukan secara serakah. Barang siapa merusak alam, ia sedang merusak ayat-ayat Tuhan. Karena itu, pilihan untuk tidak langsung menambang adalah pilihan moral.


Manusia dan Amanah.

Al-Farabi dan Miskawayh menempatkan manusia bukan sebagai penguasa mutlak, tetapi penerima amanah. Qur’an mengingatkan bahwa amanah pernah ditawarkan kepada langit dan bumi tetapi ditolak namun manusia menerimanya. Amanah berarti tidak mengekstraksi tanpa batas, menjaga keseimbangan, memaksimalkan nilai, bukan merusak.Karena itu, industrialisasi REE tanpa ekstraksi berlebihan adalah bentuk ta’dib — adab ekologis.


Alam Sebagai Mitra.

Ibnu Sina melihat alam sebagai organisme kosmik. Merusak satu unsur berarti mengguncang keseluruhan. Dalam kerangka ini menebang hutan demi tambang adalah memutus nadi bumi, mencemari sungai adalah merusak urat saraf kehidupan, mengekstraksi mineral secara rakus adalah mengkhianati amanah. Iran memilih jalan industri, bukan eksploitasi.


Industrialisasi sebagai Ibadah Sosial

Islam tidak menolak teknologi. Islam menolak teknologi tanpa nilai. Dalam kerangka Iqbal, kemajuan harus berkeadilan, berkelanjutan, memberi maslahat, menjaga ciptaan. Maka bagi Iran,  Industri adalah ibadah bila menjaga bumi; industri menjadi dosa bila merusaknya. Model bisnis REE Iran lahir dari etika ini.


Kerusakan Alam: Gejala Kerusakan Ruhani

Dalam moral Islam, keserakahan adalah pangkal kerusakan ekologis. Ketika nafsu menguasai kebijakan, lingkungan menjadi korban. Pengelolaan REE yang serakah bukan hanya kesalahan teknis, tetapi kerusakan spiritual. Iran ingin menghindari dosa ekologis itu.


Mini-Plant 2025: Simbol Jalan Tengah Iran

Pada tahun 2025, Iran mengumumkan keberhasilan membangun pilot plant pengolahan REE berkualitas tinggi. Ini adalah puncak riset domestik, bukti kemandirian teknologi, dan langkah awal industrialisasi beretika. Pilot plant ini adalah tajalli — manifestasi kecil dari strategi besar. Mengolah tanpa merusak, memanfaatkan tanpa mengeksploitasi.


Industrialisasi Tanpa Ekstraksi.

Inilah inti strategi Iran. Mereka tidak membuka ekstraksi besar-besaran. Tidak menjual REE mentah atau setengah jadi. Tidak menyerahkan kontrol teknologi kepada asing. Mengutamakan riset dan industrialisasi. Dengan kata lain,  SDA Iran tidak dieksploitasi; SDA Iran di-ta’dib-kan — diberi adab melalui teknologi berbasis nilai. Iran “menjaga bumi” sambil membangun masa depan industrinya.


Kesimpulan.

Pengelolaan REE Iran bukan sekadar kebijakan industri, tetapi perwujudan dari filsafat Islam tentang amanah, tauhid, dan hubungan manusia dengan alam. Bahwa menambang tidak selalu berarti memakmurkan. Industrialisasi tidak selalu berarti merusak. Kemandirian teknologi bisa menjadi ibadah ekologis. Bagi Iran, bumi bukan warisan dari generasi sebelumnya, tetapi amanah Ilahi yang harus dijaga untuk generasi berikutnya. Pada akhirnya, siapa yang menjaga bumi, menjaga dirinya. Siapa yang merusak bumi, merusak amanah Tuhan.




No comments: