Tahun 2020 ini, tadinya anggaran social safety net sebesar Rp. 203,9 triliun. Namun di revisi menjadi Rp. 242 triliun. Untuk apa saja ? Paket sembako, bantuan Langsung Tunai kepada KPM dan Desa, PKH, Kartu Prapekerja dan bantuan tarif listrik. Saat sekarang ini tahun anggaran sudah berlangsung 9 bulan. Tapi penyalurannya tersendat. Apa pasal ? Sampai dengan kwartal pertama, pemeritah belum dapat memastikan sistem penyaluran jaring pengaman sosial (social safety net) karena terkendala pendataan pekerja informal. Hebatnya walau belum punya data tetapi uang sudah disiapkan sebesar Rp. 242 triliun. Ini komitmen besar bagi Jokowi kepada rakyat banyak yang terdampak virus Corona.
Bagaimana realisasinya ? Menurut Menteri keuangan, realisasi anggaran sampai dengan akhir Juni : BLT untuk Program Keluarga Harapan (PKH) Rp 24,1 triliun. Bantuan langsung tunai (BLT) pekerja informal Rp 15,6 triliun. BLT dana desa Rp 5,5 triliun. Diskon dan listrik gratis sebesar Rp 3,1 triliun. Paket sembako mencapai Rp. 8,76 Triliun. Kartu Prakerja Rp. 2,4 Triliun. Totalnya realisasi Social Safety Net Rp. 59,46 Triliun atau 25% saja. Artinya program hebat social safety net yang dilengkapi dengan SOP ketat penyalurannya, realisasinya terbukti sangat rendah. Itupun saya tidak yakin 100% langsung diterima oleh rakyat miskin. Karena namanya program, tentu dilengkapi dengan anggaran macam macam, dari tingkat kementerian, PEMDA Tingkat I dan II, Walikota, Kecamatan, sampai Lurah , RT RW, seperti honor petugas, sosialisasi, pendataan dan pengawasan. Padahal disaat pandemi apapun program pada akhirnya apa yang dirasakan oleh rakyat. Kalau karena program realisasi sulit, lantas untuk apa uang disediakan.? Bukankah APBN itu milik rakyat?
Bisa saja karena namanya program dan sesuai kelaziman, anggaran sebesar Rp. 240 triliun terserap 100% pada desember nanti. Maka wajar kalau kita bertanya tanya. Apakah benar menjangkau orang miskin? Apalagi tahun anggaran tinggal 3 bulan lagi. Jangan jangan uang habis dalam tataran program formal saja tanpa dirasakan langsung oleh rakyat. Wajarlah kalau sampai rakyat paranoid. Karena dampak kemiskinan secara budaya menghancurkan semangat gotong royong rakyat. Kalau tadinya ada yang nganggur, ada anggota keluarga yang bantu. Tetapi kini anggota keluarga juga sulit. Gimana mau bantu?
Apakah sikap paranoid itu berlebihan? engga juga. Mari kita lihat data. Mengacu atas dasar data BPS, stok pengangguran per agustus 2019 sebesar 7,05 juta. Kalau rata rata pertumbuhan pengangguran sebesar 3%. Maka tahun 2020 ini jumlah pengangguran bertambah 210.000, menjadi 7.205.000. Sementara akibat resesi dan pendemi terjadi PHK. Stok pengangguran semakin bertambah. Katakanlah 2 juta orang. Itu totalnya 7,4 juta orang. Angka kemiskinan per maret 2020, mencapai 26,42 juta orang. Artinya naiik sebesar 9,78 % dari tahun sebelumnya.
Dari data tersebut diatas, tentu kita tidak bisa menanggung semua orang miskin. Ok lah. Tetapi 20 juta orang miskin atau 75% dari data BPS, mendapat bantuan social safety net, maka anggaran sebesar Rp. 240 Triliun itu cukup untuk memberikan bantuan tunai sebesar Rp. 1 juta per bulan atau Rp. 12 juta per orang selama setahun. Kalau satu keluarga ada 3 orang maka setiap keluarga akan menerima Rp. 3 juta sebulan. Uang sebanyak itu sangat efektif membuat orang miskin bisa bertahan selama pademi dan sekaligus menjadi fuel menggerakan mesin ekonomi dan mendorong konsumsi domestik.
Saya yakin, kalau dari awal pemeritah serius akan ancaman kemiskinan akibat pendemi, tentu serius pula menyalurkan dana social safety net. Kalaulah benar tersalurkan. Tentu tidak mungkin Indonesia bisa masuk resesi. Karena angka Rp. 240 triliun itu multiplier nya bisa berlipat. Tetapi angka Rp. 240 triliun keliatannya hanya sebatas niat baik Jokowi. Namun politik secara kejam menjegalnya. Dan rakyat jadi korban. Apalagi uang sebesar Rp. 240 triliun itu didapat dari hutang. Tentu setelah pandemi ini, harga akan ikut melambung. Sasaran pajak akan semakin meluas dan anggaran sosial negara pasti dipenggal untuk bayar utang. Ya setidaknya Korporasi bisa lega karena mereka mendapatkan dana stimulus berukuran jumbo. Semua bilang susah dan danapun mengalir lewat insentif pajak, pelonggaran likuiditas bank, PMN BUMN, dana kompensasi BUMN. Itulah politik...
No comments:
Post a Comment