Friday, May 8, 2020

Jangan hina orang yang berhutang


Tahun 1998, Andi datang menemui saya di kantor di bilangan Kuningan Jakarta. Saya agak terkejut melihat penampilannya. Padahal 5 tahun lalu dia tergolong sukses sebagai pengusaha. “ Saya bangkrut Jel. “ katanya seraya menunduk. Saya merangkul dia agar dia merasa yakin bahwa saya tetap sahabatnya. 

“ Yang penting kamu sehat.” kata saya. Saya mangajaknya makan siang di luar kantor. Dia tetap diam selama makan itu. Saya bingung. Mengapa dia kehilangan dia yang dulu saya kenal. Dulu dia orang yang energic dan gampang berdiskusi apa saja.

“Ada apa An? tanya saya menegurnya. Dia menghela napas. Sepertinya sedang berpikir darimana dia harus memulai bicara. 

“ Saya diusir oleh mertua saya. “

“ Anak dan istri ?

“ Tetap tinggal di rumah mertua. “

“ Ya sabar saja. Yang penting keluarga kamu ada di tempat yang aman. Nah sekarang kamu harus focus recovery hidup kamu. Ayo bangkit lagi. Bukan hanya kamu yang bangkrut tapi ada banyak pengusaha yang bangkrut gara gara krismon.” kata saya

“ Mertua dan adik ipar saya mengusir saya sambil meludahi muka saya. istri saya engga sanggup melihat saya diperlakukan seperti itu. Dia pingsa setelah itu. Tapi saya mau tolong, malah saya diseret keluar rumah. Apa salah saya?. Saya hanya bangkrut. Saya tidak selingkuh. Dan lagi waktu saya jaya semua keluarga mertua saya pernah saya tolong. itu tidak saya ungkit. “ Katanya seraya geleng geleng kepala seakan tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Saya mencoba berempati. Saya tahu Andi suami dan ayah yang baik. Pekerja keras dan sangat baik kepada siapapun. Dia tidak punya musuh. Tetapi namanya pengusaha, jatuh itu biasa saja.

“ Terus kamu tinggal di mana sekarang ?

“ Ngekos di Mangga Besar. “

“ Saya berdoa kepada Tuhan agar kamu bisa segera menjemput anak dan istri kamu dan kalian bisa kumpul lagi. “

“ Terimakasih Jel atas empatinya"

“ Jel, ini ada bisnis ekspor batubara. Relasi saya di Taiwan tawarkan kontrak untuk suplai ke pembangkit listrik. “ Katanya seraya meperlihatkan confirmation LC dan kontrak dari dalam tasnya. Saya baca cepat. Ini peluang yang bagus. 

“ Saya ada partner yang punya stockpile di Kalimantan. Mereka mau kerjasama dalam bisnis ini. Saya hanya butuh USD 60,000 untuk satu kali pengapalan. Setelah itu bisnis udah jalan otomatis. “

“ Oh i see. “

“ Apa mungkin kamu bisa bantu? 

Saya terdiam lama. Saya bukan kawatir uang USD 60.000 itu tetapi saya kawatir dia gagal. Namun menolak membantunya tentu bukan solusi. “ Ok. Besok kamu ambil uang ke saya. Saya doakan semoga kamu sukses “ Akhirnya saya membuat keputusan. Dia memeluk saya dengan air mata berlinang. “Saya janji dalam  40 hari saya kembalikan uang kamu” Katanya

Namun setelah dia dapat uang USD 60.000, dia tidak pernah hubungi saya lagi. Setelah tiga bulan saya tidak lagi mencoba telp dia. Karena hape nya sudah tidak lagi berfungsi. Saya tetap berdoa yang terbaik untuk dia. Via email saya hanya menyapanya dan diiringi dengan doa agar dia baik baik saja. Setelah itu disconnection. 

Setahun kemudian waktu saya hendak keluar dari lobi hotel Mandarin Orchard Singapore, saya amprokan dengan dia. Saya sudah liat dia dari jauh tetapi dia berusaha menghindar. Namun saya cepat menghampirinya “ Kamu sehat, An” Tanya saya.
“ Sehat sehat, Jel. “
Dia terdiam sejenak. Namun saya tahu dia salah tingkah. 
“ Ya udah. Saya ada urusan lain. Salam untuk istri dan anak kamu ya” kata saya seraya menepuk bahu dia. Saya bahagia dia sudah nampak berbeda dari sejak terakhir saya bertemu dia. Saya tidak lagi berharap uang saya kembali. 

Malamnya, telp kamar hotel saya berdering “ Jel bisa saya ke kamar kamu? Ternyata Andi.
“ Ya datang aja.” kata saya.

Saya merangkulnya ketika pintu tersibak. “ Maaf tadi siang saya terburu buru karena ada jaji meeting. “ Kata saya. “ Gimana dengan istri dan anak anak kamu “ sambung saya.

“ Masih di rumah mertua, Jel “ katanya seraya duduk di sofa kamar hotel saya.

“ Jel, saya minta maaf. Saya bersalah karena tidak bisa komit dengan janji saya. Masalahnya bisnis batubara itu gagal total. Saya dibohongi partner lokal. Ternyata stock pile itu bukan punya dia. Uang USD 60.000 dibawa kabur dia. Saat itu saya merasa benar benar bangkrut. Karena satu satunya teman yang mau bantu saya dengan tulus hanya kamu. Dalam keadaan terjepit itu yang bisa saya lakukan adalah berdoa kepada Tuhan. Akhirnya saya harus realistis. Saya dapat kerjaan sebagai marketing  mesin kapal. Kantornya di Sawah Besar. Tapi prinsipalnya  di Singapore. Saya janji akan nabung dari gaji saya itu untuk bayar utang ke kamu.” Katanya dengan wajah penuh bersalah. Saya berusaha tersenyum membuat dia relax. 

“ Saya udah seminggu urus transaksi di Singapore. “ Katanya.

“ Transaksi apa ?

“ Prinsipal saya di sini katanya mau jual hotel bintang V. Lokasinya di Orchard ini juga. Saya coba tawarkan kepada konglomerat melalui Alex. Katanya berminat. Ternyata barusan dapat kabar hari ini, konglomerat itu engga berminat.  Karena mereka menang lelang dari BPPN beli hotel di kawasan Thamrin Jakarta. Tadinya kalau hari ini deal , saya udah niat berapapun fee akan saya serahkan ke kamu.” 

“ Apakah masih terbuka penawarannya dan kamu masih pegang posisi sebagai mandat saler ? Kata saya.

“ Masih jel. Emang kenapa ?

“ Saya mungkin bisa bantu. Kalau bisa deal itu rezeki kamu.”Kata saya. Kemudian saya telp teman saya di Tokio mencoba tawarkan hotel itu. Dia minta saya kirim data hotel itu. Saya minta Andi kirim data itu via Fax melalui bisnis center. Paginya saya dapat telp dari Tokio, bahwa teman saya itu berminat beli tanpa menawar. Namun dengan skema DP 5% sisanya dalam waktu tiga bulan. Proposal itu disampaikan teman saya via Fax. Termasuk lembaga keuangan yang akan menjadi penjamin 95% itu. Yang penting HOA di tandatangani, dan DP dibayar 5%.  Andi segera meluncur ke kantor principal nya. Hanya sejam saya udah dapat kabar bahwa prinsipalnya setuju menjual dengan skema tersebut.

Andi datang ke Hotel saya dengan wajah sumringah dan dia memeluk erat saya. “ Saya dapat fee 2,5%, saya udah buat surat Pay Order ke prinsipal saya agar 2,5 % ini semua di transfer ke rekening kamu. Tolong nomor rekeningnya Jel. " Katanya. Saya tatap Andi dengan seksama. Saya menggeleng gelengkan kepala “ Engga perlulah An. Komisi itu hak anak dan istri kamu. Saya hanya ingin kamu cepat jemput anak dan istri kamu, ya.” Kata saya.

“ Mengapa kamu baik banget ?

“ Ingat engga. Dulu waktu saya susah, hanya kamu yang bantu saya. Saya ingat waktu anak saya akan sunatan, kamu dan istri datang, kirim mobil box catering ke rumah saya. Itu engga akan pernah saya lupa. Kita sahabat dan akan selalu bersahabat. Nah sekarang saya minta kamu telp Yuli, istri kamu, depan saya. “ Kata saya. Saya menyerahkan gagang telp hotel ke Andi. “ Jel sebaiknya kamu telp dulu. Kalau saya yang telp, keluarganya udah kenal suara saya. Pasti dimatiin. “ Katanya. Andi putar nomot telp dan menyerahkan telp itu ke saya. 

“ Selamat siang “ Terdengar suara di seberang. 
“ Pak, bisa bicara dengan Yuli. “ 
“ Siapa ini?
“ Jeli “
“ Sebentar ya. “ 
Tak berapa lama terdengar suara “ Koh koh ya. Ada apa sampai telp koh ?
“ Kamu sehat ? gimana dengan anak anak.”
“ Semua sehat Koh.” 
“ Syukurlah. Ini ada yang mau bicara” Kata saya seraya menyerahkan telp itu ke Andi. 
“ Ya ma. jeli bantu gua. Sabar. Sebentar lagi gua jemput lue dan anak anak ya. Kita beli rumah baru.” 
Andi menyerahkan telp ke saya “ Yuli mau bicara “
“ Koh terimakasih Koh. “ Katanya dengan suara terbata bata dalam isak tangis. Saya bisa merasakan kerinduan Yuli kepada Andi suamiya. Apalagi membayangkan keadaan suami yang bangkrut tanpa tempat tinggal, dan jauh dari anak anak.

Sebulan kemudian Andi dan istrinya datang ke rumah saya. Saya tahu dia dapat fee hampir USD 9 juta. Dia beli rumah di kawasan kelapa gading. Ketika hendak pulang, istrinya memberikan bingkisan kepada istri saya. Itu patung giok berwarna kelinci dan macan. Sesuai shio saya dan istri. Saya tahu  harganya diatas USD 100.000. Apa hikmah yang dapat saya tarik? Andi dalam situasi apapun dia lakukan untuk mentunaikan janjinya membayar utang, walau terpaksa harus kerja. 

Saya tidak pernah berprasangka buruk kepada dia walau utang belum dibayar. Saya senantiasa berdoa yang baik untuk dia. Karena itulah Tuhan mempertemukan kami kembali, antara niat dan perbuatan baik dalam sebuah solusi. Indah pada akhirnya. Tidak semua sahabat yang bisa membantu, kadang berlalu ketika anda sedang sulit,  namun anda haruslah tetap berbuat baik dan berprasangka baik. Bukan tidak mungkin, satu dari sekian ratus sahabat itu yang akan jadi penolong anda keluar dari kesulitan. Begitu cara Tuhan mengabulkan doa kita. Doa yang benar tentunya.

No comments: