Kadang kita merasa pemberian itu hanya berupa materi. Padahal ada pemberian yang jauh lebih besar dari materi. Apa itu?. Waktu. Kalau anda bertanya kepada orang yang berpengalaman tentang sesuatu hal yang dia pahami, dan dia menjawab atas dasar pengalamannya, maka dia sedang berderma tentang waktu. Pengalaman adalah harta yang diperoleh dari perjalanan waktu dan itu pasti sangat mahal. Apakah ada yang bisa membeli waktu?. Itu sebabnya nasehat orang tua kita itu sangat bernilai. Karena pertama, dia mengenal kita. Kedua, pengalaman buruk yang pernah dia lalui tak ingin terulang pada kita. Jadi kalau dia menasehati itu artinya dia mendermakan “ waktu” kepada kita.
Pengetahuan teknis bisnis saya dapat dari buku dan kursus namun sikap mental bisnis saya dapat dari para mentor yang sudah senior. Saya berusaha dekat dengan mereka tanpa ada maksud saya berharap uang atau bisnis dari mereka. Benar benar tulus pendekatan itu. Dengan demikian, saya bisa mendapatkan harta karun berupa pengalamannya dalam bisnis. Tadinya saya takut berhutang ke bank. Namun satu saat saya ngobrol dengan mentor saya. Dia mantan pendeta yang terjun ke bisnis. Apa nasehatnya ke saya.?
“ Ketika kamu pinjam uang ke bank, sebetulnya itu bukanlah kredit tetapi pertukaran antara uang dan harta yang kamu punya. Pertukaran yang tidak adil. Karena resiko dibebankan kepada kamu semua. Itu bisa dilihat perbandingan antara hutang dan Collateral.”
“ Ya itu sebabnya saya tidak mau jadikan bank sebagai sumber pembiayaan ” Kata saya.
“ Bank bukanlah sumber pembiayaan. Bank adalah tempat latihan terbaik bagi kamu mengelola resiko dan disiplin menerapkan prisip bisnis. Jadi ubah mindset kamu tentang bank"
“ Hanya itu ? Kata saya bingung.
“ Bingung? katanya tersenyum. " Ok. Perhatikan, kalau karena hutang itu kamu bisa sukses, value kamu naik. Trust terbangun. Selanjutnya sumber pembiayaan di luar bank akan terbuka dengan sendirinya. Mereka yang akan datangi kamu. Apapun yang kamu katakan orang percaya. Tetapi sekali kamu gagal, apapun yang kamu katakan, orang tidak akan percaya. Nah kalau track record kamu belum teruji berhutang ke bank, lantas kamu mencoba membujuk investor ikut gabung. Sebetulnya itu sama dengan kelinci berharap makan siang dari Harimau. Bukannya dapat makan malah dimakan. Atau dicuekin seperti harimau yang sudah kenyang didekati kelinci. " Sambungnya
“ Hanya itu ? Kata saya bingung.
“ Bingung? katanya tersenyum. " Ok. Perhatikan, kalau karena hutang itu kamu bisa sukses, value kamu naik. Trust terbangun. Selanjutnya sumber pembiayaan di luar bank akan terbuka dengan sendirinya. Mereka yang akan datangi kamu. Apapun yang kamu katakan orang percaya. Tetapi sekali kamu gagal, apapun yang kamu katakan, orang tidak akan percaya. Nah kalau track record kamu belum teruji berhutang ke bank, lantas kamu mencoba membujuk investor ikut gabung. Sebetulnya itu sama dengan kelinci berharap makan siang dari Harimau. Bukannya dapat makan malah dimakan. Atau dicuekin seperti harimau yang sudah kenyang didekati kelinci. " Sambungnya
Nasehat itu sampai sekarang tidak pernah saya lupa. Itu seakan titik awal menentukan perubahan mindset saya dalam berbisnis. Tahun 1986 saya pertama kali pinjam uang ke bank. Benar, setelah saya dapat kredit. Saya harus disiplin menerapkan akuntasi. Memisahkan mana uang pribadi dan mana uang perusahaan. Setiap hari saya focus kepada bisnis proses agar berujung kepada cash in setelah cash out. Setelah sukses hutang ke bank, tidak sulit saya bermitra dengan siapapun. Untuk penambahan mesin saya utang kepada vendor. Untuk peningkatan bahan baku saya utang ke pada suplier. Karena saya terbiasa disiplin, tidak sulit saya membayar kewajiban saya kepada vendor dan suplier.
Setelah berkembang, investor datang dari mana mana. Umumnya pengusaha yang sudah sukses. Namun ketika berhadapan dengan mereka, saya tidak menempatkan diri sebagai kelinci yang berharap makan siang dari harimau. Posisi saya seimbang. Itu terpancar dari sikap saya yang penuh keyakinan menolak usulannya yang bakal menjebak saya atau merugikan saya. Diapun sadar tidak bisa seenaknya terhadap saya. Karena kalau dia pergi akan ada orang lain yang datang ke saya.
Tahun 1994 saya bertemu dengan teman lama. Setelah sekian tahun di luar negeri di kembali ke Indonesia. 4 tahun setelah itu dia sudah punya Group perusahaan. Usahanya ada 12 unit. Padahal dia tidak pernah tamat SD. Sekedar mencari tahu. Seharian saya di kantornya yang sederhana. Hanya ruko ukurang 76 meter. Saya tanya “ gimana kamu kelola 12 unit perusahaan itu. Padahal kamu tidak pernah keluar dari kantor ini. “
Tahun 1994 saya bertemu dengan teman lama. Setelah sekian tahun di luar negeri di kembali ke Indonesia. 4 tahun setelah itu dia sudah punya Group perusahaan. Usahanya ada 12 unit. Padahal dia tidak pernah tamat SD. Sekedar mencari tahu. Seharian saya di kantornya yang sederhana. Hanya ruko ukurang 76 meter. Saya tanya “ gimana kamu kelola 12 unit perusahaan itu. Padahal kamu tidak pernah keluar dari kantor ini. “
“ Kehebatan raja bukan ditentukan oleh kemahiran bermain pedang dan membunuh musuh di medan perang. Tetapi memilih jenderal yang tepat dan dipercaya. Jenderal yang hebat bukan ditentukan dari kehebatannya mengayunkan pedang tetapi kemampuannya menterjemahkan strategi kita dan memilih panglima perang yang sesuai dengan itu. Sebagai pengusaha kita adalah raja. Pilihlah jenderal atau dirut yang tepat dan dipercaya. Jadi pastikan sebelum mereka jadi jenderal, rebutlah hatinya terlebih dahulu secara personal. Menemukan jenderal sama pentingnya menemukan peluang dan modal. “ Katanya, Kata kata ini tidak pernah saya lupa.
Di holdingnya hanya satu orang yang dia percaya. Satu orang itulah yang mengatur segala galanya. Menentukan siapa direksi anak perusahaan, menterjemahkan secara detail rencana bisnis dan mengawasi sistem organisasi dari aspek tekhnis, financial, market, SDM sampai kepada aspek sosial.
Belakangan tahun 2005 saya membetuk holding dengan sahabat saya di Jakarta. Walau usaha sudah berkembang beberapa unit usaha, namun tidak semua saya kenal dan hapal nama direksi anak perusahaan. Saya hanya tahu dengan sahabat saya itu yang saya percaya sebagai dirut holding. Apapun rencana dan strategi bisnis, saya hanya bicara dengan sahabat saya itu. Ketemu dengan dia, kadang setahun hanya sekali. Apa yang terjadi? saya punya waktu mengembangkan bisnis di luar negeri. Di luar negeripun saya hanya percaya dengan satu orang, yaitu James. Saya hanya focus berinovasi, berkreasi dan membuat keputusan strategis untuk mecapai tujuan. Selanjutnya James lah yang mengatur segala galanya, dari membangun organisasi, menentukan SDM yang tepat, menggerakkan sistem dan mengawasinya secara efektif. Akibatnya saya punya waktu luang untuk kehidupan pribadi saya. Tanpa pusing mikirin hutang dan operasional.
Tahun 2005 saya di undang makan malam oleh CEO venture Capital BUMN China. Pertemuan secara pribadi makan malam itu adalah puncak dari proses lebih 1 tahun saya mendekatinya. Pada waktu makan malam, saya datang dengan suite dress yang mahal. Jam tangan mahal. Saya berharap dia percaya kepada saya. Akhirnya, saya tidak bisa deal dengan dia. Tetapi sebenarnya dia memberi saya harta yang tak ternilai pada waktu makan malam itu.
“ Resiko terbesar dari bisnis bukanlah datang dari proyek tetapi dari mindset para sponsor yang kita biayai. Gaya hidup mereka berperan 90% penyebab kegagalan dan kesuksesan. Kalau gaya hidupnya mewah, itu artinya mereka terlalu mencintai dirinya sendiri. Mana ada dikapalanya untuk mencintai stakeholder. Padahal hidup mati dia tergantung stakeholder. Sebaliknya gaya hidup sederhana itu mencerminkan rasa tanggung jawab kepada orang lain dan Tuhan. Dia lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya sediri. Deal dengan venture capital adalah deal dengan financial resource atas dasar personal trust. “ Katanya.
Sejak saat itu gaya hidup saya berubah. Benar benar berubah. Ke kantor saya berusaha menggunakan pakaian sederhana. Jam tangan mewah disimpan di rumah. Jadi koleksi istri. Kalau saya ke financial club, walau tetap pakai jas, namun celana deniem. Kesan sederhana tetap melekat. Ternyata sikap saya juga menular kepada direksi dan mitra saya. Benarlah, kemitraan saya dengan investor global sebagian besar karena ketertarikan akan sikap sederhana saya.
Lantas ngapain bisnis kalau engga bisa menikmati kemewahan. Kalau kemewahan dalam bentuk materi sebagai tujuan berbisnis, anda akan jadi orang kaya yang bego. Mengapa? Kaya tetap tidak happy. Nah, kalau tujuan berbisnis karena untuk kepentingan stakeholder ( pemegang saham, kreditur, karyawan , rekanan dan negara ) maka bisnis memang bukanlah kemewahan dan kebanggaan. Tetapi tanggung jawab. Dari tanggung jawab itulah kekayaan spiritual anda terus tumbuh seiring semakin luasnya stakeholder terlibat dalam bisnis anda. Dengan kekayaan spiritual itu, anda tidak perlu lagi kebanggaan dan engga juga peduli dihina, pasti engga takut bangkrut. itulah yang dimaksud hidup berkecukupan dan kelengkapan. Hidup yang lapang dan freedom.
Kalau saya berbagi pengalaman dalam bentuk tulisan, itu adalah buah dari perubahan sikap karena waktu " Gunung itu tinggi. Banyak orang ragu dan takut mendakinya. Dakilah. Kalau sudah sampai diatas bersukurlah dan ceritakanlah kepada orang lain agar mereka tidak ragu dan takut mendakinya. Setelah itu, awalnya jalan itu tidak ada. Kemudian orang ramai lalu, maka terciptalah jalan. Begitulah seharusnya manusia" kata Filsuf China. Ketika ada anak muda yang lahir yatim namun sukses sebagai pengusaha, dan itu berkat dia terinspirasi membaca buku tentang pengalaman bisnis saya, , saat itu kebahagiaan saya tak terbilang. Engga bisa dinilai dengan uang.
No comments:
Post a Comment