Monday, September 7, 2020

Dilema Mata Uang Dollar AS.?


Dominasi Dollar AS sekarang berada pada titik nadir.  Itu terjadi bukan mendadak. Tetapi by process, slow motion.  Yang sudah berlangsung sekian decade. Suka tidak suka, negara di dunia ini ikut ambil bagian sehingga membuat Dollar AS sampai pada titik nadir. Mengapa ? untuk menjawab ini ada empat alasan. Pertama, defisit itu dianggap simbol kepercayaan dunia terhadap kekuatan ekonomi AS. Kedua, permintaan yang lesu dari negara lain atas produk- produk AS sehingga menyebabkan neraca perdagangan AS kedodoran. Ketiga, defisit itu disebabkan oleh banyaknya perusahaan multinasional AS yang membuka sentra-sentra produksinya di luar AS. Dan keempat, akumulasi dollar AS oleh bank-bank sentral di dunia telah membuat sistem ekonomi global stabil.  Saya akan jelaskan implikasi dari empat hal tesebut secara sederhana.

Pertama. Dominasi Dollar AS telah membuat AS hidup di luar kemampuannya. Akibat dari cara berhutang yang murah dan mudah, sehingga utang nasional sudah lampu merah. Pada tanggal 31 Agustus 2020, hutang AS yang dipegang oleh publik adalah $ 20,83 triliun dan kepemilikan antar pemerintah adalah $ 5,88 triliun, dengan total hutang nasional sebesar $ 26,70 triliun. Pada akhir tahun 2019, utang yang dipegang oleh publik sekitar 79,2% dari PDB, dan sekitar 37% dari utang yang dipegang oleh publik dimiliki oleh orang asing. AS memiliki utang luar negeri terbesar di dunia. Pada Juni 2020, total obligasi negara AS yang dimiliki oleh negara asing adalah $ 7,04 triliun, naik dari $ 6,63 triliun pada Juni 2019. Kesimpulanya. Engga ada lagi collateral dari dollar AS itu. Itu sudah sama dengan sampah. 

Kedua. Ternyata peningkatan utang yang begitu besar, tidak diikuti dengan peningkatan PDB secara significant. Apa artinya? selama ini berkat kebijakan moneter yang berdampak global, terjadi surplus aliran modal dari luar negeri. Namun pada waktu bersamaan terjadi defisit neraca perdagangan. Sehingga yang diuntungkan adalah money broker atau investment banker yang ada di wallstreet. Mereka wakil investor yang ada di Eropa, Jepang, China dan lainnya. Di dalam negeri sektor real tidak berkembang. Rasio GINI semakin melebar. Pengangguran terjadi meluas.  Pasar domestik menyusut. 

Ketiga. Akibat kebijakan moneter AS, daya saing melemah baik dari segi harga maupun produktifitas SDM. Hal ini memicu terjadi relokasi industri ke sentra produksi yang  ada di luar AS seperti China, Jepang, Korea, Taiwan dan lainnya.  Sebetulnya ini menguntungkan bagi negara lain. Tetapi merugikan bagi rakyat AS. Memang rakyat AS mendapatkan harga impor lebih murah daripada produksi dalam negeri,  namun tidak ada uang cukup untuk belanja. Karena inflasi terus bergerak naik. Biaya iuran jaminan sosial terus terkerek naik.

Keempat. Ketika AS membutuhkan dana, dia menaikan suku bunga. Uang mengalir ke AS. Negara lain membeli surat utang  AS sebagai cadangan devisanya dan mendapatkan yield. Namun karena sektor real tidak tubuh, inflasi naik. AS harus menurunkan suku bunga. Saat itu Dollar AS hengkang ke luar negeri. Ini menjadi sumber pembiayaan murah bagi negara emerging market. Jadi apapun kebijakan moneter AS, yang untung negara lain.  Ekonomi global stabil. Sementara ongkos kebijakan moneter itu ditanggung oleh warga negara AS. Para banker dan Wallstreet mendulang laba dari in/out capital itu.

“ Jadi apa solusi bagi AS agar bisa keluar dari dilema atas dominasi dollar itu? Kata teman.

“ AS harus mau melepaskan perannya dalam hal dominasi Dollar. Dengan demikian, AS tidak perlu memikirkan negara lain. AS harus focus ke dalam negeri.” 

“ Caranya gimana ?

“ Ya mengenakan pajak bagi arus modal luar negeri yang masuk. Jadi setiap investasi surat berharga dalam mata uang dollar dikenakan pajak. Tentu kebijakan itu tidak berlaku bagi investasi di sektor real yang berdampak pada terserapnya angkatan kerja dan produksi.  Dan meningkatkan pajak impor agar produksi dalam negera bisa menguasai pasar domestik. Memangkas anggaran pertahanan sampai 50%. Bila perlu semua pangkalan perang AS yang ada di beberapa negara bubarkan saja. Engga ada untungnya secara ekonomi. Ya kira kira sama dengan cara China awal membangun ekonominya era Deng. “

“ Wah itu bisa berdampak massive bagi negara lain. Cadangan devisa negara lain akan delute. Rezim  Pasar bebas bisa tumbang. Dollar bisa terjun bebas. “ 

“ Ya, Itu harga yang harus dibayar akibat membiarkan negara dibangun dengan memberikan peluang bagi dominasi dollar. Bagi AS, untuk apa pasar bebas kalau pada akhirnya negara sendiri bangkrut. Untuk apa kurs stabil dan menguat kalau produksi jeblok. 

“ Terus..? 

“ Ya dengan kebijakan tarif atas perdagangan dan arus modal, akan terjadi transformasi ekonomi dari moneter ke sektor real, dan tentu memaksa negara lain juga melakukan hal yang sama. Setidaknya negara lain tidak lagi menjadikan US Dollar sebagai cadangan valas. Semua focus kepada produksi. Bisnis juga akan terjadi transformasi dari rente ke sektor produksi yang bertumpu kepada tekhologi“

“ Selanjutnya apa mata uang dunia?

“ Ya tidak ada. Yang ada adalah kemitraan luas secara Billateral, seperti adanya Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) yang dilakukan beberapa negara termasuk Indonesia. “

“ Mungkinkah itu ? Kata teman.

“ Ya mungkin saja. Apalagi saat sekarang kekuatan modal dan produksi di tangan China dan Zona Eropa, di tambah adanya dukungan negara satelite seperti Jepang, Korea, India, Indonesia. Negara negara ini cukup sebagai penyeimbang ekonomi global dan menggantikan dominasi Dollar AS. “

“ Apakah harga emas akan melambung bila AS melepaskan dominasi terhadap US dollar. Dan apakah mungkin mata uang kembali ke emas”

“ Dalam jangka pendek tentu harga emas akan melambung. Namun itu tidak akan berlangsung lama. Hanya temporari sebagi safe haven. Karena era ekonomi modern bertumpu kepada sektor produksi. Tetap saja modal akan mengalir ke sektor produksi. Kan value sektor produksi bagaimanapun tetap lebih tinggi dari peningkatan harga emas. Jadi mata uang kembali ke emas itu tidak mungkin terjadi. Itu masalalu yang ada di belakang.” 

"Bagusnya lue calonkan diri sebagai presiden AS pada pemilu yang akan datang. " Kata teman yang menurutnya saran saya impossible. 

No comments: