Wednesday, June 24, 2020

Resiko ekonomi Covid-19


Teman saya kepala Daerah mengatakan kepada saya bahwa pananganan Covid-19 ini benar benar memakan anggaran dan menguras Sumber daya.  Hampir 90% sumber daya pemda dikerahkan untuk menghadapinya. Semua itu perlu ongkos.  Untuk tingkat kabupaten saja anggaran pengawasan PSBB, seperti honor petugas lapangan (TNI dan POLRI, Satpol PP, RT/RW), biaya transportasi dan konsumsi dan lain lain, bisa mencapai puluhan miliar per bulan. Rata rata setiap Pemda merealokasikan anggarannya sebesar 10% dari total APBD. Diperkirakan anggaran untuk kesehatan secara langsung hanya 20% dari total anggaran. Selebihnya adalah anggaran pengawasan dalam rangka PSBB dan Bansos.

Bagaimana dengan pusat? Di Indonesia semua pasien COVID-19 biayanya ditanggung negara yang diperkirakan mencapai Rp. 50 juta per pasien. Kalau jumlah pasien berdasarkan update 23 juni mencapai 46.845, maka diperkirakan pemerintah keluar uang kurang lebih Rp 2 triliun.  Kalau ditotal anggaran nasional termasuk tenaga medis, santunan kematian, pembiayaan gugus tugas, dan lain lain mencapai Rp 87,55 triliun. Belum lagi anggaran dukungan  kelembagaan disemua sektor yang mencapai Rp 97,11 triliun.

Sementara agar dunia usaha tidak masuk ke jurang resesi terlalu dalam, maka pemerintah harus terlibat langsung dan tidak langsung mengatasinya. Dari segi ekonomi anggaran yang kasat mata, yang menjadi program penanggulangan terhadap mereka yang terkena dampak ekonomi sebesar Rp 203,9 triliun. Itu anggaran langsung berupa Bantuan Sosial. Sementara Bantuan secara tidak langsung bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terdampak Covid-19 sebesar Rp 123,46 triliun. Anggaran sebesar itu digunakan untuk membiayai subsidi bunga, penempatan dana untuk restrukturisasi dan mendukung modal kerja bagi UMKM yang pinjamannya sampai Rp 10 miliar, serta belanja untuk penjaminan terhadap kredit modal kerja darurat. 

Juga dikucurkan anggaran sebesar Rp 120,61 triliun untuk insentif dunia usaha agar mereka mampu bertahan dengan melakukan relaksasi di bidang perpajakan dan stimulus lainnya. dan  pemerintah juga menganggarkan Rp 44,57 triliun bagi pendanaan korporasi yang terdiri dari BUMN dan korporasi padat karya. Kalau ditotal anggaran itu semua mencapai Rp 677,2 triliun.

Tahukah anda, anggaran infrastruktur tahun 2020 mencapai Rp. 405 triliun. Itu artinya hanya 60% dari total anggaran Covid-19. Tetapi dari Rp 405 triliun itu kita bisa bangun jalan 837 km, pembangunan jalur kereta api sepanjang 238,8 km, penyelesaian tiga bandara baru, rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi untuk 16 ribu ha dan pembangunan bendungan sebanyak 49 unit, pembangunan rusun sebanyak 5.224 unit dan pembangunan rumah khusus sebanyak 2.000 unit. Atau anggaran sebesar Rp. 677 triiun itu sama dengan dua kali anggaran ibukota baru. Atau setara dengan 8 tahun APBD DKI. Anggaran itu hanya yang nampak dan terukur. Yang tidak nampak namun dirasakan massive oleh rakyat lebih besar lagi. Faktanya hasil suvery BPS pertumbuhan ekonomi Q2 minus 7 %. Proyeksi tersebut lebih anjlok dari perkiraan pemerintah yang minus 3,1 persen-minus 3,8 persen pada kuartal II 2020. Bukan hanya indonesia. Dunia juga sama. Mengalami minus pertumbuhan ekonominya.

Memang dahsat sekali sumber daya tersedot untuk Covid-19 ini.  Yang terasa costly adalah karena sebegitu besarnya anggaran keluar namun tingkat ketidak pastian sangat tinggi dan kebocoran juga tinggi. Tidak menjamin bisa sukses mengatasinya. Menurut hitungan saya, kalau program new normal ini terhenti karena alasan masih tingginya kasus covid-19 maka tanpa disadari kita sedang menuju kehancuran peradaban. Apalagi situasi ketidak pastian ini dimanfaatkan oleh oposisi non parlemen untuk membangun distrust terhadap pemerintah dan semakin intens menggoyang stabilitas politik. Andaikan kelak kita bisa atasi Covid-19, itu sudah terlambat. 

Di sinilah diperlukan keberanian Jokowi bersikap. Apakah kita memilih play safe dengan mengorbankan ekonomi karena paranoia Covid-19 atau kita taken risk melewatinya. Memang bukan pilihan yang mudah tetapi apapun itu ada resikonya di masa depan.

No comments: