Monday, June 29, 2020

Bisnis merampok uang publik.


Amir punya rencana bisnis ternak ikan arwana. Biaya benih dan perawatan sampai siap jual Rp. 1 juta. Harga jual Rp. 6 juta.  Untung 5 juta atau 500%. Amir ingin kembangkan bisnisnya jadi besar. Untuk itu dia membeli perusahaan yang sudah IPO, yang sahamnya tidak lagi aktif diperdagangkan. Skemanya akuisisi backdoor. Tentu harganya murah. Tanpa perlu melalui prosedur bursa dia bisa punya perusahaan publik. Kemudian setelah dia beli perusahaan itu, dia lakukan right issue dengan memasukan rencana bisnis ikan arwana. Kebayangkan bagusnya ini bisnis. Untung bagus, peluang bagus. Namun untuk bisa sukses right issue, dia perlu bandar yang punya uang mau beli sahamnya.
Amir mendatangi Bimo yang dikenal dekat dengan perusahaan asuransi yang jago pooling fund lewat SavingPlan. Mereka berdua bicara kepada Direktur Asuransi itu tentang prospek keuntungan bisnis ikan arwana itu. Saham yang ditawarkan diyakini akan meningkatkan nilai berlipat. Direktur Asuransi tertarik. Mengapa? Dia akan tawarkan bunga lebih tinggi bagi peserta atau investor savingPlan. Kalau tabungan di bank sebesar 6%. Dia akan tawarkan bunga SavingPlan 10% setahun. ini peluang untuk meningkatkan kemampuan mesin uangnya menarik dana dari nasabah lewat lewat product SavingPlan.
Amir dan Bimo dari awal mereka sadar bahwa mereka hanya ingin merapok uang nasabah Asuransi yang berinvestasi di SavingPlan. Itu sebabnya mereka tidak mau ambil uang langsung dari Perusahaan Asuransi. Biar aman dan clean secara hukum, mereka sarankan kepada perusahaan asuransi untuk membeli product reksadana yang ditawarkan oleh Manager investasi yang terdaftar di OJK. Nah agar agenda merampok itu tercapai. Amir dan Bimo yang menentukan Manajer investasi mana yang bisa kerjasama dengan perusahaan asuransi itu. Kenapa Direktur Asuransi mau? Karena diantara mereka sudah ada persekongkolan merampok dana asuransi itu.
Kepada manager investasi, Amir dan Bimo tawarkan skema investasi. Apa skemanya? Manajer investasi mengeluarkan reksadana dan pembelinya adalah perusahaan Asuransi itu. Uang dari penjualan reksadana itu digunakan untuk membeli saham yang ditentukan oleh Amir dan Bimo.  Karena manajer investasi tidak hanya satu tapi ada beberapa yang terlibat di bawah kendali mereka, maka mereka bisa mengatur ritme perdagangan di bursa agar saham yang ditawarkan bisa terus meningkat nilainya. Artinya mereka sengaja melakukan transaksi pretender namun real dengan tujuan menarik investor bursa agar ikut membeli saham mereka. Hargapun digoreng agar melambung. Modus ini sukses. 
Karena skema pertama yaitu bisnis ikan arwana berhasil. Semua pihak yang tadinya masih ragu terhadap Amir dan Bimo, sekarang mereka semua terlibat merancang business yang bisa di create agar masuk akal digoreng lewat bursa.  Amir menawarkan business property yaitu membangun proyek kawasan perumahan. Beli tanah per meter persegi Rp. 100.000. Setelah ada infrastruktur dasar, tanah dijual berdasarkan kaveling seharga Rp. 3 juta per M2. Bayangin untungnya. Berlipat kan. Lagi lagi modusnya membeli perusahaan gocap di bursa dan kemudian business property itu dicemplungkan sebagai underlying narik uang lewat bursa. Skema lewat persekongkolan terjadi seperti awal bisnis Arwana. 
Begitulah walau value saham tinggi. Namun tidak ada likuiditas real. Semua karena market created. Yang ada hanya catatan akuntasi saja.  Lambat laun dana asuransi dari hasil pooling fund produk SavingPlan semakin membesar. Sementara investor yang nabung lewat SavingPlan Asuransi menuntut uang tunai setiap bulan. Karena uang tidak ada. Yang ada hanya lembaran saham yang engga laku dijual, terpaksa perusahaan asuransi bayar bunga  pakai uang tabungan nasabah. Maka jadilah ia ponzy. Karena sumber dana asuransi sudah mulai seret. Maka dicari lagi mangsa, yaitu tabungan pensiun pegawai. Sama yang ditawarkan seperti skema arwana dan property.  
Di sisi lain, saham yang digoreng oleh Amir dan Bimo itu sudah melambung. Membuat Marcap naik berlipat. Maka Amir dan Bimo, menarik uang dari investor dengan skema REPO. Nilai saham sesuai Marcap itu digadaikan dengan skema dijual sekarang namun mereka punya kewajiban membeli kembali. Harga saham ditentukan didepan pada waktu dibeli kembali kelak. Agar investor tertarik. Harga repo itu dibuat rasional tinggi sesuai dengan trend marcap. Mereka berhasil menarik dana dari investor. Perhatikan. Mereka dapat uang dari asuransi lewat Manajer Investasi, dan kemudian dapat lagi uang dari investor lewat Repo. Tapi dengan skema REPO ini memaksa Amir harus putar otak untuk terus goreng saham agar tidak ada kewajiban top-up karena saham jatuh atau terlalu besar rugi ketika harus membeli kembali saham itu.

Karena itu mereka kaya raya. Bukan hanya Amir dan Bimo, tetapi semua mereka yang terlibat kaya raya, termasuk oknum asuransi dan otoritas. Mereka punya apartemen mewah. Rumah mewah. Kendaraan mewah. Pesta di club mewah bersama lady super model, menikmati pergaulan berkelas dengan elite politik, dan otoritas. Namun setiap pesta ada akhirnya. Setiap ilusi ada akhirnya. Ketika sampai batas tidak bisa lagi permainan digelar karena sudah diatas limit dan investor sudah mulai panik minta uangnya kembali, saat itulah tirai yang megah pecah berkeping keping. Sehingga semua nampak jelas. Jelas, tidak ada yang diperdagangkan. Semua illusi. 
Cerita diatas hanya bagian kecil dari skema hedge fund yang di create pemain pasar. Bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di luar negeri, di banyak negara. Selalu kasus terbuka setelah terjadi kerugian sangat besar dan korban sangat massive. Dan baru disadari ternyata modus itu sudah berlangsung tahunan sepengetahuan otoritas. Mengapa modus itu bisa terjadi? Karena pengawasan dari otoritas lemah. Tembok pagar memang tebal dan tinggi. Tidak bisa dijebol dengan apapun. Tetapi penjaga pintu adalah manusia.  Ternyata dengan lembaran uang, pintu terbuka. Tembok tebal dan pagar tinggi tidak ada artinya.

"Everybody was greedy, everybody wanted to go on and I just went along with it,” Semua orang rakus, semua orang ingin terus begitu, dan saya sih ikutan aja. “Kata Madof, pemain hedge fund legendaris, yang menciptakan skandal kerugian di bursa mencapai sebesar USD 65 miliar atau Rp. 1000 triliun. Artinya yang rakus itu bukan hanya pemain, termasuk korban juga rakus. Kalau mereka tidak rakus mana mungkin mereka jadi korban bujukan pemain.

Nah hebatnya di era Jokowi, kasus begini walau melibatkan BUMN namun tidak dibawa ke KPK atau polisi tetapi dibawa ke Kejaksaan agung dengan pasal Pencucian uang.  Dengan demikian Jaksa bisa sita semua asset terkait langsung maupun tidak langsung dengan pelaku. Sehingga kerugian bisa diminimal dan publik ataupun BUMN tidak sampai terlalu besar dirugikan. Dan dipastikan pelaku miskin. Tetapi kalau masuk kasus korupsi, pelaku masuk penjara namun tetap kaya raya.

No comments: