Dana akumulasi haji besar sekali. Diatas Rp. 100 triliun. Kalau ditempatkan dalam deposito jelas beresiko. Jelas tidak akan mendapatkan manfaat besar. Mengapa? Karena deposito itu bukan alat investasi real dalam jumlah besar. Itu hanya alat moneter perbankan menjaga likuiditasnya. Justru semakin besar dana ditempatkan di deposito semakin besar resiko bank itu. Pasti ada masalah pada bank itu. Bank sehat apabila akumulasi dana itu berasal dari giro umum karena motif simpanan harian atu kredit. Untuk lebih jelasnya, baik saya ilustrasikan secara sederhana.
Pertama. Kalau kita tempatkan uang dalam deposito, Bank harus menyediakan Cadangan Giro Wajib Minimum ( GWM ). Nilainya 6,5 % dari total deposito. Jadi kalau bank terima deposito sebesar katakanlah Rp. 100 triliun. Maka bank harus menyediakan Rp. 6,5 triliun. Mengapa? Karena deposito dalam jumlah besar itu akan mengganggu likuiditas bank. Makanya perlu GWM sebagai sikap prudent. Lain halnya kalau uang itu ditempatkan di rekening tabungan harian atau R/K. Itu tida ada kewajiban GWM.
Makanya kalau bank terima deposito diatas Rp 1 triliun, mereka tidak akan mau terima kalau bunga tidak deal didepan. Semakin besar bank semakin kecil bunga. Tentu semakin kecil resiko. Yang saya tahu deposito diatas Rp 1 triliun itu bunga paling tinggi 1% sebelum pajak. Kalaupun ada yang diatas 1%, itu bank kecil. Resiko besar menanti. Makanya proses penempatan dana haji dalam bentuk deposito di bank dalam jumlah besar pastilah melewati financial engineering. Pihak arranger ( pengusaha), deposan dan bank ikut bermain. Biasanya mereka menggunakan credit link note alias deposito abal abal. Bunga engga pasti, pencairan juga engga jelas.
Kedua. Kan beresiko penempatan deposito dalam jumlah besar ? ya memang beresiko, Karena itu UU LPS, deposito yang dijamin negara hanya Rp. 2 miliar. Diatas itu tidak ada jaminan. Jadi kalau bank engga bisa bayar, ya sudah wassalam. Mau uang haji dibuat resiko? Seperti sebelum ada UU No. 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji.
Ketiga, dengan memahami 1 dan 2 itu, semoga bisa mengubah sudut pandang awam anda dalam dunia perbankan. Tahu betapa pentingnya fasilitas insetif ( subsidi ) negara terhadap dana haji dalam bentuk produk investasi yang dijamin negara. Tahu betapa beresikonya dana haji yang ditempatkan di bank tanpa ada jamina resiko dan bunga semaunya. Paham ya.
***
Sebenarnya program dana haji ini pertama kali aja sejak tahun 1996, Keppres No. 35 Tahun 1996 dan 52 Tahun 1996, yang kemudian dikukuhkan dalam UU No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji, bahwa DAU merupakan hasil efisiensi dana BPIH. Akhirnya pengukuhan ini diikuti dengan terbitnya Keppres No, 22 tahun 2001 tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat. Penggunaan DAU itu untuk pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial, ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana ibadah, penyelenggaraan ibadah haji. Tapi yang dipakai itu hanya bunganya saja. Sementara pokoknya tidak.
Pada pertengahan 2005, terjadi kasus korupsi DAU. Kasus ini menjadikan Taufiq Kamil, Dirjen Bimas Islam dan Said Agil Husin al Munawar, masuk bui. Masing masing kena penjara 4 tahun dan 5 tahun. Tapi setelah itu dibentuk BPIH. Badan dibawah menteri agama. Saat itu bukan rahasia umum bila banyak pengusaha melobi dana haji ini untuk dapat pembiayaan proyek. Caranya sederhana aja. Anda bisa geser uang itu ke bank yang mau beri anda kredit. Bunga diatur. Skemanya, kapitalisasi bunga setahun dijadikan collateral. Sementara BPIH dapat uang didepan dana manfaat dari pengusaha.
Mari saya ilustrasikan sederhana bagaimana skema dapat uang mudah untuk bisnis. Katakanlah anda punya proyek. Butuh dana Rp 100 miliar. Anda dekat dengan penguasa. Sehingga anda punya akses kepada pengelola dana haji. Anda bisa arahkan dana haji untuk placement ( penempatan ) pada bank yang dimana anda dapatkan kredit. Memang dana haji itu dijamin oleh deposito. Tidak ada kaitan dengan loan anda. Tetapi kalau anda pinjam uang Rp. 100 miliar ke bank dan anda bisa giring uang haji Rp. 1 triliun ke bank. Masalah kredit jadi mudah. Apalagi bunga bisa diatur ( TST.). Hampir semua konglo yang dekat dengan SBY pasti pernah menikmati deal ini.
Dari skema itu, semua stakeholder dana abadi haji kaya raya. Pengusaha, Anggota DPR, tokoh agama, ormas keagamaan. Mereka semua jadi channeling lobi dapatkan skema pembiayaan kredit murah meriah dan mudah. Tetapi apa yang terjadi? Ketika Jokowi masuk Istana, dia kaget. Karena dana haji yang terkumpul tidak lagi sesuai dengan biaya haji yang harus dikeluarkan. Pendapatan dari bunga dan deposito tidak bisa mengcover biaya haji. Malah jadi scheme ponzy. Ya gimana mau cover biaya. Lah bunganya TST ( tahu sama tahu).
Masalah ini tidak bisa lagi diselesaikan oleh Presiden. UU 13/2008 tidak bisa memberikan solusi. Ada pihak yang datang ke menteri agama dan MUI. Mereka tawarkan program investasi atas sisa dana haji yang ada dan termasuk skema penyelesaian dana haji yang tersandera (outstanding). Saya senyum aja baca proposal itu. Ini keterlaluan skemanya, Eh entah mengapa proposal itu malah begulir ke DPR. Maka keluarlah UU No. 34 tahun 2014.BPIH dihapus diganti dengan BPKH ( Badan Pengelola Keuangan Haji). Mungkin sama dengan skema bail-in Jiwasraya. Hanya bedanya ini engga ada yang masuk penjara. Sejak tahun 2017, keuangan haji bukan lagi menjadi tanggung jawab Kementerian Agama tapi BPKH. Tapi apakah setelah itu, bisa lagsung diterapkan. Tidak mudah. Pasti ada perlawanan dari semua stakeholder yang sebelumnya menikmati rente dana haji. Lobi sana sini. Tapi jokowi santai saja. Dia bergeming.
Butuh 4 tahun kemudian barulah keluar PP No. 5 /2018 yang memberikan mandat kepada BPKH ( Badan Pengelola Keuangan Haji ) untuk mengelola keuangan haji. Nah dengan adanya PP itu maka skema subsidi dana haji bisa diterapkan. Ya investasi SUKUK dana haji di create pasti untung dan resiko dijamin negara. Dan itu hanya berlaku pada investasi dana haji, engga berlaku bagi lembaga keuangan lain yang juga mengelola dana publik seperti dana pensiun. Bagaimana dengan dana yang tersandera itu? apakah sudah selesai ? Entahlah. Yang saya tahu sekarang uang haji ditempatkan di SBN SUKUK. Tapi tempo hari BPKH gunakan uang haji untuk bailout Bank Muamalah. Faktanya waiting list semakin lama dan biaya terus naik dan naik. Seperti ponzy mungkin tepatnya.
No comments:
Post a Comment