Saturday, May 9, 2020

Akuisisi dalam skema divestasi.


Ketika sedang nongkrong di Cafe Pacific Place, teman sempat gusar ngomong “ Aneh. Makin engga jelas Jokowi bersikap soal Freeport. Padahal sudah ada MOU antara FI dan Pemerintah SBY soal masa depan FI.  Mengapa itu engga di follow up? Ini negara hukum, apa negara kekuasaan? “ Saya hanya tersenyum. Teman ini engga paham masalah yang sebenarnya. Masalah FI itu bukan hanya soal MOU, tetapi jauh lebih besar adalah melaksanakan UU tentang Minerba dan UUD 45. Yang intinya generasi KK sudah closed file dandivestasi harus jalan. Tetapi hal itu yang ditolak oleh FI, dan itu tertuang dalam MOU. Apa alasan SBY teken MOU menjelang berakhirnya kekuasaannya? Itu hanya SBY yang tahu. 

Tetapi kemudian apa yang saya lihat dalam proses divestasi FI, adalah proses akuisisi secara hostile dalam konteks kepentingan strategis dari FI. Namun proses itu dilakukan dengan smart, dan terukur. Seperti pemain silat Taichi. Menggunakan kekuatan lawan sendiri untuk menjatuhkan lawan. Team Jokowi sangat paham situasi dan kelemahan FI. Juga paham kekuatan FI, yaitu perlindungan hukum dari Washington. Sekali sikap Jokowi salah, itu pintu masuk bagi Pemerintah AS untuk melaksanakan polisi dunia. Jadi harus benar benar indah gerakan Jokowi. Jadi gimana langkah yang ditempuh Jokowi ?

Tekanan darimanapun agar pemerintah Jokowi melaksanakan MOU itu dibiarkan ngambang. Antar menteri seperti berdansa lenso. Sorong kanan sorong kiri. Engga pernah ketemu. Terkesan serius namun engga jelas. Sementara setiap penundaan pelaksanaan MOU adalah banjir darah di tubuh Freeport Mc Moran. Betapa tidak. Mengapa ? MOU itu bertentangan dengan UU Minerba.  Kalaupun harus ikut MOU ya UU harus diubah oleh DPR. Gitu saja. 

Team Jokowi tahu bahwa sejak tahun 2013 Freeport-McMoRan (FCX) sedang dilanda krisis keuangan akibat hutang dari Business oil and gas. Tahun 2014 sahamnya terus turun di bursa.  Tahun 2015 -2016 FCX terpaksa melepas asset migasnya untuk bayar hutang dan masih belum cukup. Tambang lain yang dimilik terancam untuk dilepas. Belum lagi di tengah situasi itu pasar memonitor kinerja tahunannya yang terus menurun. Harga saham terus jatuh dan rating undergrade. Satu satunya harapan FCX lepas dari masalah keuangan adalah dapat pinjaman dari Bank. Namu Bank akan memberikan pinjaman asalkan MOU di impelementasikan.  Sementara Pemerintah Jokowi hanya memberikan janji tanpa realisasi. Walau sempat politik memanas dengan kasus “Papa minta saham” namun Jokowi tidak peduli. 

Bulan Maret 2017 FCX kembali ke dalam perundingan dengan Team Jokowi. Saat itu team Jokowi dibekali Kepres. Jadi engga ada yang bisa main main lagi. Harus satu suara. Atas dasar kepres Team Jokowi bersikap: take it or leave it. Waktu tersedia berpikir sangat singkat bagi FCX. Setiap hari sahamnya terus jatuh, dan belum kejaran debt collector. Akhirnya tiga bulan setalah itu FReeport harus menerima semua kondisi Pemerintah, yaitu melepas saham 51%.  Apakah selesai? Belum. 

“Bagaimana skema divestasi 51 % saham yang diajukan oleh Freeport Indonesia? Tanya teman saya dalam satu kesempatan bertemu di Pesawat.

“Sebelum saya membahas apa tujuan dibalik proposal Freeport maka ada baiknya saya sampaikan tentang siapa pemegang saham dari Freeport Indonesia. Pemegang sahamnya adalah Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS) – 81,28%, Pemerintah Indonesia – 9,36% PT. Indocopper Investama – 9,36%.” 

“Ya, Bagaimana usulan pemerintah atas divestasi 51% Saham FI itu? 

