Sunday, June 28, 2020

Jokowi marah dan reshuffle


Pengeluaran Pemerintah merupakan bagian dari kebijakan fiskal yaitu suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin dalam dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk nasional dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk daerah atau regional. Tujuan dari kebijakan fiskal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output, maupun kesempatan kerja dan memacu atau mendorong pertumbuhan ekonomi.
“ Babo, mengapa sampai Jokowi keliatan marah soal leletnya menteri mengeluarkan anggaran? Tanya nitizen.

“ Dalam ilmu ekonomi, spending pemerintah itu sangat penting terutama disaat krisis, apalagi resesi. Semakin besar dan cepat penyaluran APBN semakin efektif mencapai laju pertumbuhan. Makanya ada istilah stimulus ekonomi. Itu pemerintah create uang melalui sistem untuk memberikan doping kedalam sistem ekonomi agar kegiatan produksi dan konsumsi terjadi. Sehingga roda ekonomi terus berputar.”

“ Ya kenapa sampai Jokowi marah. Bilang kalau perlu reshuffle atau bubarkan lembaga. Itu kan benar benar serius.”

“ Duh, bayangin aja. Kita itu sedang menghadapi pandemi dan krisis ekonomi. Kedua hal itu membuat dunia usaha tidak bisa melakukan ekspansi. Terbukti penerimaan pajak drop. Dalam situasi ini, ya pemerintah harus lead melakukan ekspansi lewat APBN. Yang mungkin bikin Jokowi geram itu karena defisit APBN itu dibiayai dari utang. Utang, kan setiap hari bunga jalan terus. Nah apa jadinya kalau uang itu tetap di kas kementrian atau Pemda. Pemerintah tetap harus bayar bunga. Sementara manfaatya engga significant. “

“ Bisa jelaskan kerugian dari akibat terlambatnya penyaluran APBN ?

“ Coba kamu hitung. Rencana total utang untuk stimulus dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) itu mencapai Rp. 990,1 triliun.  Pemerintah bulan Mei lalu sudah keluarkan SBN sebesar Rp420,8 triliun. Sisanya mungkin bulan depan. Nah hitung aja kalau bunga 0,5% sebulan x Rp. 420 triliun, itu biaya bunga sebulan Rp. 2,2 triliun. Artinya kalau sebulan Menteri atau pemda engga kerja atau lambat salurkan dana utang itu, pemerintah tekor Rp. 2,2 triliun. Itu uang engga kecil. Itu dari segi rugi bunga. Belum lagi kerugian yang dirasakan oleh dunia usaha akibat terlambatnya belanja pemerintah.  Belum lagi kerugian  UMKM yang belum dapat stimulus dan derita orang miskin yang belum juga dapat dana Bansos yang dijanjikan“

“ Kenapa susah banget salurkan dana APBN itu ?

“ Ya masalahnya macam macam. Tetapi intinya SDM kementrian dan PEMDA itu memang low grade. Apalagi pengawasan KPK sangat ketat. Mereka udah takut duluan belanja. Kawatir masuk penjara. “

“ Padahal kalau mereka memang kerja tulus, kenapa takut.?

“ Persoalannya mereka liat prosedur cairkan anggaran susah dimainkan, ya mereka males belanja. Ya sama dengan tikus. Walau kamu kasih umpan ikan teri, tetapi dia tahu jebakan ada dimana mana, mana mau tikus makan teri itu.”

“ Kan sudah ada UU  Nomor 1 Tahun 2020 (Perpu 1/2020) yang membebaskan aparat dari perdata maupun pidana atas penggunaan anggaran terkait covid-19.”

“ UU itu hanya memberikan imunitas atas kebijakan, bukan pada penggunaan anggaran. Kalau memang terbukti ada pelanggaran atau penyalah gunaan wewenang anggaran untuk kepentingan pribadi atau orang lain, ya tetap saja kena pidana korupsi.”

“ Gimana pendapat Babo soal reshuffle ?

“ Memang menteri sekarang prestasinya biasa biasa saja. Benar Jokowi, padahal kita sekarang sedang krisis. Artinya memang diperlukan langkah extra ordinary. Dari segi ekonomi antara BI dan Menteri Keuangan terjadi peebedaan soal burden sharing. Padahal soal perbankan seharusnya tugas BI bantu. Tetapi BI tetap engga mau. Terpaksa Menteri keuangan tarik uang pemerintah yang ada di BI dan tempatkan di bank bank pemerintah agar likuiditas perbankan jadi lancar. Karena kalau likuiditas terganggu bisa berdampak sistemik. 

Antara menteri Sosial dan PEMDA berbeda pendapat dan angka soal Bansos. Akibatnya penyaluran dana Bansos jadi lambat. Belum lagi dana kesehatan covid-19, juga lelet disalurkan oleh menteri kesehatan. Antara Meneg BUMN dan Menteri Keuangan berbeda pendapat soal stimulus bagi BUMN. Akibatnya relaksasi keuangan BUMN terlambat.  3 BUMN terpaksa  ratingnya diturunkan oleh Moody jadi  negatif. Penyaluran dana talangan berupa pelunasan utang pemerintah dalam rangka PSO juga terlambat disalurkan kepada PLN, Pertamina, Bulog dan lainnya. “

“ Jadi solusinya apa ?

“ Ya reshuffle dan percepat new normal. Itu aja.”

No comments: