Semakin kuat tekanan, semakin tinggi melambung.
Dulu waktu setamat SMA tahun 80an teman teman sebagai salesman freelance kebanyakan adalah etnis China.Mereka memang tidak punya harapan untuk dapat kuliah di Universitas Negeri.Kalaupun ada yang masuk PTN itupun sangat luar biasa. Tidak punya harapan untuk jadi PNS atau bekerja di BUMN. Begitu kejamnya Politik Orba menempatkan mereka second class di negeri ini. Beda dengan etnis Arab, India dan lainnya yang tetap terhormat. Apakah mereka tetap aman ? Soekaro jatuh, etnis cina diburu dan diusir. Kemarahan kepada rezim Soeharto di tahun 1998 tapi kebencian diarahkan kepada etnis china melahirkan pembakaran,pemerkosaan dan pembunuhan. Tidak ada pengadilan,tidak ada minta maaf. Sama seperti rezim Hitler yang gagal bersaing dengan yahudi , kaum yahudi dibunuh di kamp pengungsi dan kamar gas beracun.
Dulu waktu setamat SMA tahun 80an teman teman sebagai salesman freelance kebanyakan adalah etnis China.Mereka memang tidak punya harapan untuk dapat kuliah di Universitas Negeri.Kalaupun ada yang masuk PTN itupun sangat luar biasa. Tidak punya harapan untuk jadi PNS atau bekerja di BUMN. Begitu kejamnya Politik Orba menempatkan mereka second class di negeri ini. Beda dengan etnis Arab, India dan lainnya yang tetap terhormat. Apakah mereka tetap aman ? Soekaro jatuh, etnis cina diburu dan diusir. Kemarahan kepada rezim Soeharto di tahun 1998 tapi kebencian diarahkan kepada etnis china melahirkan pembakaran,pemerkosaan dan pembunuhan. Tidak ada pengadilan,tidak ada minta maaf. Sama seperti rezim Hitler yang gagal bersaing dengan yahudi , kaum yahudi dibunuh di kamp pengungsi dan kamar gas beracun.
Namun dengan keadaan itu mereka Etnis china sangat santun kepada penguasa.Mereka layani layaknya raja agar mereka diperlakukan dengan baik. Bahkan kadang terkesan menyembah penguasa. Begitulah mereka berusaha merebut cinta penguasa agar mereka nyaman dan aman mencari rezeki di Indonesia. Mereka kerja keras melebihi etnis lainnya. Kini teman teman saya dulu yang berpeluh mengukur jalan telah menjelma menjadi pengusaha sukses dengan karyawan ribuan dan aset triliunan. Andaikan dulu zaman Soeharto tidak ada diskriminasi terhadap etnis china,saya yakin sebagian teman teman etnis china dulu itu, yang pintar pintar mungkin kini ada yang jadi PNS , TNI dan pegawai BUMN. Tidak akan ada pabrik , kebun sawait ribuan hektar, real estate, bank yang menampung angkatan kerja dari kerja keras para petarung yang terdiskriminasi itu.
Sejak dahulu kaum Yahudi didiskriminasi di mana mana dengan sebutan anti Semit. Mereka tidak bebas buat pabrik dan membangun perdagangan. Selalu dicurigai.Karena itu berlalunya waktu mereka masuk dalam dunia perbankan.Mereka tidak punya usaha pabrik tapi mereka punya hak kontrol lewat skema debt. Mereka masuk dalam investment banker,membeli saham perusahaan yang go publik. Mereka mengontrol perusahaan lewat bursa. Ketika putaran uang semakin kencang dan untuk mengamankan eksiistensinya maka mereka menciptakan clearing house yang terhubung dengan semua bank central di seluruh dunia. Mereka tidak memiliki apapun namun mereka mengontrol apapun.
Jadi hidup ini setiap upaya diskriminasi terhadap golongan adalah paradox. Kalau tujuannya karena kebencian untuk menyudutkannya maka diskirimansi itu justru membuat dia semakin baik. Itu sebabnya Agama melarang kita membenci berlebihan karena pada akhirnya yang kita benci akan dipuja. Jangan puja berlebihan karena yang dipuja berlebihan itu akan kita benci. Lalui sajalah hidup ini apa adanya.Jangan paranoid. Jangan berkeluh kesah. Agar sunatullah terjadi dengan hukum keseimbangan yang apapun hasilnya karena kasih Tuhan..
Focus kepada diri sendiri.
“ Saya benar benar stress kalau dengar orang membicarakan saya. Apalagi postingan di sosmed sangat bias. Apa untungnya mereka membicarakan saya. Mereka engga mengenal saya secara pribadi. Tidak ada kaitan apapun dengan bisnis dan kehidupan saya pribadi . Ada apa ini? Hanya karena satu kesalahan yang tentu ada alasan tetapi komentar seakan mereka lebih tahu alasan dan menghakimi nya.” Kata teman kemarin waktu saya bertemu secara kebetulan di sebuah cafe. Saya tersenyum dan mengajaknya berbicara secara pribadi. Saya tahu dia butuh teman untuk menjadi pendengar yang baik. Dengan seksama saya menyimak. Saya berusaha mengerti dan sangat maklumi suasana hatinya.
“ Saya benar benar stress kalau dengar orang membicarakan saya. Apalagi postingan di sosmed sangat bias. Apa untungnya mereka membicarakan saya. Mereka engga mengenal saya secara pribadi. Tidak ada kaitan apapun dengan bisnis dan kehidupan saya pribadi . Ada apa ini? Hanya karena satu kesalahan yang tentu ada alasan tetapi komentar seakan mereka lebih tahu alasan dan menghakimi nya.” Kata teman kemarin waktu saya bertemu secara kebetulan di sebuah cafe. Saya tersenyum dan mengajaknya berbicara secara pribadi. Saya tahu dia butuh teman untuk menjadi pendengar yang baik. Dengan seksama saya menyimak. Saya berusaha mengerti dan sangat maklumi suasana hatinya.
Saya katakan, jangan dibuat rumit hidup ini. Anggap sederhana saja. Sama halnya sesederhana itu orang menilai kamu dan menghakimi kamu. Kadang mereka juga engga tahu mengapa harus komentari hidup kamu. Kalau kamu kaya, orang akan bilang kamu sombong dan pelit. Kalau kamu engga mau deal seperti dia mau, kamu dianggapnya engga komit dan bohong. Kalau kamu miskin, orang akan bilang kamu malas. Kalau kamu bangkrut, orang akan bilang kamu brengsek. Singkatnya apapun kondisi kamu, kamu tidak akan bisa lepas dari komentar orang. Mengapa ? Karena kita itu makhluk sosial. Tuhan yang menentukan, kita yang menjalani dan orang lain yang komentari. Biasa saja.
Lantas gimana caranya menghadapi prahara hujat dan fitnah ini? Katanya berkerut kening. Kamu tidak bisa menutup mulut orang. Karena mereka banyak. Dan bisa saja mereka punya mulut tetapi tidak punya otak dan hati. Yang harus kamu lakukan tutup telinga kamu dengan kedua tangan mu. Artinya, jangan baca semua postingan sosmed dan berita tentang orang yang membicarakan mu, dan block semua akses mereka terhadap mu. Sudah itu, nikmati kesendirian mu, dengan dirimu sendiri. Engga usah baper. Mengapa ? Orang yang membenci selalu ada alasan menyalahkan mu. Sementara orang mencintaimu selalu ada alasan memaklumi dan memaafkan mu. Biasa saja.
Tapi engga semudah itu bro, katanya. Saya katakan bahwa orang lain berhak bicara apa saja tentang kamu, namun kamu juga berhak mengabaikan omongan orang itu. Karena yang tahu persis apa yang terjadi adalah kamu sendiri. Kamu tidak butuh orang menilai kamu. Apapun itu tidak ada manfaatnya. Dipuji tidak akan membuat kamu kaya raya. Dihina dan difitnah tidak membuat kamu lapar. Jangan rusak kebahagiaan kamu hanya kerena omongan orang lain. Sebab orang menilai mu dengan tujuan dan kepentingan yang berbeda beda. Kamu tidak bisa mendikte agar orang menilai seperti yang kamu mau. Jangan habiskan waktu hanya karena memikirkan omongan orang lain. Terlalu rendah hidupmu bila terpengaruh omongan orang lain , yang tak henti menilai negatif. Fokus sajalah dengan dirimu sendiri. Anggap semua biasa saja.
Jadi ? Katanya. Saya tegaskan bahwa lalui hidup ini dengan Happy. Teruslah memperbaiki diri sendiri. Dan sehebat apapun kamu, jangan berharap pujian agar kamu tidak baper dihina dan dihujat. Hiduplah sederhana. Kalau tak paham, jangan komentar. Kalau tak bisa bersikap baik kepada orang lain , cobalah berprasangka baik. Kalau tak bisa mencintai, janganlah membenci. Kalau tak bisa peduli, cobalah untuk tidak menghakimi. Kalau tak bisa jadi orang penting, jadilah orang biasa saja, yang mengajak orang ke mata air. Lakukan yang menurut Tuhan benar, bukan menurut orang lain benar. Jadilah dirimu sendiri seperti yang kamu mau, bukan seperti orang lain mau. Semoga kamu paham. Dia tersenyum. Kami menikmati live music seraya menuangkan wine dan tersenyum bahagia. Hidup terlalu singkat kalau semua dibuat rumit. Hidup itu sederhana, sesederhana kita ignore...
Peduli dan memberi.
7 tahun lalu teman saya dari Jepang datang ke Jakarta. Walau dia mitra global saya di Hong Kong namun dia jarang sekali datang ke Jakarta. Kalaupun sampai datang ke Jakarta karena ingin bertemu dengan pejabat tinggi. Dia sedang negosiasi bisnis blok minyak. Setelah usai kesibukannya dia telp saya untuk bertemu. Saya ajak dia makan di sebuah resto yang tergolong sederhana. Dia menikmati tempat itu.
7 tahun lalu teman saya dari Jepang datang ke Jakarta. Walau dia mitra global saya di Hong Kong namun dia jarang sekali datang ke Jakarta. Kalaupun sampai datang ke Jakarta karena ingin bertemu dengan pejabat tinggi. Dia sedang negosiasi bisnis blok minyak. Setelah usai kesibukannya dia telp saya untuk bertemu. Saya ajak dia makan di sebuah resto yang tergolong sederhana. Dia menikmati tempat itu.
“ Kenapa kamu ajak saya makan ketempat ini?
“ Kamu sahabat saya, dan inilah saya sebagai pribadi yang kamu kenal, Orang indonesia dengan menu indonesia.”
Dia tersenyum “ Saya suka suasananya. Suka. Apa namanya ini ?
“ Restoran Sunda”
Ketika usai makan malam, dia tetap di tempat. Alasanya karena dia ingin bertemu secara pribadi dengan wanita pelayan restoran. Saya bingung.
” Bro, Ini cafe umum, bukan KTV. Setelah ini kita ke KTV, ada banyak cewek kok di Ritz tempat kamu nginep. Kamu bisa pilih cewek.
“ Ya tapi saya ingin bicara dengan dia secara pribadi”
“ Kamu suka wanita itu ?
“ Ya.”
“ Ok saya akan bicara dengan wanita itu. “ kata saya seraya memanggil wanita itu mendekat.
“ Jam berapa nak kamu pulang ?
“ Kenapa om?
“ Saya tanya aja “
“ Jam 12. “
“ Bisa kami antar kamu pulang ?
“ Saya naik ojek “
“ Kamu bisa naik kendaraan kami”
“ Tapi…”
“ engga usah ragu. Teman saya ini hanya ingin kenalan lebih jauh dengan kamu. Hanya kenalan saja “
“ Maksudnya ?
“ Dia mau antar kamu pulang”
Wanita itu terdiam nampak ragu “ boleh ajak teman saya ?
“ Boleh. “
“ Teman pria “
“ Boleh.”
“ Ya udah.”
Usai wanita itu kerja, kami antar wanita itu pulang ke rumahnya. Teman saya si jepang ini hanya diam saja namun tetap tersenyum kearah wanita itu. Teman pria wanita itu turun di Kota dan kami terus kerumah wanita itu di bilangan Senen. Namun ketika kami sampai di rumah wanita itu, nampak ada keributan. Saya menarik teman jepang agar menghindar dari keributan dan langsung pulang. Tapi si jepang ini tetap ngotot ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi.
Ternyata orang tua wanita itu diusir dari rumah karena belum bayar kontrakan. Saya jelaskan kepada si jepang masalahnya. Dia manggut manggut. “ Mengapa tidak pindah saja “
‘ Mereka orang miskin, engga semudah itu pindah. Udah lah. Kita kembali ke hotel , Wada.“
“ Berapa harga rumah sederhana di sini ?
“ ya sekitar USD 50,000. “
“ Ok, kalau begitu , bilang ke wanita itu, saya akan beli rumah untuk keluarganya.
“ Duh Wada, kenapa jagi begini. Udah dech kita pulang”
“ Saya mau bantu dia.”
“ ya kamu kasih aja uang ke mereka sekarang. Selesai. Kita pergi ke KTV.”
“ Tidak. Saya harus pastikan dia punya rumah “
Saya terdiam sambil mikir, Kemudian saya bicara dengan orang tua wanita itu bahwa teman saya akan belikan rumah. Kalau ada rumah yang mau dibeli teman saya akan bayarin. Tapi anggarannya Rp. 600 juta. Keluarga itu bengong. “ Kami memang ada niat beli rumah cicilan di Bekasi. Tapi anak saya belum dapat uang muka” katanya mengarahkan pandangan kepada anak gadisnya
“ Ya udah. Besok kita datangi perusahaan pengembangnya, Kita bayar tunai.” Kata saya.
Orang tua itu melihat kepada anaknya. Tak ada tanggapan apapun. Saya segera ajak teman saya jepang untuk segera berlalu. “ Ini telp saya, besok kalau sudah sampai di kantor pengembang itu, hubungi saya.” Kata saya.
Kami segera berlalu. Benarlah besok wanita itu telp. Saya dan Wada langsung ke kantor pengembang itu dan Wada bayar tunai. Setelah bayar, Wada ajak wanita itu makan siang di Samudera restoran bersama saya. Kami tidak bisa lama lama. Karena janji dengan Menteri ESDM jam 3 sore. Usai meeting saya antar Wada ke Bandara. Malamnya Wada terbang ke Hong Kong.
Dua tahun kemudian saya bertemu di restoran dimana wanita itu bekerja. “ Pak, mister engga pernah telp saya, ada apa ?”
“ Emang kamu bisa bahasa jepang ?
“ Bukan begitu, tapi kalau memang benar dia mencintai saya, tentu dia ada cara untuk ketemu saya lagi.”
“ Saran saya, kamu lalui sajalah hidup seperti biasa, Syukuri dan lupakan dia”
“ Tapi dia belikan saya rumah, tentu dia ingin menikahi saya.”
“ Tidak sejauh itu. Bagi orang seperti dia, memberi ya memberi, Apalagi untuk seorang wanita yang dia suka. Tapi bukan berarti itu mas kawin sebagai tanda melamar kamu. “
“ Tapi harga rumah itu mahal sekali pak. Dia PHP saya” Wanita itu nampak berlinang air mata
“ Udah lupakan dia ya.” Kata saya tersenyum.
Saya termenung. Bisa dimaklumi karena pemberian tanpa motivasi apapun tak mudah dipahami bagi orang lain yang terbiasa menghadapi segala sesuatu transaksional. Apalagi kadang kebaikan dari seorang pria, disikapi oleh wanita berlebihan. Padahal memberi adalah bagian dari passion pria , tak lebih. Bukan hendak merayu atau ingin menguasai wanita. Bukan. Apalagi bagi seorang pengusaha yang berhadapan dengan hidup yang keras, tidak akan pernah terjebak dengan seorang wanita. Kalau dia bisa ditaklukan wanita maka dia bukan pengusaha tapi pecundang. Apalagi sekelas Wada
No comments:
Post a Comment