“Pemerintah inginkan PT Freeport Indonesia melakukan penerbitan saham baru, dimana pemerintah akan setor sampai 51% saham di Freeport Indonesia. Jadi bukan membeli saham yang dimiliki oleh pemegang yang ada tapi membeli saham baru. Dengan skema ini maka struktur permodalan Freeport Indonesia semakin sehat untuk melakukan ekspansi bisnisnya, yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai saham perusahaan di masa mendatang.”

“Loh kalau begitu, karena skema penerbitan saham baru (right issue) maka valuasinya tergantung nilai net asset dari Freeport Indonesia, yaitu akumulasi laba ditambah modal disetor. Tentu berdasarkan hasil due diligent yang akan dilakukan pemerintah sebagai calon pemegang saham baru. Soal nilai cadangan tambang tidak dijadikan asset dan apalagi dari nilai cadangan itu dikerek berdasarkan nilai future sampai berakhirnya IUPK 2041. Mengapa? Kata teman saya mengerut kening.

“Program divestasi adalah penawaran tertutup perusahaan pemilik konsesi tambang kepada pemilik tambang sebenarnya. Ini wajar karena setelah sekian tahun Freeport menikmati laba maka seharusnya Freeport memberikan peluang kepemilikan saham kepada pemilik Tambang (pemerintah). Peluang ini tidak dalam arti gratis tapi merupakan hak ambil bagian dalam bisnis yang ada melalui setoran modal sebesar yang disekapati. Di manapun negara yang memberikan konsesi tambang punya skema seperti ini.” Kata saya.

“Lantas bagaimana sikap Freeport Mc Moran? 

“ Ya jelas mereka keberatan. Ya biarkan saja FCX dengan sikapnya. Tetapi upaya menekan FCX sampai ngangkang, ya dilakukan oleh team Jokowi. Cukong FCX— Rio Tinto— dalam bisnis PI ( participating interest) didekati oleh team Jokow. Kebetulan Rio Tinto melihat tidak ada celah bagi FCX untuk bisa melawan team Jokowi. Ya mereka bersedia melepas PI itu kepada PT. Inalum, holding Company Tambang. Itu artinya 40% produksi FI sudah dikuasai Indonesia. FCX engga bisa lagi bargain. Karena bossnya bukan lagi Rio tetapi Inalum. “

“ Dan karena itu FCX bersedia mengikuti syarat divestasi, menghapus KK dan patuh kepada UU Minerba.”

“ Ya “

“ Ah itu sama saja dengan hostile take over.”

“ Ya diminta baik baik engga mau. Ya terpaksa dirampas. Tetapi dengan cara smart, dan santun” 

“ Terus darimana Inalum dapat uang beli saham FI itu ?

“ Keluarkan surat utang dalam bentuk Global Bond atas dasar 144a reg S, ya dari sumber daya keuangan AS sendiri. “

“ Collateral nya FI ?

“ Engga ada collateral. “

“ Gila. Udah saham anaknya diambil, duitnya pakai utang yang engga pakai jaminan lagi. “ 

“ Ya benar. “ 

Satu satunya ilmu pengetahuan yang bertolak belakang dengan moral saya adalah akuisisi. Saya membaca banyak buku tentang akuisisi baik secara teknis akuntansi, keuangan maupun seni negosiasi. Namun yang paling mengerikan adalah prinsipnya yaitu buy low sell high and Pay later. Untuk menerapkan prinsip itu, Anda harus mempelajari karakter dan psikologi target. Harus memahami kekuatan target dan mendalami kelemahannnya. Nah, dalam proses akuisisi Anda harus menjadi pemain watak. Meyakinkan target bahwa Anda adalah malaikat penolong atau domba yang mudah dimangsa. 

Di samping itu Anda harus menguasai data dan informasi yang luas, bahkan gunakan operasi Inteligen dengan memanfaatkan banker, internal management dari target dan para mitranya. Proses sampai dia yakin bahwa Anda adalah malaikat atau domba tentu tidak mudah dan perlu waktu. Butuh kesabaran tinggi. Ingat bahwa target Anda adalah Businessman. yang smart dan dia punya bisnis bukan barang sampah. Kalau sampah ya engga perlu repot jadi target. Ingat bahwa saat tepat akuisisi adalah ketika target dalam kondisi lemah dan tak punya pilihan. Kalau dia lepas saham dalam keadaan kuat maka Anda pasti gagal mendapatkan deal sesuai prinsip strategi akuisisi. Mengapa? Karana akuisisi yang sukses dibayarnya bukan berasal dari uang sendiri tapi dari finansial resource. Apa mau dia dibayar pakai skema? Itulah yang terjadi pada divestasi FI.

No comments: