Monday, July 6, 2020

BI dan Kementrian keuangan..



Pelemahan rupiah belakangan ini lebih disebabkan faktor domestik. Di samping kasus COVID-19 masih terus nambah, ada hal yang serius yaitu perseteruan antara Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia. Tetapi sebetulnya bukan perseteruan dalam arti negatif. Dua lembaga ini berpatokan dengan UU atas tugasnya masing masing. Alotnya pembahasan soal burden sharing memang membuat pasar bereaksi negatif. Pasar kawatir BI tidak lagi sepenuhnya Independent di hadapan pemerintah.  Tetapi sebetulnya masalah Burden sharing ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di negara lain. Dalam teori ekonomi , burden sharing ini dikenal dalam rangka Quantitative easing. 

“ Bro, minggu lalu baca engga berita. Itu menteri keuangan perintahkan uang pemerintah Rp. 30 triliun yang ada di BI dipidahkan ke Bank BUMN. Jumlahnya engga kecil loh. “ Kata teman tadi siang waktu kami bertemu dalam rapat bisnis.

“ Itu biasa saja. Itu kan uang hasil penjualan SBN yang ditempatkan di BI. “ Kata saya.

“ Ya tapi dampaknya pasar bereaksi negatif.  Pasar menilai ada ketidak harmonisan antara Menkeu dan BI  dengan terlambatnya pelaksanaan skema burden sharing itu.“ Kata teman

“ Engga begitu. Masalah Burden sharing itu juga dilakukan oleh negara lain, seperti Chili, Kolumbia, Hungaria, India, dan Korea Selatan. Selain itu juga Meksiko, Polandia, Filipina, Afrika Selatan, dan Turki serta Thailand juga melakukan hal serupa. Dalam ilmu ekonomi juga itu dipelajari. Biasa saja. “Kata saya.

“ Kan sebetulnya sudah ada kesepakatan awal antara Menteri keuangan dan BI soal burden sharing. Ada tiga kategori yakni pertama, kategori Public Goods (Kesehatan, Perlindungan Sosial, Sektoral, K/L, Pemda) yang sebesar Rp 397 triliun bunga SBN ditanggung seluruhnya alias 100% oleh BI. Kedua, katagori Non-Public Goods (UMKM) senilai Rp 123,46 triliun, BI dan Menkeu sepakat bahwa BI akan menanggung sampai dengan di bawah 1% Reverse Repo Rate. Ketiga, ketegori Non Public Goods (Lainnya) kesepakatannya bunga akan ditanggung 100% oleh Pemerintah. Tapi BI lambat mereponse situasi. Makanya Menteri Keuangan ambil keputusan pindahkan uang pemerintah yang ada di BI ke Bank BUMN” Kata teman.

“ Memang lambat. Karena BI harus hati hati menghitungnya. Engga bisa cepat begitu saja. Senin 6 juli kemarin BI sudah setuju setelah bertemu dengan DPR dan Menteri keuangan. Semua punya concern yang sama bahwa yang di hadapi sekarang ini adalah extra ordinary.” Kata saya.

“ Jadi ketahuan kan. Kemarin marahnya Jokowi kemungkinan bukan kementri tetapi ke BI dan anggota DPR yang main mata dengan BI.  Karena mata anggaran sudah ada. UU 1/2020 sudah diteken DPR. Tetapi duit belum ada.  Sampai Jokowi ancam mau bubarkan lembaga.” Kata teman seraya tersenyum.

“ Uang sudah ada. Ini hanya masalah management keuangan dan cashflow agar fiskal kita aman. Peran kabinet juga memang lelet termasuk Pemda. " Kata saya

" Tapi bagaimanapun peran BI sangat besar membuat melambatnya spending,  tertundanya program stimulus dan relaksasi perbankan" Kata teman

"Ini soal sistem. Kamu harus maklum, posisi BI itu memang rumit. Bayangin aja. Mereka harus beli SBN yang diterbitkan pemerintah, dan juga harus tanggung bunga lagi. Pemerintahkan hanya buat anggaran dan DPR setuju. Lah duit dari BI. Tentu akan memengaruhi postur atau kondisi neraca keuangan BI. Kalau BI engga sehat, peran BI menjaga stabilitas pasar keuangan bisa terganggu. Kita semua yang rugi“ Kata saya.

“ Tapi kan menteri keuangan sudah hitung dampaknya. Tidak akan merugikan BI. Karena ini berhubungan dengan cara menjaga keberlangsungan fiskal agar tetap terkendali, sustainable, dan kredibel.” kata teman. Saya hanya tersenyum. “ dan lagi di saat krisis dan pandemi ini, BI harus berpikir cepat. Apalagi PERPPU No. 1/2020 sudah disahkan menjadi UU No. 1/2020 Februari 2020. Kenapa mereka lelet banget” Sambungnya dengan gusar.

Saya bisa merasakan keresahan dari ibu SMI karena terlambatnya kesepakatan soal burden sharing ini. Karena kalau terlambat penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional dampaknya sangat luas bagi perekonomian nasional. Ongkos akan terus  bertambah. Tetapi inilah ongkos dari sistem demokrasi. Masing masing lembaga bekerja berdasarkan UU dan setiap pejabat bertanggung jawab kepada UU. Apalagi BI bukan di bawah pemerintah tetapi di bawah DPR dengan kekuasaan independent. 

No comments: