Hari ini saya buka messenger. Ada pesan dari teman fanpage. Dia minta agar saya membahas soal revisi UU minerba yang sudah disahkan DPR. Kebetulan kemarin saya ada chat via WA dengan teman aktifis soal UU Minerba ini. Sebelumnya dia diskusi dengan saya soal proposal yang akan dia sampaikan berkaitan dengan program sosial.
“ Kamu udah tahu soal RUU Minerba?, akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dalam Sidang Paripurna pada Selasa 12 Mei 2020. Terdapat 83 pasal diubah, 52 pasal baru, dan 18 pasal dihapus, sehingga total jumlah pasal menjadi 209..” Katanya.
“ Sudah. Ada teman kirim file UU nya via email ke saya. Emang ada masalah apa ?
“Enak benar ya pengusaha tambang. Ada 7 IUP Batubara yaang sudah habis bisa langsung diperpanjang tanpa proses lelang. “ Katanya.
“ Kita sekarang sedang membujuk investor masuk. Kenapa yang ada kita tutup hanya karena izinnya habis. Kalau mereka masih komit untuk terus operasikan ya biarkan dilanjutkan aja. Asal kamu tahu aja, investasi di tambang ini sangat padat modal, dan beragam kewajiban yang harus dibayar kepada Pemda dan Pusat, belum lagi pajak. Artinya selama ini mereka udah invest banyak dan berkontribusi kepada negara. Kalau pemerintah tidak beri perpanjang IUP, kan pasti dilelang. Proses tender engga sebentar. Dan itu pasti muncul peluang uang suap lagi. Apa ada jaminan kita akan dapatkan investor baru? Jangan jangan investor lama juga yang menang lelang. Kan pemborosan.” Kata saya sekenanya.
" Kenapa engga diserahkan aja kepada BUMN, seperti Block Migas yang sudah habis izinnya diserahkan kepada Pertamina."
“ Kalau diserahkan kepada BUMN. Apakah ada uang BUMN?. 7 IUP diserahkan kepada Bukit Asam, saya engga yakin mereka mampu. Bukan dari SDM dan tekhnologi tetapi dari segi pembiayaan. Sekarang ini hampir semua lembaga keuangan tidak mau membiayai bisnis batu bara karena konvensi lingkungan hidup. Dari mana BUMN dapatkan uang? Apalagi ditengah harga batu bara sedang jatuh. Semakin sulit dapatkan financial resource. Dari APBN kan engga mungkin. Nanti bisa bisa di MBO kan dengan asing atau kepada pemilik IUP lama, malah jadi rente.
Dan lagi kalau izin mereka tidak bisa diperpanjang. Kerugian akan lebih besar. Sebagian besar pemilik IUP/K sekarang ini sudah IPO dan punya utang bank. Kalau ada kebijakan sedikit untuk memberikan dukungan soal tekhnologi pembangkit listrik rendah emisi dari batubara, kemungkinan mereka akan mudah dapat solusi pembiayaan bank. Karena bank ingin men recovery credit mereka. Kalau tertolong, mereka selamat dan bank juga sehat, investor retail engga dikorbankan. Kalau izin mereka tidak diperpanjang, korban kerugian sangat panjang. Pengusahanya sendiri mungkin sudah aman. Tetapi kreditur, bank, pasar modal , semua akan suffering.”
" Kenapa engga diserahkan aja kepada BUMN, seperti Block Migas yang sudah habis izinnya diserahkan kepada Pertamina."
“ Kalau diserahkan kepada BUMN. Apakah ada uang BUMN?. 7 IUP diserahkan kepada Bukit Asam, saya engga yakin mereka mampu. Bukan dari SDM dan tekhnologi tetapi dari segi pembiayaan. Sekarang ini hampir semua lembaga keuangan tidak mau membiayai bisnis batu bara karena konvensi lingkungan hidup. Dari mana BUMN dapatkan uang? Apalagi ditengah harga batu bara sedang jatuh. Semakin sulit dapatkan financial resource. Dari APBN kan engga mungkin. Nanti bisa bisa di MBO kan dengan asing atau kepada pemilik IUP lama, malah jadi rente.
Dan lagi kalau izin mereka tidak bisa diperpanjang. Kerugian akan lebih besar. Sebagian besar pemilik IUP/K sekarang ini sudah IPO dan punya utang bank. Kalau ada kebijakan sedikit untuk memberikan dukungan soal tekhnologi pembangkit listrik rendah emisi dari batubara, kemungkinan mereka akan mudah dapat solusi pembiayaan bank. Karena bank ingin men recovery credit mereka. Kalau tertolong, mereka selamat dan bank juga sehat, investor retail engga dikorbankan. Kalau izin mereka tidak diperpanjang, korban kerugian sangat panjang. Pengusahanya sendiri mungkin sudah aman. Tetapi kreditur, bank, pasar modal , semua akan suffering.”
“ Itu kan cara berpikir kamu sebagai pengusaha. “
“ Bukan itu. Ya rasional aja. Kalau udah ada investor kenapa harus diusir lagi hanya karena izinnya habis. Kalau begitu ngapain adakan revisi UU kalau tidak bisa mendatangkan banyak investor. Apa kita mau tutup investasi minerba? Kan engga."
“ Ok lah. UU Minerba yang baru ini menghilangkan UU desentralisasi. Itu sama saja dengan UU Omnibus law. Menurut pengamat, Jokowi mau jadi diktator”
“ Ya engga begitu. Kamu jangan dengar kata pengamat. Justru UU minerba yang direvisi itu mengembalikan hak otonomi daerah sebagaimana mestinya. Dulu kan Gubernur berhak mengeluarkan Izin. Tapi sekarang hak itu diberikan kepada Pusat dan tingkat II. Sesuai UU kan otonomi itu ada di Kabupaten atau tingkat II. Gubernur hanya kepanjangan tangan Pusat saja. Jadi udah benar itu revisi UU. “
“ Oh gitu. Benar juga ya.”
“ Dan lagi revisi UU ini juga memberikan kontribusi lebih besar ke Daerah. Lebih adilkan secara desentralisasi.
“ Oh gitu. Benar juga. Memang harus singkron dengan UU Otonomi. Terus, dalam revisi UU itu menyebutkan kalau ditemukan bahan tambang lain tidak dikenakan royalti. Ini bisa menjadi celah pelanggaran hukum dan eksploitasi berlebihan. “
“ Jadi maunya gimana ?
“ Ya pemerintah harus membuat batasan besaran mineral ikutan yang boleh ikut digali selama masa eksplorasi.”
“ Izin tambang kita hanya dua , yaitu MIGAS dan MINERBA. Kalau MIGAS ya hanya minyak dan Gas. Kalau MINERBA, ya mineral dan batubara. Mineral itu bisa macem macem. Ada emas, nikel, zinc, tembaga dan lain lain. Dan lagi engga ada yang bisa pastikan apa saja yang ada di perut bumi. Yang ada dugaan saja. Kalau setiap ada jenis mineral yang ditemukan berbeda dari izin yang dikeluarkan dan harus dapat izin lagi, engga ada investor mau invest. Kalau gitu buat aja UU pada setiap jenis mineral. Pasti diketawain investor.”
“ Business minded benar kamu. Tapi masuk akal juga. Terus ada lagi yang dipersoalkan. Kenapa ada pasal soal pemberian insentif kepada perusahaan yang melakukan pemurnian. Kan sudah ada aturan soal insentif. Kenapa harus ada lagi dalam UU itu?
“ Ya itu hanya soal tekhnis. Nanti pasti ada PP yang memperjelas soal insentif itu. Tapi intinya UU itu harus memberikan stimulate agar orang mau masuk ke Industri pengolahan mineral. Karena nilai tambahnya besar untuk negara. Apalagi ?
“ Saya engga ngerti cara berpikir pemerintah Jokowi. Pasal 33 UU 45 kan menyebutkan dengan jelas bahwa SDA itu harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk rakyat. Tetapi investor dimanjakan benar. Di mana posisi rakyat?
“ Loh justru dengan memberikan kemudahan investor berinvestasi , itu karena kita ingin mensejahterakan rakyat. Kalau engga ada pajak dan royalti, apa rakyat bisa makan pakai mineral? Apa PNS dan TNI/POLRI mau digaji pakai lahan tambang?. Apa bisa investasi kesehatan dan pendidikan pakai lahan tambang? kan engga bisa. Lahan itu harus diolah agar jadi uang dan mendatangkan pajak. Dari pajak itulah peran negara melalui APBN/ D bisa mensejahterakan rakyat. Paham ya.”
“ Paham.. Nah pendapat kamu sendiri sebagai pengusaha apa ada pasal yang memberatkan. “
“ Kalau berat ya memang berat UU minerba sekarang. Tapi karena tujuannya jelas dan aturanya mudah ya engga ada masalah.”
“ Yang kamu maksud berat itu apa ?
“ Contoh , walau udah ada IUPK, kalau kita mau buat smelter tetap harus ada izin PUI atau perizinan usaha industri. Sebelumnya engga ada. Nambah lagi urusan. Tadi PEMDA tingkat I dapat 1% royalti sekarang naik 1,5%. Nambah lagi duit keluar. Terus dalam UU yang revisi ini masalah lingkungan hidup dapat perhatian khusus."
" Masalah lingkungan menjadi Perhatian khusus. Maksudnya?
" Contoh, Izin IUP/K udah habis. Nah sebelum diperpanjang atau diserahkan izin kepada pemerintah maka pemegang izin harus lakukan perbaikan lingkungan dengan tingkat keberhasilan sampai 100%.“
“ Kalau engga dipatuhi apa sanksinya?
“ Di sampiing izin tidak bisa diperpanjang. Dapat lagi sanksi, bukan hanya denda tetapi kurungan badan 10 tahun. Bahkan dikenakann juga pidana tambahan. Jadi engga mungkin bisa ngeles seperti sebelumnya.”
“ Wah kalau gitu UU ini jauh lebih baik sebelumnya.”
“ Biasa saja. Engga ada aturan yang sempurna. Ia menjadi sempurna kalau para stakeholder dan pemerintah konsisten melaksanakannya. Udahan ya”
No comments:
Post a Comment