Tuesday, July 14, 2020

Pandemi, resesi dan ancaman kelaparan



Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menjelaskan, pandemi covid telah membawa perekonomian global jatuh ke dalam jurang krisis. Sebab, 95 persen negara-negara di dunia diproyeksi bakal mengalami kontraksi atau atau pertumbuhan ekonomi di zona negatif.  IMF memproyeksi kerugian perekonomian global akibat pandemi virus corona bisa mencapai 12 triliun dollar AS atau sekitar Rp 168.000 triliun (kurs Rp 14.000). Bayangkan saja PDB kita USD 1 triliun.  Saya tak akan mengurai detail mengenai negara miskin. Tetapi mari kita lihat naga dunia yang sekian decade sebagai cahaya dan keajaiban ekonomi dunia. 

Pertama adalah Singapore. Negara yang bertumpu pada pusat jasa keuangan dan logistik Asia, serta wisata. Saat sekarang negeri Singa itu praktis sudah masuk ke jurang resesi. Pertumbuhan mengalami kontraksi 41,2% di kuartal-II 2020 jika dibandingkan dengan kuartal-I 2020 (qtq). Sementara PDB ajlok 12,6% atau pendapatan rata penduduk singapore pertahun turun sebesar USD 10.000 kalau berdasarkan pendapatan perkapita tahun 2019 sebesar USD 70.000. Rasio hutang udah mencapai 114% dari PDB.

Kedua, Negara Timur Tengah dan Afrika Utara. Negara yang sebelumnya makmur karena sumber daya minyak dan gas. Namun kini semua suffering. Arab Saudi dulu terkenal sebagai negara bebas pajak, tapi kini negara kerajaan itu menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 5% ke 15% dan tidak lagi membayarkan subsidi bulanan biaya hidup mulai Juni.  Pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut, tahun ini akan terkontraksi alias minus 5,7%. Angka ini lebih rendah 2,4% dibandingkan proyeksi IMF sebelumnya di April 2020.  Rasio utang Lebanon bakal mencapai 183% dari PDB, dan Mesir mencapai 90% dari PDB. Karena kontraksi ekonomi, PDB per kapita di wilayah tersebut menurut IMF bakal turun dari US$ 2.900 di 2018/2019 menjadi hanya US$ 2.000 di tahun ini. Indonesia termasuk masih bagus dengan tingkat utang berkisar 30% dari PDB.

Ketiga, China yang dikenal sebagai keajaiban ekonomi dunia, kini semua sektor ekonomi praktis melambat. Biro Statistik Nasional Negeri Tirai Bambu atau China melaporkan ekonomi pada kuartal I-2020 terkontraksi alias tumbuh negatif -6,8% year-on-year (YoY). Ini adalah kontraksi pertama sejak China mencatat pertumbuhan ekonomi secara YoY pada 1992. Padahal China merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS). Semua output industry jatu dibandingkan tahun tahun sebelumnya yang tidak pernah di bawah 5%. Kini output industri hanya tumbuh 3,5%. Itu sebabnya angka pengangguran meningkat sebesar 6%. Utang terhadap PDB mencapai lebih 300%.

Keempat, Bila sebelum tahun 2020 Ekonomi AS mengalami krisis sebagai kelanjutan kejatuhan Wallstreet tahun 2008, kini AS bukan lagi krisis dan resesi tetapi sudah collapse. PDB pada kwartal kedua tahun ini jatuh sebesar 17%. Penjualan makanan dan minum telah turun 50%, penjualan di toko pakaian turun 89%, dan penjualan di perabotan rumah dan toko elektronik turun 66%.  Ada penurunan yang dramatis dan akan menyebabkan tingginya angka kemiskinan. Pengangguran juga diprediksi bakal tinggi, khususnya untuk kalangan remaja. Tingkat utang udah diatas 100% dari PDB.

Tadi sore saya makan malam dengan teman di Robot Cafe Pacific Place. Setelah bicara bisnis, dia bertanya kepada saya “ Mengapa sampai begitu cepatnya terjadi perubahan ekonomi. Padahal kalau bicara penyebabnya covid-19, kan baru 6 bulan sejak kali pertama terjadi di China. Mengapa ?

“ Pertumbuhan ekonomi dunia selama ini terjadi karena pembangunan sektor produksi dan insfrastruktur yang bertumpu pada utang. Sementara biaya operasional tergantung kepada cash flow atau arus kas yang sangat rentan dengan gejolak arus kas masuk.  Pabrik yang dibangun dengan biaya investasi katakanlah Rp. 100 miliar. Tersedia kas hanya 10% atau Rp. 10 miliar untuk biaya operasional 3 bulan. “ Kata saya. 

“ Apa jadinya kalau selama lebih 3 bulan, tidak ada pemasukan. “ tanyanya.

“ Ya. Semua sumber daya dalam pabrik itu tidak punya value lagi. Itu menjadi beban investasi yang ada. Sementara sumber pendanaan dari bank hanya sebatas relaksasi yang sama seperti membuang sabun ke dalam Bak. Itu hanya masalah waktu akan habis dimakan biaya operasional tanpa ada pengaruh terhadap peningkatan penjualan. Itu terjadi bukan hanya sektor industri tapi pada semua sektor. Walau rentang waktu singkat namun proses kejatuhan cepat pula. “

“ Ya kenapa sampai begitu ?

“ Maklum hampir semua negara tergatung pendapatan pada korporat. Contoh negara kita 80% penerimaan dari pajak. 90% pajak itu dari korporat. Sementara tingkat ketergantungan masyarakat kepada sektor korporat juga tinggi yang kini rata rata mencapai diatas 60%. Nah dunia korporat itu sangat tergantung kepada cash flow. Sumber cash flow dari sisi pemasukan adalah penjualan. Kalau penjualan merosot akibat harga jatuh dan pasar menyusut, maka cash flow akan terganggu. Sekali cash flow terganggu maka struktur bisnis juga retak dan ekonomi nasional oleng. Apa yang dibangun menjadi beban, bukan lagi value yang selama ini menjadi sumber ekspansi” 

“ Kenapa yang sudah dibangun engga bernilai lagi ?

“ Karena orang tidak hidup pada masa lalu. Orang hidup pada masa kini. Di masa kini uang seret akibat krisis dan pendemi, ya semua yang ada akibat masa lalu seperti pabrik , infrastruktur ekonomi bahkan rumah, kendaraan, anak menjadi sumber masalah. Padahal sebelumnya itu sebagai sumber kebahagiaan dan harapan.” Kata saya sekenanya.

“ Bukankah negara negara di dunia sekarang sudah bisa mengatasi soal cash flow lewat operasi moneter dan fiskal atau stimulus ekonomi. Negara mensuplai uang lewat beragam program, sejak dari bantuan sosial sampai kepada likuiditas perbankan agar bisa menggerakan mesin ekonomi. Apa itu tidak cukup ? Kata teman.

“ Untuk mengembalikan ekonomi seperti sebelum tahun 2020 atau sebelum covid-19 jelas tidak cukup. Data pertumbuhan ekonomi untuk kelompok negara maju diproyeksi bakal kontraksi 8 persen pada tahun 2020. Angka tersebut lebih rendah 1,9 poin persentase jika dibandingkan dengan prediksi April 2020 lalu. IMF menilai, terdapat hantaman yang lebih hebat dari ekspektasi terhadap perekonomian kelompok negara maju di semester I tahun ini.”

“ Kira kira apa kunci bisa bertahan dari situasi agar posisi tidak jatuh ke jurang resesi ? Kata teman.

“ Yang bisa menahan posisi itu hanya negara yang punya sumber daya besar. Bukan hanya dari sisi produksi tetapi juga konsumsi. Seperti China, saat sekarang masuk semester pertama, ekonomi tertolong oleh konsumsi domestik.  Tetapi negara seperti Singapore dan Timur Tengah yang walau ukuran ekonomi besar namun kapasitas konsumsi domestik tidak seimbang dengan mesin produksi. Ya sangat mudah kena resesi. Indonesia juga sama akan masuk resesi kalau telat melakukan spending APBN. Itu sebab kemarin Jokowi marah marah. Karena dia tahu yang bisa selamatkan ekonomi hanya lewat spending APBN, memacu konsumsi domestik."

“ Ya problemnya konsumsi domestik itu hanya terjadi apabila terjadi kehidupan normal seperti sebelum ada pandemi. Apa jadinya kalau kehidupan normal belum terjadi sampai akhir tahun?

“ PPB mengatakan pandemi ini dapat menyebabkan sekitar 132 juta orang kelaparan pada tingkat yang kronis pada akhir tahun ini. Mungkin kita selamat dari COVID-19, tetapi siap siap terjadi wabah kelaparan dan chaos ekonomi yang berujung kepada chaos sosial. Makanya tergantung sikap pemeritah. Apakah segera masuk hidup normal, masuk proses recovery, ada hope atau  tunggu sampai betul betul bersih covid-19, siap siap ekonomi collapse. Setiap pilihan tentu ada resiko. ” Kata saya.

“ Jadi …” Kata teman. Wajah cantiknya semakin nampak menua. Saya jadi engga tega bicara lebih jauh “ Udah lah. Engga usah bicara soal ekonomi. Indonesia akan baik baik saja.”

“ Kenapa ?

“ Kita punya kebudayaan dan  semangat gotong royong. Kalau anak engga ada uang, ayah akan bantu. Kalau ayah engga ada duit, adik atau kakaknya pasti bantu. Kalau adik ada masalah , kakak akan bantu. Kalau engga ada duit, ada teman berlebih pasti akan bantu. Setidaknya kalau kamu ada tabungan diatas Rp, 500 juta, kamu akan selamat sampai keadaan ekonomi membaik, yang diperkirakan 3 tahun lagi. Yang penting sekarang, tahan selera. Keluar uang hanya untuk kebutuhan saja. Berhemat agar selamat, dan bersyukur agar tetap bahagia. “ kata saya.

“ Kenapa engga terapkan e-money atau uang digital. Jangan lagi pakai uang fiat. Kan lebih mudah meningkatkan uang beredar kepada rakyat miskin. Engga perlu cetak. Cukup tambahkan angka digital “

“ Duh kamu” saya mau ngakak tapi takut dosa karena keluguannya. “ e-money itu, sayang,  hanya metode transaksi dari manual ke digital. Bukan mengubah sistem mata uang. Sistem mata uang tetap fiat, tetap mengacu kepada demand and supply yang tercermin dari neraca fiskal dan moneter. “ Lanjut saya. 


" Oh gitu" Katanya dengan wajah lugu. Saya ketawa, benar benar ketawa.

“ Ya nanya kan boleh. Jangan diketawain. “

“ Saya engga ketawa. Lucu aja. Apalagi lihat wajah lugu kamu, semakin cantik aja"

No comments: