" Ini bukan Hong Kong. Ini Amerika. Semua orang bisa jadi apa saja. Amerika menawarkan impian bagi siapa saja. " Kata Maria. " Tak ada kepak gagak di Compton yang selalu mengeluarkan bau sampah busuk, anggur murahan, dan bangkai manusia yang disembunyikan di Ghettos atau rumah-rumah besar yang mengonggok tanpa lampu. Juga tak ada salju atau angin santer yang membekukan tiang listrik atau menggigilkan para negro yang sedang menari acakadut atau menyanyikan rap keras-keras di sembarang trotoar malam itu. Tetapi di kota yang seakan-akan tak pernah disentuh tangan Kristus itu, aku justru senantiasa mendengarkan jerit burung kematian memekik tak henti-henti sepanjang hari. Selalu terdengar berondongan peluru dan siapa pun menganggap letusan-letusan itu hanya sebagai derit mobil yang direm mendadak oleh pembalap kampungan. Selalu ada bisik-bisik transaksi kokain, morfin, ganja atau hasis, tetapi segala desis hanya terdengar sebagai siulan rahasia kanak-kanak untuk mengajak geng kecil mereka mengintip percumbuan sepasang kekasih di kegelapan taman.
Tentu pada Mei yang dipenuhi perkelahian-perkelahian sia-sia antara para petarung Meksiko dengan orang-orang negro, seharusnya aku tak perlu menggigil kedinginan, tetapi selalu saja kurasakan salju seperti membungkus tubuhku saat melintasi kawasan kumuh yang tak pernah dilewati mobil Paris Hilton atau jejak kaki Pamela Anderson ini. Dan musim semi yang tak menebarkan jutaan ulat juga kerap membuatku gatal saat aku mulai menyuruk-nyuruk ke gang-gang gelap penuh grafiti. " Lanjutnya
“ Kehidupan di Ghettos adalah kegagalan kapitalisme, yang justru berada di jantung kapitalisme itu sendiri, AS. “ Kataku waktu bertemu dengannya di suatu cafe.
“ Emang ada yang salah ? Maria berkerut kening.
“ Coba kamu perhatikan. Kalau kamu punya uang berlebih dan dimana semua kebutuhan sudah terpenuhi, biasa nya kamu akan tempatkan uang tersebut dalam bentuk tabungaan. Bukan hanya kamu tetapi sebagian besar orang dan juga perusahaan melakukan hal yang sama. Bahkan pemerintah juga melakukan itu. “
“ Apa itu salah ?
“ Ya, engga juga. Teori ekonomi punya rumus soal itu. Yaitu I= C+ S. Artinya Pedapatan ( I) itu sama dengan Konsumsi (C) ditambah dengan Tabungan (S). Semakin besar pendapatan semakin besar pula kecenderungan orang untuk menabung. Akibatnya kelebihan uang itu mengalir ke sektor moneter. Apa motive nya? ya laba. Kan uang di tabung mendatangkan pendapatan berupa bunga. Tanpa kerja adan punya pasive income.
“ Keren kan.” katanya tersenyum.
“ Memang keren. Tetapi keren ini justru menimbulkan paradox terhadap uang itu sendiri.”
“ Mengapa ?Jangan terlalu utopia kamu. Ini Amerika. Semua ada harganya“
“ Ketika kamu punya uang , pasti ada juga orang yang tidak punya uang. Semakin besar kamu tempatkan uang di bank semakin besar pula orang lain engga kebagian uang. Makanya dengan sistem I=C+S membuat orang lupa akan hakikat uang dan meningkatkan rasio GINI. Semakin lebar jurang antara kaya dan miskin. “
“ Secara ekonomi tentu tidak salah. Itu kan soal pilihan” Katanya.
“ Tapi menimbulkan paradox untuk tujuan kemakmuran. Sementara semakin banyak uang di wallstreet, sektor real semakin kekurangan uang untuk melakukan ekspansi. Dan biaya uang yang ditanggung perbankan semakin besar dan semakin tidak efisien bagi sektor real. Krisis pun terjadi.”
“ Terus..” katanya mengerutkan kening.
“ Nah kalau mekanisme itu terus dipertahankan maka sistem akan hancur. Ekonomi bisa menciptakan chaos moneter dan pada ujungnya menimbulkan chaos politik. Ingat kasus Krismon tahun 1998.”
“ Lantas bagaimana mengatasi ini?
“ Dalam teori ekonomi ada yang disebut dengan Quantitative Easing. Maksudnya adalah pemerintah melalui bank central mensuplai uang secara langsung ke sistem moneter dengan tingkat suku bunga rendah. Kenapa rendah? Itu uang di cetak oleh bank central. Bukan dari hasil tabungan Pemerintah. Otomatis bank akan menurunkan suku bunga. Mengapa? Karena ada sumber uang murah.
Para deposan tentu akan panik. Karena pendapatan bunga tabungan turun. Hanya masalah waktu mereka akan mengalihkan dananya ke sektor lain. Bisa saja mereka melirik ke pasar modal atau lewat dana ventura. Atau terlibat langsung dalam proyek kerjasama yang mendatangkan angkata kerja. Pada waktu bersamaan dunia usaha mendapatkan dana dari bank dengan suku bunga rendah, dan ini akan menciptakan ekonomi jadi efisien. Sektor real bangkit lagi.
Tapi syarat untuk bisa mengeluarkan kebijakan Quantitative easing (QE) itu tidak mudah. Engga bisa seperti Venezuela. Syarat utamanya adalah posisi inflasi yang ada masih rendah. Syarat berikutnya cadangam devisa aman. Setidaknya bisa meng cover belanja impor selama 6 bulan. Sistem perbankan sehat. Pasar modal stabil. Proses produksi masih berlangsung. Rating surat utang masih bagus. Dan Quantitative easing harus dilakukan secara hati hati dan terukur. Ibarat obat, QE ini hanyalah antibiotik. Artinya kalau sistem demand and supply sudah mengarah pada keseimbangan, ya di hentikan. Engga bisa jadi kebiasaan.
Jadi kebijakan quantitative easing itu ada karena idealisme terhadap uang tidak tercapai. Memaksa secara langsung pemeritah melakukan intervensi terhadap sistem. Tentu, dengan mencetak uang, dampaknya memenggal uang itu sendiri dan yang korban adalah pemegang uang atau orang kaya. Tapi pada waktu bersamaan menolong orang punya uang terbatas mendapatkan keadilan lewat ekonomi yang stabil dan distribusi modal. Kalau tidak ingin pemerintah lakukan QE maka berhentilah rakus! hiduplah sederhana. Banyak kerja dan banyak berbagi lewat bisnis venture , bukannya banyak nyimpan uang di bank. Pahamkan sayang..”kataku panjang lebar.
“ Kamu tahu, “ Katanya “ 13 November 1861. Seorang Pendeta bernama Watkinson, menulis surat kepada Pemerintah AS agar pada mata uang Amerika diberi tulisan " in God we trust" Alasannya adalah " No nation can be strong except in the strength of God" Tidak ada bangsa bisa kuat kecuali kekuatan berasal dari Tuhan. Itulah sejarahnya mengapa pada mata uang dollar ada tulisan In God We trust. Ketika itu sang pendeta hanya mengingatkan kepada pemerintah Amerika tapi tidak memberikan cara bagaimana menempatkan hanya Tuhan yang wajib dipercaya. Faktanya kini orang kaya semakin bertambah, kelas menengah bartambah, namun jurang kaya dan miskin semakin lebar. Apa artinya uang bilan kehadiran Tuhan tidak dirasakan” Lanjutnya. Sepertinya dia sengaja menggiringku ke masalah spiritual.
“ Nah semakin menarik diskusi kita “ Kataku. “ Teman saya di China pernah bercerita ketika Deng ditunjuk sebagai presiden China, dia mengundang seluruh tokoh masyarakat dari golongan agama untuk memberikan masukan atas rencana reformasi ekonomi china. Salah satu tokoh agama memberikan saran agar jangan sampai China menjadikan uang sebagai Tuhan. Kalau itu terjadi , bukan hanya partai komunis yang akan hancur, agamapun bisa hancur. Tokoh agama itu bukan hanya memberikan peringatan tapi juga memberikan saran bahwa negara harus berkuasa atas uang dan memastikan uang tidak liar sebagai alat perbudakan. Mungkin bagi orang barat uang itu segala galanya. Tapi bagi china uang itu hanya omong kosong. Uang hanya alat mendorong rakyat mau suka rela masuk dalam barisan yang tertip menuju peradaban yang di design oleh negara.”Sambungku
“ Wah hebat China. Tetapi, benarkah? katanya dengan penuh rasa ingin tahu.
“ Perhatikan cara cerdasnya. Pertama, Rakyat engga boleh pegang mata uang asing kecuali negara. Kurs negara tentukan sendiri. Jadi berapapun nilai devisa yang di dapat, rakyat hanya dapat RMB. Kedua, china menerapkan pajak di samping pajak penghasilan juga pajak kekayaan. Pajak kekayaan sifatnya progresive. Semakin banyak harta semakin besar pajaknya. Uang tabungan di bank di pajaki bukan hanya penghasilan dari bunga tapi juga nominal tabungan. Artinya semakin banyak tabungan semakin lama uang itu akan habis di makan pajak. Ketiga, agar uang tidak menumpuk di bank dan rakyat tidak dirugikan karena pajak maka Pemerintah menerbitkan beragam jenis investasi surat berharga. Dari yang berbasis SUKUK seperti Revenue Bond, Warkat Barang atau Surat berharga resi gudang , certifikat emas, sampai dengan yang konvensional seperti obligasi umum. Semua produk investasi ini di beri insentif pajak dalam bentuk diskon tarif pajak.
Dengan demikian orang tetap terpacu untuk kaya namun tanpa disadari kelebihan hartanya berupa produk investasi itu masuk ke sektor real melalui venture capital , infrastruktur fund, dan lain lain kegiatan produksi. 80% surat berharga itu dalam bentuk SUKUK atau bagi hasil. Kalau ekonomi lesu ya sama sama manyun. Engga ada kewajiban balikin. Tapi semua surat utang itu di back up oleh proyek real yang bisa di lihat dengan kasat mata oleh rakyat. Nilainya tentu naik seiring waktu.
Keempat , bagaimana kalau orang tidak mau membeli surat berharga investasi itu ? Tapi tetap mau dapat diskon pajak, gampang. Karena Pemerintah hanya memungut pajak kekayaan pasif , maka kalau kelebihan dana itu di tanam ke usaha kerjasama dengan pihak lain, maka itu tidak dianggap harta kekayaan.
Makanya jangan kaget kalau angel investor di china tumbuh subur terutama sejak krisis global. Para konglomerat China yang sukses terus melakukan ekspansi bisnis. Skemanya macam macam dan beroperasi seperti shadow banking. Bank tapi bukan bank. Yang paling banyak dapat manfaat adalah para sarjana yang baru tamat dan ingin menerapkan ilmunya dalam bisnis dengan dukungan sang Angel yang kaya lagi punya jaringan Business hebat. Ini kemitraan yang ideal dan terbentuk karena sistem agar kaum terpelajar berwiraswasta dibawah binaan sang angel yang kaya lagi piawai bisnis.
Dengan sistem seperti itu, maka orang boleh kerja keras dan menikmati uang dari hasil kerja kerasnya. Sementara yang mau ongkang ongkang kaki makan bunga bank, ya engga bisa. Fungsi bank hanya perantara sementara saja, namun distribusi modal ya dipicu melalui kebijakan pajak dan memastikan bahwa uang itu hanya omong kosong. Kerjalah terus dan terus. Kalau berlebih bagikanlah dalam bentuk bisnis venture agar orang lain juga punya kesempatan atau kalau engga mau maka uang kalian negara rampas secara sistem untuk distribusikan lewat usaha real.
“ Hmm jadi China walau bukan negara agama tetapi telah menerapkan ajaran agama dalam mengelola uang ya.” katanya.
No comments:
Post a Comment