“ Indonesia tidak akan jatuh ke lubang resesi terlalu dalam hanya karena faktor eksternal. Andaikan AS dan Eropa mengalami resesi ekonomi, Jepang akan jatuh. Di ikuti oleh Korea dan Taiwan. Kemudian China akan suffering. Sementara Singapore dan Malaysia tahun ini sudah memasuki resesi. Pertumbuhan ekonomi sudah mendekati nol.” Kata saya kepada mitra saya di China. Dia sempat berkerut kening. Dia pikir saya terlalu yakin dengan pemerintah saya. Tetapi dia juga tahu bahwa saya sangat realistis kalau bicara ekonomi. Makanya dia bertanya “ mengapa ?
Saya katakan bahwa ekonomi Indonesia itu dari dulu bertumpu kepada konsumsi domestik dan investasi. Indonesia tidak di design untuk bertumpu kepada international. Karena secara demographi dengan penduduk 260 juta, sebetulnya kami tidak butuh pasar luar negeri. Saat ini, lebih dari 50 juta rakyat Indonesia tergolong kelas menengah atas dan 120 juta penduduk merupakan aspiring middle class (kelas menengah harapan) yakni kelompok yang tidak lagi miskin dan menuju kelas menengah yang lebih mapan. 50 juta kelas menengah dan 120 juta kelas bawah atas, adalah potensi pasar yang maha besar.
Jumlah kelas menengah Indonesia mengalahkan penduduk Eropa. Mengalahkan penduduk Taiwan dan Korea. 50 kali dari penduduk Singapore. 6 kali penduduk Malasyia. Gimana daya belinya ? Mari kita lihat contoh sederhana saja dalam hal penggunaan telp selular. Pengguna telepon seluler di tanah air mencapai 371,4 juta pengguna atau 142 persen dari total populasi sebanyak 262 juta jiwa. Artinya, rata-rata setiap penduduk memakai 1,4 telepon seluler karena satu orang terkadang menggunakan 2-3 kartu telepon seluler. Sementara kaum urban Indonesia mencapai 55 persen dari total populasi. Dahsyat engga?
Saat sekarang Purchasing Power Parity/PPP ) Indonesia nomor empat di dunia setelah AS. Nomor 1 adalah Tiongkok. Artinya Indonesia itu potensi pasar yang besar sekali, dan potensi inilah sebetulnya berkah yang bisa membawa indonesia merebut ketertinggalannya selama ini dalam bidang Industry. Jadi gimana caranya Indonesia bisa mendulang berkah dari resesi dunia ? Ada tiga cara yang patut dipertimbangkan.
Pertama, Perbankan Indonesia harus punya capability mengorganiz cross border financing facility untuk mendatangkan Foreign Direct Investment ( investasi asing langsung). Hal ini sangat memungkinkan secara sistem ekonomi dunia. Karena rasio kredit terhadap PDB masih di angka 38,8 persen pada 2018 lalu. Angka ini masih lebih kecil di banding Singapura sebesar 121,9 persen, Jerman sebesar 77,7 persen, atau rata-rata Asia Pasifik Timur sebesar 152,5 persen. Artinya, investasi asing tidak harus cash settlement tapi bisa juga melalui financial instrument yang cash basic. Inilah daya saing kita menarik private investor yang tak dimiliki negara yang tergabung dengan RCEP.
Kedua, bagaimanapun era sekarang, investor akan mendekati pasar. Tapi potensi pasar ini bila tidak dikelola dengan smart, justru akan menguntungkan negara lain yang sudah terikat dengan Regional Comprehensive Economic Partnership ( RCEP). Saya buat pabrik di Malaysia atau Vietnam sama saja saya buat pabrik di Indonesia. Karena tarif sama untuk masuk pasar di Indonesia. Jadi, keunggulan di bidang logistik dan kemudahan berbisnis harus di kedepankan. Kalau ini dibenahi maka relokasi industri akan datang secara business as usual. Tapi kalau tidak, yang untung negara yang tergabung dalam RCEP. Pasar kita di make use dan kita hanya jadi penonton.
Ketiga, pemerintah harus memastikan ruang fiskal APBN semakin lebar agar punya ruang untuk melakukan ekpansi investasi. Mengapa? PDB kita itu 80% dibentuk oleh konsumsi dan Investasi. Artinya, kalau APBN defisit jangan korbankan ruang fiskal. Belanja rutin yang dikurangi,. Maka ekonomi akan tetap sehat. Daya beli masyarakat akan tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi berkelanjutan. Di saat krisis ekonomi dan Pandemi , pemerintah harus lead melakukan ekspansi dalam bentuk belanja modal. Harus cepat terdistribusi agar kekuatan kelas menengah tidak jatuh ke kelas bawah dan kelas bawah jatuh miskin kelaparan.
Mitra saya dapat menerima analisa saya. “ Kalau secara ekonomi faktor ekstenal tidak mungkin membuat indonesia krisis. Lantas apa yang bisa membuat Indonesia jatuh ke lubang krisis terdalam ? Katanya. Saya jawab singkat, politisasi agama!. Inilah ancaman indonesia sesungguhnya dan setiap saat bisa membuat kekuatan ekonomi yang 20 tahun tidak pernah krisis, bisa hancur seketika. Mengapa ? orang indonesia itu mayorita melankolis. Mungkin hanya bangsa kami tidur pakai bantal guling. Gampang sekali baper, dan pesimis. Kalau udah baper, hilang akal sehatnya. Pikirannya hanya sepanjang tali kolor. Semoga presiden kami paham soal ini.
1 comment:
Babo,
Mana lebih baik antara cetak-uang (usul Misbakhun dan obligasi (hutang) dalam masa crises oleh Covid19 ini ? Tolong bisa dikasih ulasannya, karena menurut saya dua2 nya bukan pilihan terburuk , tapi mana yang lebih baik ? Gimana kalo cetak uang tapi juga menyalurkan uang itu pada usaha dalam negeri dan membatasi impor agar usaha dalamnegeri lebih terpacu utk produksi ?
Post a Comment