Monday, May 11, 2020

Mental Wirausaha.


Pada waktu ABG , kalau lihat mobil bagus dan rumah bagus, saya katakan kepada Papa saya “ Kenapa mereka hanya China saja yang kaya Pa.”. Papa saya hanya tersenyum. Namun ketika mau cukur rambut , papa saya ajak saya ketempat cukur orang kaya. Tempatnya keren disebuah Ruko dengan lantai mengkilat. Tukang cukurnya orang China. Selama cukur rambut itu papa saya mengarahkan kepada tukang cukur bagaimana seharusnya rambut saya di cukur dan serapinya untuk enak dia pandang. Setelah selesai cukur rambut, tak pernah saya lupa nasehat papa saya,

“ Kamu lihat tadi , yang cukur rambut orang China, sama dengan tukang cukur di kaki lima yang orang pribumi. Tapi perhatikan dia mencukur sangat serius. Sangat serius. Ketika papa mengarahkan dia , tidak sedikitpun dia tersinggung. Tempatnya sangat bagus. Kamu tahu dari mana dia dapat uang untuk membuat tempat yang bagus itu? Dia tidak berdoa siang malam. Dia berkerja keras. Mungkin dia harus menabung bertahun tahun dengan mengekang selera agar dapat tempat yang bagus, dan karenanya orang tidak keberatan membayar lebih mahal. 

Kamu tahu kan tukang cukur di pinggir jalan langganan kita? dari sejak papa kenal 10 tahun lalu, dia tetap di kaki lima. Tapi kamu tahu, istrinya dua. Besok kalau pemda gusur tempatnya,  dia akan salahkan pemerintah. Padahal mentalnya yang salah. Dan si China itu tetap setia dengan satu istri dan usahanya aman karena punya ijin dari pemerintah. “

"Tapi kenapa kita tidak sekaya mereka?

“ Papa generasi yang salah dari kebanyakan kaum pribumi. Kita mudah puas dengan apa yang kita dapat, tapi iri dengan kelebihan orang lain. Tidak ada yang salah dengan orang lain kaya, yang salah kita sendiri karena kita tidak mau berubah. Kaya miskin itu bukan karena suku atau agama tapi sejauh mana mental kamu untuk berubah. Nasip kamu, tergantung dari sikap mental kamu. Hidup tidak ramah, dan kalau kamu bergantung dengan orang atau pemerintah, kamu akan jadi pecundang. “

“ Tapi kita sudah merdeka pa. Seharusnya ada keadilan “

“ Berkah merdeka itu dari Tuhan. Itu sudah selesai sejak kita proklamasi kemerdekaan. Namun kalau kamu ingin naik tangga sosial maka kamu harus memerdekankan pikiran kamu. Jangan biarkan orang lain mengatur nasip kamu, tapi kamu tentukan sendiri, dan kepada orang chinalah kamu harus belajar. Mereka tidak manja dan pandai merebut hati orang, termasuk penguasa agar mereka merdeka menaikii tangga sosial yang memang setiap orang harus berkompetisi. Ingat nasehat papa itu. Semoga suatu saat kamu bisa punya bawahan orang China, atau orang Barat. Bahwa kamu putra terbaik kami dan kami tidak main main mendidik kamu.”

Waktu masih remaja saya dagang kaki lima. Papa saya menasehati saya “ Jangan pernah berhutang untuk kepentingan pribadi kamu. Tetapi jangan takut berhutang untuk manggaleh ( bisnis ). Saya tahu Papa saya sangat takut berhutang makanya usahanya tidak berkembang. Kalau akhirnya dia menjadi pegawai maka itu adalah pilihannya. Kami dibesarkan oleh kedua orang tua kami dengan bersahaja. Penghasilan Papa saya tentu tidak cukup untuk membuat kami bisa makan di luar rumah seminggu sekali apalagi piknik. Secara pribadi, Papa saya tidak punya utang. Walau dia membesarkan 7 orang anak dan secara ekonomi sangat bersahaja namun kami tidak pernah kehilangan kebahagiaan. Kalau hanya bisa beli tempe ya tempe itu yang dimakan dengan ceria.

Nasehat Papa saya itu saya pegang sampai sekarang. Saya tidak pernah berutang untuk keperluan pribadi. Dari rumah, kendaraan sampai peralatan rumah tangga dibeli dengan tunai. Kalau engga ada duit ya tahan selera. Tetapi dalam bisnis saya paling jago ngutang. Bahkan saya paling jago merebut hati investor. Utang itu tidak pernah saya anggap uang saya. Saya benamkan dalam pikiran saya bahwa uang yang ada dalam usaha saya itu adalah uang orang dan saya harus jaga dengan baik. Karena saya sadar merebut hati orang untuk pecaya itu sangat sulit. Apalah saya yang terlahir dari keluarga miskin. Saya tidak mau hancur hanya karena saya tidak bisa menjaga selera. Kepada keluarga pun saya tidak pernah cerita terlau banyak tentang usaha saya. Itu engga penting amat. Karena toh itu bukan harta saya. Itu liabilities kok.

Apa yang terjadi ? walau utang perusahaan menggunung bahkan sangking menggunungnya saya engga bisa liat lagi puncaknya. Terjadilah diversifikasi usaha , kemitraan meluas dan akhrnya terbentuknya holding karena utang yang terus digali dan standar DER yang harus dipatuhi. Apakah karena itu saya stress? Secara pribadi saya tetap bisa hidup nyaman tanpa merasa dikejar utang. Walau saya punya blackcard namun tidak pernah saya berhutang creditcard. Saya pakai fasilitas autodebit dan menggunakannya sesuai kebutuhan. Walau saya tidak punya asuransi kesehatan, alhamdulilah saya jarang sakit. Karena saya jaga kesehatan saya dengan gaya hidup yang sehat secara lahir maupun batin. Yakinlah utang sangat beresiko kalau itu digunakan untuk kepentingan pribadi yang tidak punya nilai produksi.

Saya bekerja keras siang malam agar roda perusahaan terus jalan dan utang bisa dibayar. Walau saya dapat gaji dan deviden namun tidak pernah saya gunakan berlebihan untuk pribadi. Deviden selalu saya kembalikan ke perusahaan agar struktur permodalan semakin baik. Kalau terjadi default utang, perusahaan masih punya reserved untuk membayar. 

Lantas untuk apa punya perusahaan kalau engga bisa keliatan tajir? 

Pada akhirnya hidup ini bukan apa yang kita dapat tetapi apa yang bisa kita beri. Memberi kesempatan orang punya pekerjaan dan masa depan itu kebahagian tersendiri. Bukan apa yang kita pelajari tetapi apa yang bisa kita ajarkan. Anda tidak perlu kehormatan karena orang memuji anda kaya,  tetapi cukuplah tidak ngemplang utang dan tidak memanjakan diri dari utang dan bisa minum kopi dimana suka. Itu sudah kebahagiaan yang luar biasa.

Usia 45 tahun setelah sepuluh tahun lebih papa saya meninggal saya punya direktur orang China, Hong Kong, Inggeris, Korea, Rusia. Terbukti benarlah nasehat papa saya bahwa bukan karena agama atau ras membuat orang berbeda tapi sikap mental dan lebih tinggi lagi adalah akhlak berani bersaing secara terpelajar dan terhormat. Tanpa mengeluh, tanpa iri dengan kesuksesan orang lain. Senantiasa bekerja keras dan bersyukur kepada Tuhan.

No comments: