Friday, June 12, 2020

BIsnis dan Geostrategis Laut China Selatan


“ Babo, saya mau tanya. Kan sesuai data, ada sebanyak 50.000 kapal melintasi Selat Malaka setiap tahunnya, mengangkut antara seperlima dan seperempat perdagangan laut dunia. Kenapa kita engga gunakan power kita untk mita tol fee? Itu kan wilayah perairan kita sebagian besar “ tanya nitizen.

“ Kalau tentukan fee hanya karena kapal asing melintasi perairan kita, itu sama saja dengan bajak laut. Kita kan bukan negara bajak laut. “

“ Kenapa? Salahnya dimana? itukan perairan kita. Wilayah teritorial kita. “

“ Soal perairan atau laut itu diatur oleh UNCLOS atau Convention on the Law of the Sea di bawah PBB. UNCLOS sudah mengatur pada Pasal 17 Konvensi Hukum Laut 1982 yang memberikan hak kepada semua negara, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial. “

“ Kok seenaknya UNCLOS buat aturan begitu. Percuma kita negara kepulauan. Kenapa bisa  begitu ? 

“ Karena awalnya bangsa bangsa di dunia ini hanya berdaulat atas daratan saja, yang mana penduduk bermukim.  Sementara laut adalah wilayah bebas menjadi milik semua negara. Itu yang mendasari keluar resolusi PBB No. 2749 (XXV) 17 Desember 1970 bahwa baik kawasan dasar laut dan dasar samudera dan tanah di bawahnya, di luar batas yurisdiksi nasional, maupun sumber kekayaannya, adalah warisan bersama umat manusia, yang eksplorasi dan eksploitasinya harus dilaksanakan bagi kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruhan, tanpa memandang lokasi geografis negara-negara. Namun akhirnya negara yang punya perairan protes di PBB. Maka keluarlah apa yang disebut dengan UNCLOS ( United nation Convention on the Law of the Sea). Paham ya. “

“ Apa saja kesepakatan dalam UNCLOS itu ?

“ Dalam UNCLOS setiap Negara mempunyai hak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya sampai suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal. Selebihnya disebut landas kontinen harus diselesaikan secara bilateral dengan negara yang bersinggungan. Tapi tidak boleh diluar batas 200 mil atau ZEE. Itu disebut sui generis.”

“ Nah bagaimana soal hukum ZEE itu?

“ Bahwa kewenangan negara dalam ZEE bukanlah sebuah kedaulatan (sovereignty), melainkan hak berdaulat (sovereign rights). Artinya semua negara berhak melintasi wilayah ZEE, kecuali kalau ingin memanfaatkan SDA diatas maupun di bawah laut, harus izin dari negara yang punya hak atas ZEE itu."


"  Berarti hukum ZEE itu kuat sekali. “

“ Engga 100% kuat. Itu kan konsesus diantara anggota PBB. Gimana kalau ada yang engga ikut konsesus ? kan engga berlaku.”

“ Emang ada yang engga ikut konsesus ?

“ Ada. Yaitu Amerika Serikat, Andorra, Eritrea, Israel, Kazakhstan, Kyrgyzstan, PerĂº, San Marino, South Sudan, Syria, Tajikistan, Turkey, Turkmenistan, Uzbekistan, the Vatican, and Venezuela. “

“ Lah dasar mereka apa engga setuju?

“ Ya itu tadi, resolusi PBB No. 2749 (XXV) 17 Desember 1970. Nah belakangan China juga keluar dari UNCLOS dengan mengeluarkan UU yang tidak meratifikasi ketentuan UNCLOS. “

“ Terus kalau ada negara tidak meratifikasi UNCLOS dan kita ada sengketa laut dengan mereka. Gimana jalan keluarnya ? Perang ?

“ Kita hanya berperang kalau negara lain ambil tanah kita. Tetapi ZEE engga bisa. yang bisa dilakukan hanyalah bawa kasus itu pengadilan international. Tetapi kalaupun menang tetap aja tidak ada hak eksekusi. Itu hanya tekanan moral saja. Contoh Phiilipina berseteru dengan China di Laut China Selatan soal Kepulauan Spratly. Bahkan Philipina menggugat China di Artbitrase International di Denhag. Menang. Tetap saja China engga peduli. “ 

“ Jadi gimana caranya agar potensi laut itu bisa kita nikmati?

“ Ya lewat bisnis atau melalui pendekatan geostrategis. Kerjasama dengan negara lain yang punya modal untuk mengolah SDA di laut  China selatan itu. Bisa dengan AS , atau dengan China atau dengan sesama negara ASEAN. Saat sekarang geostrategis wilayah laut itu bukan hanya SDA tetapi yang sangat strategis adalah jalur logistik. Contoh pembangunan pusat industri smelter di Sulawesi,  itu karena alasan logistik. Pembangunan International Hub di Kuala Tanjung Sumut, itu juga alasan logistik. 

“ Gimana dengan armada dan pangkalan perang AS yang ada di LCS. Apakah itu sebagai isyarat AS sangat berkuasa di LCS ?

“ Saat sekarang geopolitik dengan mengandalkan kepada armada perang udah jadul. Engga laku lagi. Apalagi perang dingin udah usai. Sebagian besar negara sudah menerapkan demokrasi. Engga bisa seenaknya aneksasi negara orang.”

“AS dapat apa dari keberadaan armadanya di LCS ?

“ AS hanya buang waktu. Buang ongkos sok jagoan ngider di laut China selatan. Pemasukan engga ada. 

“ Kan LCS ada MIGAS ?

“ Engga ada investor yang mau invest drilling Migas di laut dalam dengan harga minyak yang terus turun. Ongkos drill nya lebih mahal daripada harga MIGAS. 

“ Terus gimana dengan China ?

“ Hebatnya China, mereka melakukan pendekatan geostrategis lewat proyek kerjasama secara B2B. Hampir semua negara ASEAN yang berada di jalur laut China selatan sudah kerjasama dengan China. Itu artinya China tanpa keluar ongkos wara wiri dapat untung dari geostrategis ASEAN, termasuk Indonesia. Amerika hanya bengong dan pusing keluarin ongkos buat armadanya sampai APBN defisit dan terpaksa berhutang ke China agar bisa survive. “

“ Katanya China meng claim kepulauan Natuna?

“ Itu hoax. Kita dan China tidak pernah punya catatan sengketa soal wilayah teritorial. Yang ada itu soal ZEE. Kan udah saya jelaskan dasar hukum ZEE tadi. Paham ya. “

“ Paham Babo. Terimakasih.”

No comments: